Thursday, September 19, 2013

Hiduplah Sebatas Hari Harimu

Galau, risau, Stress ??

Salah satu kesalahan manusia adalah menanggung beban masa depannya yang masih jauh pada saat sekarang ini. Bila seseorang berangan-angan maka pemikirannya beralih ke ruang tanpa batas, yang segera dipenuhi oleh bisikan, praduga dan kecemasan yang segera mencengkramnya.Keraguan dan kegelisahan Itu semua akan menipu kita . Mengapa tidak hidup dalam batas harimu yang ini saja..

Psikolog Barat Dale Carnegi telah meneliti sejumlah tokoh sukses dari orang yang tidak terpengaruh masa depan tapi mencurahkan perhatian pada kondisi saat ini semata. Dengan cara yang cerdas ini hasilnya adalah keamanan bagi kondisi mereka saat itu dan sekaligus hari esoknya. Ungkapnya,” Kami tidak mengejar tujuan yang secara tiba-tiba terlintas dalam pikiran kami dari masa yang jauh. Kami hanya mengerjakan pekerjaan yang jelas dan nyata ada di hadapan kami hari ini ‘..nasihat dari seorang terkemuka di Inggris thomas Carlel.


Hidup dalam batasan hari ini menurut nasihat di atas sesuai pula dengan apa yang sudah dinasihatkan oleh Rasulullah SAW “ Barang siapa bangun dipagi hari dengan hati tenang, badan yang sehat, memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan dunia telah ditundukkan seluruhnya kepadanya. (H.R. At Tirmidzi)

Jika telah terbit subuh, Khalilullah Ibrahim As berdoa , “ Ya Allah ini adalah ciptaan (hari) baru, maka bukakanlah ia untukku dengan ketaatan kepadaMU dan tutupllah dengan ampunan dan ridha-Mu. Ya Allah berilah aku rezeki di dalamnya dengan penerimaan yang baik dariku , tumbuhkan dan lipat gandakan ia untukku, dan ampunilah untukku keburukan yang aku ketahui ada padanya. Sesungguhnya engkau Maha Pengampun, Maha Pengasih, Maha Penyayang , dan Maha Mulia,” Beliau berkata, “ Barang siapa yang berdoa dengan doa ini di pagi hari, maka ia telah mensyukuri harinya.”

Dalam keseharian Rasulullah SAW, beliau menunjukkah kebenaran cara ini dalam menata kehidupan, menghadapi setiap bagiannya dengan penuh semangat dan harapan baru. Apabila tiba waktu pagi Rasulullah berkata, “ Kami berada di waktu pagi, dan menjadilah kerajaan milik Allah. Segala puji bagiNya , tidak ada sekutu bagi Nya, Tidak ada Tuhan selain Dia, dan hanya kepadaNya tempat kembali.” Dan jika tiba waktu senja , beliau mengucapkan, “ Ya Allah , aku mendapati waktu sore dari Mu dalam kenikmatan, keafiatan dan perlindungan. Maka sempurnakanlah untukku nikmat Mu, ke’afiatan dari Mu dan perlindungan Mu di dunia dan akhirat…” (H.R. At Tirmidzi)

Sebagian manusia meremehkan pemberian Allah SWT kepadanya berupa keselamatan dan ketenangan diri dan keluarganya. Terkadang kelalaian besar ini semakin menjadi-jadi dan bertambah akibat hilangnya harta kekayaan dan kekuasaan. Sikap seperti ini sama halnya dengan lari dari kenyataan , merusak agama dan dunia.

Konon, suatu hari seorang laki-laki bertanya kepada Abdullah bin Amir bin Ash, “ Bukankah aku ini termasuk orang miskin dari kalangan muhajirin?” Abdullah pun balik bertanya, “ Apakah engkau memiliki istri tempat mencurahkan kasih sayang? Dia menjawab , “ Ya.” Lalu Abdullah bertanya lagi , Apakah engkau memiliki rumah sebagai tempat tinggal ? Dia menjawab “ Ya.’ Maka Abdullah pun berkata” Engkau termasuk golongan orang kaya,” orang itu pun menambahkan “ saya juga memilliki seorang pelayan,” Lalu Abdullah berkata “ Kalau begitu engkau termasuk golongan Raja,” jawab Abdullah

Simak petuah Abu Hazim yang mengatakan “ sesungguhnya antara aku dan para raja itu sama-sama berada dalam hari yang sama. Hari kemarin sudah tidak mereka rasakan lagi lezatnya. Sedangkan esok hari , aku dan mereka sama-sama mengkhawatirkannya …Jadi yang ada hanyalah hari ini.” Sosok saleh yang fakir ini mengingatkan para raja dan bangsawan bahwa kelezatan hidup di masa lampau akan sirna bersama berlalunya hari.

Dengan demikian yang tersisa hanyalah “hari ini” dimana bagi orang yang berakal akan mengoptimalkannya pada setiap detiknya. Dalam bingkai “hari ini’ juga seorang yang mampu menata diri dan memantapkan tujuan akan berubah menjadi raja!

Hidup dalam batasan hari ini bukan berarti apatis dengan masa depan dan tidak mempersiapkan diri untuk menyongsongnya karena persiapan akan hal itu merupakan hal yang baik dan rasional. Hanya ada perbedaan antara perhatian dan kekhawatiran akan masa depan dengan menghadapinya secara berelebihan, juga ant ara beraktivitas hari ini dan kecemasan tentang apa yang telah dipersiapkan untuk esok. SO ? … just tawaqal kepada Allah

Pada hakikatnya , merasa cukup secara material, menerima dengan baik apa yang ada dalam genggaman dan tidak berpegang kepada angan-angan adalah inti dari kebesaran jiwa dan rahasia kemenangan atas berbagai krisis. Yaitu orang-orang yang tidak mengeluh atas kehilangannya, dan tidak merasa sombong bila karunia mendatanginya – LL/Gz (Oleh Syeikh Muhammad Al Ghazali)

Read More..

Penebus Siksa Akhirat

Dalil Bahwa Syariah Islam Sebagai Jawabir (Penebus Siksa Akhirat) & Jawazir (Pencegah Terjadinya Tindak Kriminal Yang Baru Terulang Kembali)
Oleh : Adi Victoria

Salah satu keistimewaan diberlakukannya hukum syariah Islam adalah sebagai jawabir dan jawazir. Keistimewaan ini tidak akan kita temui di luar daripada hukum Islam.

Misalnya, hukum syariah Islam ketika diterapkan kepada orang-orang yang melakukan tindakan kriminal, dan ketika kepada mereka diberlakukan hukum syariah, maka dosa mereka di dunia telah terhapus, inilah yang dinamakan sebagai jawabir.

“Kalian berbai’at kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anakmu, tidak membuat-buat dusta yang kalian ada-adakan sendiri dan tidak menolak melakukan perbuatan yang ma’ruf. Siapa saja menepatinya maka Allah akan menyediakan pahala; dan siapa saja yang melanggarnya kemudian dihukum di dunia maka hukuman itu akan menjadi penebus (siksa akhirat) baginya. Dan siapa saja yang melanggarnya kemudian Allah menutupinya (lolos dari hukuman dunia), maka urusan itu diserahkan kepada Allah. Jika Allah berkehendak maka Dia akan menyiksanya; dan jika Dia berkehendak maka akan memaafkannya.” [HR Bukhari dari ‘Ubadah bin Shamit].


Sebagai contoh di masa Rasulullah SAW, pernah ada dua orang yang berzina. Mereka adalah Maiz Al-Aslami dan Al-Ghomidiyah. Masing-masing berzina, yang sudah barang tentu tanpa diketahui oleh siapapun. Tapi karena didorong oleh ketakwaannya, akhirnya mereka menghadap kepada Rasulullah SAW untuk meminta dihukum rajam dan disucikan. Ini karena mereka meyakini dengan ketaqwaanya bahwa dengan hukuman rajam tersebut maka dosa mereka akan terhapuskan.

Dari Buraidah, Ia menuturkan: Seorang Wanita yang disebut Al Ghamidiyah datang menemui Rasulullah Salallahu’alaihi wa sallam Ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah berzina. Sucikanlah aku!” Tapi Rasulullah menolak pengakuannya tersebut.Keesokan harinya, Ia datang kembali kepada Rasulullah seraya berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa Anda menolak pengakuanku? Mungkin Anda menolakku sebagaimana menolak pengakuan Ma’iz? Demi Allah,saat ini aku sedang Hamil”. Rasulullah mengatakan, “Baiklah, kalau begitu kamu pergi dulu sampai kamu melahirkan anakmu”. Seusai melahirkan,Wanita itu kembali menghadap Rasulullah sambil menggendong bayinya itu dalam selembar kain seraya melapor, “Inilah bayi yang telah aku lahirkan“. Beliau bersabda,”susuilah bayi ini hingga di sapih”. Setelah disapih,wanita tesebut kembali menghadap beliau dengan membawa bayinya sedang ditangannya memegang sepotong roti. Ia berkata, “Wahai Nabi,aku telah menyapihnya. Ia sudah bisa memakan makanan”. Beliau lalu menyerahkan anak itu kepada seorang pria dari kalangan umat islam,kemudian Beliau memerintahkan agar menggali lubang sampai diatas dada,lalu memerintahkan orang-orang untuk merajam wanita tersebut. Saat itu Khalid bin Walid membawa batu di tangannya lantas melemparkannya kearah kepala wanita itu hingga darahnya memuncrat hingga mengenai wajah Kholid bin Walid. Tak ayal khalid memaki wanita itu.Mendengar makian khalid kepada wanita itu, Rasulullah mengatakan,”Sabar khalid! Demi zat yang jiwaku ada ditanganNya, Sungguh dia telah bertaubat dg taubat yang seandainya dilakukan oleh seorang pemungut cukai (pajak) niscaya ia akan diampuni”. Dalam sebuah riwayat disebutkan, Kemudian Rasulullah mensholatkannya. Umar bertanya, ” Engkau mensholatinya, wahai Rasulullah, padahal ia telah berzina?” Beliau menjawab, “Ia telah bertaubat dengan taubat yang sekiranya dibagikan kpd 70 penduduk Madinah niscaya mencukupinya; apakah kamu menemukan taubat yang lebih baik daripada orang yang menyerahkan jiwanya karena Allah”.(HR.Muslim,11/374.)

Dalam hadist lain, Rasulullah saw berkata :

“Bahwa sesungguhnya sekarang Maiz sedang berenang di sungai-sungai di surga.” [HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan at-Tirmidzi].

Disamping itu, pemberlakukan syariah Islam akan menjadi sarana pencegah terjadinya perbuatan tindak kriminal yang baru, inilah yang disebut sebagai Jawazir.

Sebagai contoh, ketika diterapkannya hukum qishash, maka qishash tersebut akan mencegah terjadinya tindakakan balas dendam kepada keluarga korban kepada pelaku atau keluarga pelaku.

Allah swt berfirman : “Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” [TQS al baqarah ayat 179]

Al-Alusi berkata dalam tafsirnya, Ruhul Ma’ani (2/1130), mengatakan, “Makna qishash sebagai jaminan kelangsungan hidup adalah kelangsungan hidup di dunia dan di akhirat. Jaminan kelangsungan hidup di dunia telah jelas karena dengan disyariatkannya qishash berarti seseorang akan takut melakukan pembunuhan. Dengan demikian, qishash menjadi sebab berlangsungnya hidup jiwa manusia yang sedang berkembang. Adapun kelangsungan hidup di akhirat adalah berdasarkan alasan bahwa orang yang membunuh jiwa dan dia telah diqishash di dunia, kelak di akhirat ia tidak akan dituntut memenuhi hak orang yang dibunuhnya.”

Oleh karenanya, sebagai seorang yang mengaku muslim, tidak sepatutnya merasa gerah terhadap penerapan syariah Islam (kecuali orang yang nifaq). Disamping penerapan syariah itu sendiri adalah perwujudan keimanan kita kepada Allah swt sebagai pencipta kita, sekaligus juga menjalankan syari’ah Islam yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah swt sebagai pembawa risalah Islam yakni aqidah dan syariah Islam, yang berfungsi mengatur hubungan manusia dengan penciptaNya dalam perkara ibadah, untuk mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri yakni dalam pengaturan masalah akhlaq, makanan, pakaian dan minuman, serta untuk mengatur hubungan manusia dengan sesamanya yakni dalam perkara mu’alamah dan ‘uqubat. Itulah kesempurnaan Islam sebagai agama sekaligus sebagai sebuah ideologi.Cuman sayang, masih banyak generasi Islam bermimpi semua itu bisa diwujudkan melalui jalan yang bernama demokrasi. Jangan lupa, Islam telah menggariskan solusi (syariah;seperangkat aturan lengkap untuk kehidupan politik), sekaligus metode penerapannya (thoriqoh/method). Islam hanya bisa tegak secara kaffah dengan institusi yang disebut Daulah Islamiyah (Khilafah ala Minhajin Nubuwah).Wallahu A’lam bishowab.

Read More..

Persiapan Psikologis Ibu dan Anak Tentang Pendidikan di Pesantren

Saya adalah seorang ibu pekerja dengan 3 anak, di mana anak pertama saya sekarang baru berusia 5 tahun, dengan banyak pertimbangan dan harapan kami [saya dan suami} merencanakan akan memasukkan anak saya ke pesantren Tahfidzul Qur’an yang ada di Kudus yang lokasinya cukup jauh dari tempat tinggal kami, akan tetapi sebagai seorang ibu ada sedikit kekhawatiran untuk bisa melepas anak yang masih kecil apalagi lokasinya jauh dari tempat tinggal.


Dan apabila anak saya tersebut ditanya apakah siap bila disekolahkan pesantren? Pasti akan menjawab tidak, dan dengan bahasanya yang polos ia mengatakan ‘Aku tidak mau jauh dari Umi" yang ingin saya tanyakan adalah:

1. Bisakah ibu memberikan informasi tentang pesantren yang saya maksud tersebut.

2. Bagaimana mempersiapkan kondisi psikologis saya, menepis kekhawatiran-kekhawatiran yang ada apabila anak saya dengan izin Allah SWT dapat sekolah di pesantren tersebut.

3. Bagaimana memberikan pemahaman yang "pas"kepada anak saya sesuai dengan daya pikirnya tentang pesantren, agar ia bisa menerima dan mau tanpa paksaan, dan apabila ternyata tetap ia tidak mau lalu kami paksakan apakah baik untuk pendidikan ia ke depannya.

Kami sebagai orangtua pada umumnya ingin menjadikan anak-anak kami anak yang sholeh dan berkwalitas. Trimakasih atas kesediaan ibu Anita menjawab pertanyaan saya yang sedang bimbang ini dan maaf cukup panjang.

Wasssalamu’alaikum Wr. Wb.

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Sebenarnya pesantren tahfizul Quran untuk level SD itu punya konsep dasar yang bagus. Dan memang telah terbukti sejak dahulu bahwa pesantren seperti ini telah menghasilkan lulusan yang mampu menghafal Al-Quran 30 juz di luar kepala. Padahal begitu banyak orang dewasa yang tidak mampu menghafalnya.

Pasti semua orang tua tertarik untuk memasukkan anaknya di sana. Orang tua mana yang tidak bangga bila anaknya sudah hafal Al-Quran luar kepala ketika berusia 12 tahun? Tentunya anda termasuk salah seorang di antaranya, bukan? Keinginan ini tentu tidak tercela.

Tinggal masalah bagaimana memberi motivasi yang ideal kepada anak. Sebab anak-anak masih belum mampu berpikir tentang masa depan. Mereka hanya tahu apa yang sekarang dianggap enak dan menyenangkan. Bahwa dirinya akan menjadi hafidz Quran 6 tahun lagi, barangkali bukan iming-iming yang menarik buat anak-anak. Jadi boleh dibilang, menjadi hafitdz Quran lebih merupakan obsesi orang tua ketimbang anak.

Kesalahan yang sering terjadi adalah ketika obsesi orang tua itu kemudian dipaksakan kepada anak, lewat beragam cara yang mengandung ‘ancaman’. Sehingga anak merasa kalah dan tidak punya pilihan lain. Dan kalau sudah terjadi hal seperti ini, sulit untuk mengharapkan mereka akan berprestasi di pesantrennya. Yang akan muncul hanya satu, bagaimana caranya untuk ‘lari’ dari ‘penjara suci’ itu.

Jadi sekali lagi, perlu diperhatikan lebih mendalam masalah penanaman motivasi yang alami. Sejak masih kecil seharusnya sudah ditanamkan cita-cita untuk menjadi seorang hafidz quran. Buktikan bahwa para penghafal Al-Quran itu adalah sosok yang disukai, dicintai dan didambakan oleh anak-anak. Dan tentunya menjadi dambaan anak anda juga. Bukan sekedar jadi dokter, pilot atau insinyur, seperti umumnya cita-cita anak SD.

Umumnya anak-anak punya tokoh pujaan seperti Superman, Batman, Power Ranger dan seterusnya. Dan jangan kaget kalau mereka bilang ingin jadi Batman dan Superman. Karena buat mereka, tokoh fiktif itu begitu hebat. Sementara, tokoh penghafal quran? Boleh jadi belum pernah mereka dengar sebelumnya. Lalu bagaimana tiba-tiba mereka ‘dipaksa’ untuk menjadi tokoh yang belum pernah dikenalnya? Hal ini tentu akan membuat anak mengalami kehilangan motivasi.

Mereka akan mengerjakan semua perintah, bukan karena mereka suka, melainkan karena terpaksa, tidak ada pilihan lain dan seterusnya. Sejak awal, pastikan bahwa anda menghindari kesan bahwa anak itu merasa diasingkan dan diusir dari rumah. Jangan sampai anak merasa bahwa orang tuanya telah tidak sayang lagi kepadanya. Kondisi seperti inilah yang harus dihindari oleh kita sebagai orang tua.

Kalau ternyata anda tetap bersikeras untuk memasukkan anak di pesantren, yang otomatis hubungan komunikasi antara orang tua dan anak akan terputus, upayakan anda bisa mendapatkan sosok pengganti diri anda bagi anak anda di lingkungan pesantren itu. Entah kakak kelas seniornya, atau pun para pengasuh pondok. Sebab bagi seorang anak seusia SD, keberadaan sosok yang bisa menjadi orang tua yang mengayomi dan memenuhi kebutuhan emosional sang anak.

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Rr. Anita Widayanti, SPsi

Read More..

Orang yang pernah melihat Lailatul Qadar

Nabi Muhammad Saw.
Dalam Shahih Bukhari terdapat sebuah hadis yang artinya di bawah ini:
"Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku pernah diperlihatkan Lailatul Qadar. Kemudian aku diberi lupa atau dilupakannya. Maka hendaklah kalian mencarinya pada sepuluh hari yang terakhir (bulan ramadhan) pada malam ganjil." (Riwayat Imam Bukhari dari Adi Sa'id r.a.; Shahih Bukhari, Juz I, halaman 343).


Para Sahabat Nabi
Dalam kitab hadis Al-Lu'li' wal-Marjan karya Syekh Muhammad Fuad Abdul Baqi terdapat sebuah hadis shahih berikut ini:
"Dari Ibnu Umar r.a. beliau berkata, "Bahwasanya ada beberapa orang dari sahabat Nabi Saw. yang telah diperlihatkan kepada mereka Lailatul Qadar." (Riwayat Bukhari dan Muslim; kitab Al-Lu'lu' Wal-Marjan Fimat-Tafaqa 'Alaihisy Syaikhan, juz II, halaman 24; atau Shahih Bukhari, juz I, halaman 343; dan Shahih Muslim, juz I, halaman 375)

Para Ulama
Banyak ulama yang pernah melihat Lailatul Qadar, hanya mereka tidak mengungkapkannya.
Sepengetahuan kami, ulama yang telah melihat Lailatul Qadar ialah Imam Nawawi berdasarkan penuturan ayahandanya. Dalam kitab-kitab yang membahas biografi Imam Nawawi, tertulis sebagai berikut:

"Ayahnya telah menuturkan bahwa Imam Nawawi pernah tidur di sampingnya ketika beliau baru berumur tujuh tahun. Pada malam kedua puluh tujuh dari bulan Ramadhan, sekitar pukul dua belas malam beliau bangun dari tidurnya, seraya berkata, 'Ayahanda, cahaya apa ini yang memenuhi rumah?' Kemudian kami semua bangun, namun kami tidak melihat apa-apa. Akhirnya saya ketahui bahwa malam itu adalah malam Al-Qadar (Lailatul Qadar)."

Riwayat ini dapat kita baca dalam kitab-kitab berikut:
Mukadimah kitab Dalilul Falihin, oleh Syekh Mahmud Hasan Rabi', halaman 7
Mukadimah kitab Syarah Shahih Muslim, oleh Imam Ibnus Subki, halaman 8
Yas-alunaka Fiddin Wal-Hayat, oleh Dr.Syekh Ahmad Asy-Syarobashi, juz V, halaman 184

Berkenaan dengan soal "apakah benar Lailatul Qadar itu dapat dilihat?" dan "apakah benar banyak ulama yang telah melihatnya?", Imam Nawawi sendiri menuturkan sebagai berikut:
"Ketahuilah bahwa Lailatul Qadar itu ada, sebagaimana keterangan yang lalu di awal bab. Sebenarnya Lailatul Qadar itu dapat dilihat dan diketahui secara nyata dan meyakinkan oleh siapa saja yang dikehendaki Allah Ta'ala dari anak cucu Adam setiap tahun bulan Ramadhan, sebagaimana yang telah dinyatakan dalam hadis-hadis yang lalu dalam bab ini. Mengenai riwayat orang-orang saleh yang berkenaan dengan soal Lailatur Qadar dan mereka sendiri sering melihatnya sehingga tidak perlu diungkapkan lagi. Adapun pendapat Al-Qadhi Iyadh yang diterima dari Al-Muhallab bin Abi Shufrah yang mengatakan bahwa Lailatul Qadar itu tidak mungkin dapat dilihat secara hakiki, maka ucapannya itu betul-betul keliru. Saya memperingatkan hal ini dengan tujuan agar orang tidak terkecoh oleh pendapat tadi. Wallaahu a'lam'. (Kitab Shahih Muslim, juz VIII, halaman 66)

Penuturan Imam Nawawi ini, dapat pula kita baca dalam kitabnya yang lain, yakni Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab. Namun, dalam kitab ini beliau menambahkan penjelasannya sebagai berikut:
"Pengarang kitab Al-Hawi berkata, "Disunatkan bagi orang yang melihat Lailatul Qadar agar menyembunyikannya (tidak usah diceritakan kepada orang lain), berdoa dengan penuh ikhlas dan niat baik serta keyakinan yang benar, memohon (kepada Allah) apa saja yang ia inginkan, baik masalah agama atau dunia. Doanya itu hendaknya diperbanyak demi kebahagiaan dunia dan akhirat," (Kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, juz VI, halaman 461)

Imam Asy-Syaukani memberikan komentar sebagai berikut:
"Dan dikatakan bahwa orang yang mengetahui Lailatul Qadar itu melihat segala sesuatu bersujud. Dan dikatakan pula ia melihat cahaya memancar pada setiap tempat hingga di tempat-tempat yang gelap. Dan dikatakan pula ia mendengar ucapan salam atau seruan dari malaikat. Dan dikatakan pula bahwa diantara tanda Lailatul Qadar ialah dikabulkannya doa bagi orang yang kebetulan mendapatkannya." (Kitab Nailul Authar, juz IV, halaman 372)

Selanjutnya Imam Asy-Syaulani dalam kitab tersebut mengutip pula ucapan Imam Ibnul Munir sebagai berikut:
"Janganlah seseorang berkeyakinan bahwa Lailatul Qadar itu tidak ditemukan kecuali orang yang melihat keanehan-keanehan (pada malam itu). Yang benar ialah, bahwa karunia Allah itu amat luas. Tidak sedikit orang yang tekun beribadah malam itu, namun tidak melihat hal-hal yang aneh; sementara orang lain melihat bermacam-macam keanehan, padahal pada malam itu ia tidak beribadah. Orang yang tekun beribadah pada malam itulah yang lebih utama (sekalipun tidak melihat hal-hal yang aneh). Adapun yang dijadikan pegangan (dalam hal menemukan dan tidaknya Lailatul Qadar) ialah segi istiqomah beribadah, bukan hal-hal yang aneh, sebab ada kalanya keanehan tersebut sebagai karamah bagi orang yang melihatnya tetapi ada kalanya pula sebagai fitnah,"

Read More..