Wednesday, January 11, 2012

Salibis Menikam Umat Islam Bogor


Kedatangan Wahid Institute Memperkeruh Masalah

Jema'at GKI Yasmin Menolak Dipindahkan

Konflik Pencabutan IMB Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin terus memanas. Umat Islam yang semula secara bulat mendukung penolakan berdirinya GKI Yasmin, kini mulai terbelah. Padahal Bogor selama ini terkenal sebagai kota penuh stabilitas. Meski sebelumnya ada konflik pendirian Gereja, namun masalah tidak sampai berlarut seperti kasus GKI Yasmin.

Hal itu diungkapkan KH. Adam Ibrahim, Ketua MUI Bogor, ketika dikunjungi berbagai media Islam di kediamannya di Ponpes Baiturrahim, Bogor. “Sepertinya ada pihak-pihak yang mengadu domba sesama umat muslim di Bogor. Mari kita bersatu dan bersama. Masalah ini kita serahkan kepada pemerintah. Jika pemerintah tidak sanggup, biarlah umat Islam yang menyelesaikan,” katanya Selasa, 22/11.

Indikasi ini terlihat jelas ketika sebagian umat Islam lainnya menolak pendirian Gereja, namun sebagian lain atas nama Forum Masyarakat Bogor Barat Cinta Damai (FMBBCD) mendukung pendirian gereja. Forum itu didirikan sejumlah elemen masyarakat Kota Bogor, seperti tokoh dari berbagai agama, tokoh masyarakat dan kepemudaan. Forum didirikan setelah insiden kekisruhan di lokasi sekitar GKI Yasmin sebulan lalu.

Kedatangan Ibu Sinta Nuriyah Wahid pada tanggal 1 Oktober ditengarai juga memecah basis kesolidan NU untuk tetap menolak pendirian GKI Yasmin. Menurut Nusron Wahid dari GP Anshor kunjungan itu tidak lebih sebagai aksi solidaritas, karena tindakan Wali Kota dinilai sewenang-wenang dan diskriminatif terhadap minoritas, mengingat Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan agar pembekuan IMB dicabut.

“Semenjak Wahid Institute dan Ibu Sinta Nuriyah Wahid mengunjungi GKI Yasmin, NU menjadi pecah dalam kasus ini,” tandas Ustadz Khoirunnas, Ketua FUI Bogor.

Padahal penolakan umat muslim atas berdirinya GKI Yasmin dilandasi alasan rasional. Menurut KH. Adam Ibrahim, masyarakat Bogor pada dasarnya, tidak bekeberatan atas berdirinya gereja selama mengikuti peraturan yang berlaku. Oleh karena itu, kasus GKI Yasmin adalah persoalan murni administratif dan bukan dalam rangka menghalang-halangi hak beribadah.

“Syarat-syarat (pendirian gereja) itu salah satunya ada pengikut 90 orang di daerah sekitar. Lalu mereka juga harus mendapat persetujuan dari 40 Kepala Keluarga di daerah sekitar. Ini berlaku umum baik masyarakat yang ingin mendirikan masjid maupun gereja," imbuhnya.

Disinilah letak pangkal masalah itu. Pada gilirannya, GKI Yasmin tidak saja bisa memenuhi syarat tersebut, namun mereka juga memalsukan tanda tangan warga. Menurut Ustadz Ahmad Iman, selaku ketua Forum Komunikasi Muslim Indonesia, (Forkami) warga memang sempat hadir dalam sosialisasi pendirian gereja oleh pihak Yasmin. Para warga di tiga kelurahan diminta untuk mengisi daftar hadir yang disediakan oleh pihak Gereja. Namun pada perkembangannya, daftar hadir itu kemudian ditempeli kop surat persetujuan pendirian gereja. "Jelas ini sebuah pelanggaran," tandasnya,

Menurut KH. Adam Ibrahim, konflik GKI Yasmin ini lebih bernilai politis ketimbang masalah peribadahan semata, karena Walikota Bogor sendiri sudah memberikan tempat sementara bagi GKI untuk melakukan peribadatan.

Pihak Walikota juga siap membayar tanah GKI yang disegel oleh Pemda. Bahkan pihak walikota telah menyiapkan lahan bagi pendirian Gereja baru ditengah kota agar tidak menganggu kenyamanan warga. Namun pihak GKI Yasmin tetap bersikukuh menerima tawaran walikota. Sebaliknya mereka tetap bersikeras untuk beribadah di trotoar dan menganggu lalu lintas sampai-sampai betul-betul IMB diberikan.

“Sebenarnya Jema’at GKI sudah setuju Gereja direlokasi ke Jalan Padjajaran, tapi calo-calonya menghambat proses itu termasuk pengacaranya. Jadi ini kan sebenarnya masalah politis dan pembentukan opini,” tandasnya.

Politis, penuh intrik, dan konspiratif. Ketiga kata itu tampaknya pas dilekatkan saat kita membaca sengketa Gereja Kristen Indonesia (GKI)Yasmin. Konflik antara pihak Gereja dengan Masyarakat Muslim Bogor bukanlah hanya perkara sebuah bangunan peribadatan Kristen, namun ada misi untuk menjadikan Bogor sebagai basis Kristenisasi.

“Kenapa mereka ngotot tetap membangun GKI, karena ada 200 gereja lainnya yang siap untuk didirikan jika proyek GKI ini berhasil. Mereka sudah menyiapkan lahan-lahan di Bogor,” kata Ustadz Khoirunnas, Ketua FUI Bogor, kepada Eramuslim.com.


Ustadz Khoirunnas/Foto Zakir Salmun Eramuslim

Program Kristenisasi di dataran Asia memang bukan mimpi kosong. Setidaknya hal pernyataan itu pernah dikeluarkan oleh Paus Johannes Paulus II. Akhir tahun 1999, Paus Johannes Paulus II telah mendeklarasikan Kristenisasi di seluruh daratan Asia di Millenium ke tiga ini. Deklarasi tersebut disampaikannya secara terbuka saat ia berkunjung ke India sekitar akhir November 1999 lalu. Ia mengatakan bahwa pada Millenium ketiga nanti, seluruh kawasan Asia harus dikristenkan. Berita ini membuat Mr. Singhal (Presiden Parisada Hindu Dunia) meminta agar pemerintah India melarang aliran dana asing ke pada para misionaris di India.

Maka tak heran, baru-baru ini kelompok Kristen dari berbagai negara menyelenggarakan hajatan besar-besaran di Sentul International Convention Center di Bogor. Dengan mengambil tema “Serving A Movement Empowering A Generation”, sekitar 14.000 orang dari 49 Negara berkumpul untuk menjawab "kelaparan rohani" bangsa Asia.

“Ini adalah pertemuan terbesar yang dihadiri oleh orang Kristen China di luar China,” demikian ungkap Dennis Balcombe, Pendeta Revival Chinese Ministries International di Hong Kong dikutip situs Kristen Jawaban.com dan Kabar Gereja.

Menurut, Ustadz Ahmad Iman selaku ketua Forum Komunikasi Muslim Indonesia (FORKAMI), sebenarnya berdirinya GKI Yasmin hanyalah pindahan dari proyek pendirian Gereja terbesar di Asia Tenggara yang semula direncanakan berdiri di Cikeuting, Bekasi. Disinyalir ada tiga orang tokoh politik dari PDIP berada dibalik permainan ini.

“Mereka ini adalah yang dulunya punya rencana besar mendirikan gereja terbesar di Asia Tenggara. Maka karena proyek itu gagal di Cikeuting, maka skenario berikutnya dipindahkan ke Yasmin,” tandas pria yang juga pengusaha ini kepada Eramuslim.com


Ustadz Ahmad Iman/Foto Zakir Salmun Eramuslim

Forkami sendiri adalah kumpulan warga Curug Mekar, Wangkal dan Perumahan Taman Yasmin yang merasa dirugikan dari aksi pemalsuan tanda tangan persetujuan warga oleh pihak Gereja. Forkami berdiri untuk mengawal kinerja aparat yang bertugas mengurus rakyat khususnya dalam kasus GKI Taman Yasmin Bogor, agar bekerja dengan baik jujur dan amanah.

Dalam aksinya selama ini Forkami tidak pernah menggunakan kekerasan dalam metodenya. Terbukti, tidak pernah ada kerusuhan dalam kasus sengketa gereja seperti di daerah lain. Mereka mengerti betul, bahwa permasalahan rencana pendirian gereja di wilayahnya, hanyalah masalah manipulasi. Maka, bagi mereka tidak sepantasnyalah Umat Islam harus mengotori tangannya dengan kekerasan.

Grand design itu memang terlihat jelas dari kengototan pihak gereja selama ini. Meski warga sudah menolak, mereka pantang menyerah. Sejak tahun 2002 sampai tahun 2006, pihak panitia pembangunan Gereja sudah berkali-kali menemui ketua RT setempat untuk meminta izin pembangunan Gereja (kurang lebih 5 Kali kunjungan), namun selalu ditolak dengan alasan bahwa mayoritas masyarakat di wilayah setempat adalah Muslim.

“Dari 33 KK, 30 KK menolak yaitu masyarakat muslim. 3 KK abstain. Dan surat penolakan itu dikumpulkan dan diserahkan ke lurah,” tandas Ustadz Ahmad Iman.

Sebenarnya agak tidak masuk akal sebagai sebuah lahan gereja yang hanya seluas 1702 meter persegi, GKI Yasmin digadang-gadangkan sebagai Gereja terbesar se Asia Tenggara, namun Ustadz Ahmad Iman berpendapat lain. Kalau kita pernah berkunjung ke Bogor, komplek Yasmin adalah sebuah lahan luas yang terdiri dari berbagai macam gedung. Tak jauh dari GKI Yasmin ada Rumah Sakit Hermina, Sebuah Toko Motor, Rumah Makan, dan Kantor Pemasaran.

“Itu semua sudah dikuasai oleh mereka. Jadi yang dulunya hanya 1702 meter persegi, sekarang besarnya bisa 6-10 kali lipatnya,” ujarnya.


No comments:

Post a Comment