Sunday, December 13, 2009

Duka Haji


Oleh: KH. A. Mustofa Bisri

Dalam rangka mendapatkan haji mabrur, seniman A. Hamid Jabbar waktu itu berada di Mina. Penyair yang atraktif itu sedang akan melontar jumrah untuk yang pertama, jumrah 'Aqabah. Seperti jamaah lain, dia harus menceburkan dirinya dan mengarungi lautan manusia agar dapat mendekati jumrah yang akan dilemparnya. Tangan kiri menggenggam bekal kerikil-kerikil dari Muzdalifah, sementara tangan kanan sudah siap dengan sebutir kerikil yang akan dilempar.

Syahdan, ketika merasa sudah cukup dekat, dia pun mengangkat tangan kanannya, siap menghantam "sang setan". Tapi, belum lagi sempat tangannya mengayun, seseorang menghantam lengannya hingga kerikilnya terjatuh.

Dia ambil lagi sebutir kerikil dari tangan kirinya dan siap mengulang lemparan pertama. Tapi, lagi-lagi kerikilnya terlempar oleh sodokan orang di sampingnya. Begitulah berkali-kali Hamid berusaha mengulang dan gagal melempar hingga kerikil-kerikil di tangan kirinya nyaris habis.

Tapi, rupanya, kesabarannya yang justru lebih dulu habis. Sambil merentangkan kedua tangannya ke langit seperti gayanya ketika berdeklamasi, tiba-tiba dia berteriak sekencang-kencangnya: "Ya Allah, ini ibadah apa???"


Saya kira, kawan saya ini tidak sedang jengkel kepada Tuhan atau kepada ibadah haji. Cuma mungkin, seperti banyak jamaah yang lain, sebelumnya sudah mempunyai anggapan atau pengertian tentang kekhusyukan ibadah. Jadi, ketika melihat kenyataan lain yang jauh berbeda dari pengertian seperti yang sudah dipahaminya, dia pun "berontak".

Sebenarnya, tidak ada yang salah pada pemahaman dan pengertiannya. Yang barangkali sering lalai dipahami orang, termasuk kawan saya ini, ialah bahwa kebanyakan jamaah haji yang berada di tanah suci adalah orang-orang awam dan umumnya pemimpin mereka terbiasa dengan doktrin yang itu-itu juga. Doktrin yang lebih menekankan kepada "semangat" beragama atau beribadah ketimbang pemahaman agama dan makna ibadah.

Kita lihat misalnya, dalam penataran-penataran manasik, baik yang diselenggarakan instansi resmi maupun KBIH-KBIH di Indonesia, galibnya jamaah lebih diberi doktrin tentang "amalan-amalan" dan bacaan-bacaan. Seringkali penatar menekankan tentang afdhaliah, hal yang lebih afdol, dalam pelaksanaan haji dan keutamaan melakukan ini dan itu, tanpa penjelasan yang
memadai tentang kondisi dan situasi riil di tanah suci pada saat haji itu.
Misalnya keutamaan waktu melempar jumrah; keutamaan berdoa di Multazam, di Hijr Ismail (bahkan di bawah talang mas?); berdoa di Arafah di luar tenda; di Raudhah Rasul (bahkan di "mihrab Nab"?); dlsb. Hal ini menyebabkan banyak jamaah yang semangatnya "murni" semangat. Hanya semangat mendapatkan apa yang disebut sebagai keutamaan itu.

Seperti kita ketahui, sebenarnya ibadah haji itu tidak terlalu pelik. Ia "hanya" ibadah amaliah. Asal lakunya benar, sudah sah. Sedangkan lakunya juga sangat sederhana: berihram, niat, dan memakai pakaian sederhana; memutari Ka'bah, lari hilir-mudik antara Shafa dan Marwah; berdiam diri di Arafah; melempar-lempar; cukur atau potong rambut; dan menyembelih ternak.
Apanya yang sulit? (Banyak daerah malah lucu. Membangun tiruan Ka'bah untuk keperluan latihan *thawaf.* Mana ada orang -bagaimanapun bebalnya- keliru memutari Ka'bah? Sebab, misalnya, ada yang keliru memutarinya ke arah kanan, pasti akan ketabrak yang lain).

Saya pikir adalah lebih bijaksana bila "ruh ibadah" dan praktik pelaksanaan haji -dengan memperhatikan kondisi dan situasi riil di lapangan- lebih mendapatkan porsi dalam penataran-penataran manasik. "Ruh ibadah" yang saya maksud juga mencakup penyadaran terhadap pemahaman ibadah secara keseluruhan. Totalitas amal hanya untuk Allah. "Menyenangkan" Allah. Mencari ridha Allah.

Sebab, sering semangat beragama yang berlebihan menyeret hamba kepada amalan yang justru berbalik menjadi hanya untuk menyenangkan diri sendiri. Mencari ridha diri sendiri. Bahkan, sekadar keinginan yang menggebu untuk mendapat haji mabrur sering cukup membuat orang menjadi sangat egois. Bayangkan bila jutaan orang egois berkumpul jadi satu dengan satu "kepentingan".

Sebenarnya, jamaah Indonesia tergolong paling tertib. Cuma tertib sendiri tentu tidak menjamin ketertiban bersama, terutama bila yang lain tidak tertib. Karena itu, mestinya pemerintah Saudi Arabia harus lebih rendah hati, mengajak negara-negara Islam atau muslim untuk bekerja-sama dan bermusyawarah bagi penyempurnaan ibadah yang satu ini. Atau paling tidak berkoordinasi dengan negara-negara itu terutama kaitannya dengan kebijakan yang diambil. Syukur dibentuk badan dunia khusus yang melibatkan semua negara yang berkepentingan, untuk tidak saja bertanggung jawab tentang ketertiban dan keamanan pelaksanaan haji, tapi juga bagi pemahaman umat terhadap makna hakiki ibadah itu.

Peristiwa-peristiwa tragis seperti yang pernah terjadi di Mina sudah berulang-ulang menyentak perasaan kita. Akan sampai kapan?

KH. A. Mustofa Bisri, Pengajar di Pondok Pesantren Taman Pelajar Raudlatut
Thalibin, Rembang, Jawa Tengah.



Read More..

Gemerlap Kota Yang Menyilaukan


"Bubar, bubar semua !! " teriak Kiayi Gaos kepada beberapa pemuda yang sedang berjudi di belakang musholah Al Muhajirin menjelang sholat subuh. Para pemuda tersebut langsung lari berpencar tanpa memperdulikan lagi taruhan yang masih tergeletak berantakan diantara semak-semak. Kiayi Gaos memang terkenal sangat keras kepada siapa saja yang berbuat maksiat termasuk anaknya, Ustadz Ghani yang kakinya pincang karena dulu sewaktu masih remaja sering berbuat keonaran dan minum-minuman keras sehingga Kiayi Gaos memukul kakinya sampai pincang dan belum hilang walaupun telah di obati kesana-kemari. Setelah kakinya pincang
Ustadz Ghani akhirnya insyaf lalu kembali mempelajari dan mendalami ajaran agama sampai akhirnya berhasil menyelesaikan sekolahnya di Madinah dan saat ini mengajar di pesantren ayahnya, Kiyai Gaos.

Di desa Jimbaran, beberapa musim panen belakangan ini dijadikan sebagai musim judi bagi anak-anak mudanya. Hasil panen yang sedianya bisa buat tabungan dan untuk memenuhi kebutuhan lain malah di hambur-hamburkan dengan berjudi, sehingga pasokan pupuk sering terlambat datang karena setoran uangnya di pergunakan untuk hal yang tidak bermanfaat. Para orang tualah yang kemudian merogoh uang tabungan untuk membeli pupuk agar bisa memulai musim tanam nantinya. Kiayi Gaos yang berasal dari desa Ketapang sebelah barat desa Jimbaran, didatangkan untuk menyadarkan anak-anak muda tersebut.

Sebenarnya disamping membantu orang tua, pemuda desa Jimbaran termasuk rajin bekerja. Kerajinan tangan seperti keramik pajangan dan anyaman dari bambu berhasil di jual sampai kekota. Namun pengaruh kota besar telah mampu mencuci otak mereka sehingga mereka termotivasi untuk mendapatkan sesuatu dengan cara instant dan malas untuk bekerja keras. Beberapa kali polisi menangkap mereka karena terlibat kasus perjudian dan penjualan obat-obat terlarang sampai ke kampung-kampung. Derasnya arus informasi ikut andil dalam mensukseskan perdagangan obat terlarang tersebut dengan dalih modernisasi.


Hal itulah yang mengkhawatirkan para orang tua sehingga beberapa kali mereka mengundang para muballig dan pemuka masyarakat untuk menyadaran anak-anak mereka. Kiayi Gaos dan anaknya Ustadz Ghani sudah tiga hari menetap di rumah Pak Samir kepala desa Jimbaran untuk melihat kegiatan dan pola kerja para pemuda tersebut. Mereka secara bergantian melakukan pendekatan satu persatu dengan cara silaturahmi kepada pemuda yang dianggap paling mempunyai andil dalam mempengaruhi pemuda yang lain. Walaupun sulit tapi karena kegigihan
mereka, dalam tiga hari mereka telah mampu mengajak lebih dari sepuluh pemuda agar aktif di pengajian musholah Al Muhajirin yang diadakan setiap hari.

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.(QS: Al Maa'idah ayat 90 ) " kata Ustadz Ghani membuka pengajian malam itu , para jama'ah yang rata-rata para pemuda dan pemudi beserta beberapa tokoh masyrakat memenuhi ruangan mushollah Al Muhajirin yang tidak terlalu besar. Selain pendekatan keluarga maka pendekatan agama adalah cara yang paling
baik untuk menasehati masayrakat desa Jimbaran yang adat istiadatnya masih dekat dengan ajaran agama.

" Sesungguhnya kemiskinan itu dekat dengan kekufuran [1], sehingga banyak diatara kita yang menghalalkan segala cara agar bisa bertahan hidup " kata Ustadz Ghani disela pengajian ba'da Isya. Kiayi Gaos hanya duduk diam sambil terus mendawamkan dzikir disamping anaknya tersebut sambil sekali-kali keluar menyambut jama'ah yang baru datang. " Ustadz, bukankah Rasulullah juga pernah berkata bahwa yang terbanyak di syurga adalah orang miskin sedangkan yang terbanyak dineraka adalah wanita [2]" tanya seorang peserta. Ustadz Ghani hanya tersenyum " Jangan jadikan itu untuk malas berusaha ya, dimanapun Kemiskinan selalu menjadi ajang penghancuran aqidah, namun disisi lain memang orang kaya jarang yang amanah dengan hartanya dan merasa semua itu hasil dari usahanya sehingga melupakan kewajibannya membayar zakat dan menyantuni anak yatim maupun fakir miskin" jawab Ustadz Ghani dengan bijak.

Kiayi Gaos yang tadinya hanya diam mulai angkat bicara " Jika mampu kita di suruh untuk kaya tapi hidup dalam kemiskinan atau paling tidak dalam kesederhanaan, harta yang di peroleh di peruntukan dalam membantu orang lain. Para sahabat Nabi SAW seperti Abu Bakar RA adalah pedangang, dialah yang menjadi motivator pedagang yang lain untuk memeluk agama Islam seperti Abdurrahman bin Auf, tetapi jika kita lihat hidupnya maka tidak ada yang tahu kalau mereka adalah saudagar kaya. Sedangkan orang kaya saat ini hanya menyumbang sepersekian dari hartanya dan merasa sudah paling banyak beramal , artinya predikat kaya masih menempel di badannya, predikat yang menyebabkan dia andaikata masuk surga akan berselisih lima ratus tahun dengan orang miskin yang masuk surga [3], sedangkan satu hari di akhirat sama dengan seribu tahun untuk ukuran kita [4] "sahut Kiayi Gaos dari samping kanan Musholah

Kemewahan dan gemerlap kota memang telah menggelapkan mata para pemuda tersebut
sehingga melupakan tempat kembali yang hakiki yaitu kampung akherat, kampung yang saat ini masih sekedar mitos bagi kaum hedonisme. Rasulullah pernah bersabda " Bagi tiap sesuatu terdapat ujian dan cobaan, dan ujian serta cobaan terhadap umatku ialah harta-benda." (HR. Tirmidzi). Banyak pekerjaan yang masih di sandang oleh Kiyai Gaos dan anaknya Ustadz Ghani
di bantu oleh pemuka masyrakat dalam menyadarkan pemuda desa Jimbaran agar tidak mudah goyah oleh kehidupan metropolis yang menghalalkan segala cara untuk meraih kenikmatan hidup. Salam : David
Read More..

Jangan Takut Jadi Orang Aneh


“Dunia memang aneh”, Gumam Pak Ustadz
“Apanya yang aneh Pak?” Tanya Penulis yang fakir ini..
“Tidakkah antum (kamu/anda) perhatikan di sekeliling antum, bahwa dunia menjadi terbolak-balik, tuntunan jadi tontonan, tontonan jadi tuntunan,sesuatu yang wajar dan seharusnya dipergunjingkan, sementara perilaku menyimpang dan kurang ajar malah menjadi pemandangan biasa”
“Coba antum rasakan sendiri, nanti Maghrib, antum ke masjid, kenakan pakaian yang paling bagus yang antum miliki, pakai minyak wangi, pakai sorban, lalu antum berjalan kemari, nanti antum ceritakan apa yang antum alami” Kata Pak Ustadz.

Tanpa banyak tanya, penulis melakukan apa yang diperintahkan Pak Ustadz, menjelang maghrib, penulis bersiap dengan mengenakan pakaian dan wewangian dan berjalan menunju masjid yang berjarak sekitar 200 M dari rumah.
Belum setengah perjalanan, penulis berpapasan dengan seorang ibu muda yang sedang jalan-jalan sore sambil menyuapi anaknya”
“Aduh, tumben nih rapi banget, kayak pak ustadz. Mau ke mana, sih?” Tanya ibu muda itu.
Sekilas pertanyaan tadi biasa saja, karena memang kami saling kenal, tapi ketika dikaitkan dengan ucapan Pak Ustadz di atas, menjadi sesuatu yang lain rasanya…
“Kenapa orang yang hendak pergi ke masjid dengan pakaian rapi dan memang semestinya seperti itu dibilang “tumben”?

Kenapa justru orang yang jalan-jalan dan memberi makan anaknya di tengah jalan, di tengah kumandang adzan maghrib menjadi biasa-biasa saja?
Kenapa orang ke masjid dianggap aneh?
Orang yang pergi ke masjid akan terasa “aneh” ketika orang-orang lain justru tengah asik nonton reality show “SUPERSOULMATE” .
Orang ke masjid akan terasa “aneh” ketika melalui kerumunan orang-orang yang sedang ngobrol di pinggir jalan dengan suara lantang seolah meningkahi suara panggilan adzan.
Orang ke masjid terasa “aneh” ketika orang lebih sibuk mencuci motor dan mobilnya yang kotor karena kehujanan.
Ketika hal itu penulis ceritakan ke Pak Ustadz, beliau hanya tersenyum,
“Kamu akan banyak menjumpai “keanehan-keanehan” lain di sekitarmu,” kata Pak Ustadz.
“Keanehan-keanehan” di sekitar kita?
Cobalah ketika kita datang ke kantor, kita lakukan shalat sunah dhuha, pasti akan nampak “aneh” di tengah orang-orang yang sibuk sarapan, baca koran dan mengobrol.


Cobalah kita shalat dhuhur atau Ashar tepat waktu, akan terasa “aneh”, karena masjid masih kosong melompong, akan terasa aneh di tengah-tengah sebuah lingkungan dan teman yang biasa shalat di akhir waktu.

Cobalah berdzikir atau tadabur al Qur’an ba’da shalat, akan terasa aneh di tengah-tengah orang yang tidur mendengkur setelah atau sebelum shalat. Dan makin terasa aneh ketika lampu mushola/masjid harus dimatikan agar tidurnya nyaman dan tidak silau. Orang yang mau shalat malah serasa menumpang di tempat orang tidur, bukan malah sebaliknya, yang tidur itu justru menumpang di tempat shalat. Aneh, bukan?

Cobalah hari ini shalat Jum’at lebih awal, akan terasa aneh, karena masjid
masih kosong, dan baru akan terisi penuh manakala khutbah ke dua menjelang
selesai.

Cobalah anda kirim artikel atau tulisan yang berisi nasehat, akan terasa aneh di tengah-tengah kiriman e-mail yang berisi humor, plesetan, asal nimbrung, atau sekedar gue, elu, gue, elu, dan test..test, test saja.

Cobalah baca artikel atau tulisan yang berisi nasehat atau hadits, atau ayat al Qur’an, pasti akan terasa aneh di tengah orang-orang yang membaca artikel-artikel lelucon, lawakan yang tak lucu, berita hot atau lainnya.
Dan masih banyak keanehan-keanehan lainnya, tapi sekali lagi jangan takut menjadi orang “aneh” selama keanehan kita sesuai dengan tuntunan syari’at dan tata nilai serta norma yang benar.

Jangan takut dibilang “tumben” ketika kita pergi ke masjid, dengan pakaian rapi, karena itulah yang benar yang sesuai dengan al Qur’an (Al A’raf:31) Jangan takut dikatakan “sok alim” ketika kita lakukan shalat dhuha di kantor, wong itu yang lebih baik kok, dari sekedar ngobrol ngalor-ngidul tak karuan.
Jangan takut dikatakan “Sok Rajin” ketika kita shalat tepat pada waktunya, karena memang shalat adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya terhadap orang-orang beriman.
“Maka apabila kamu Telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.. Kemudian apabila kamu Telah merasa aman, Maka Dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (Annisaa:103)

Jangan takut untuk shalat Jum’at/shalat berjama’ah berada di shaf terdepan, karena perintahnya pun bersegeralah. Karena di shaf terdepan itu ada kemuliaan sehingga di jaman Nabi Salallahu’alaihi wassalam para sahabat bisa bertengkar cuma gara-gara memperebutkan berada di shaf depan.
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli [1475]. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”. (Al Jumu’ah:9)
Jangan takut kirim artikel berupa nasehat, hadits atau ayat-ayat al Qur’an, karena itu adalah sebagian dari tanggung jawab kita untuk saling menasehati, saling menyeru dalam kebenaran, dan seruan kepada kebenaran adalah sebaik-baik perkataan;
“Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (Fusshilat:33)
Jangan takut artikel kita tidak dibaca, karena memang demikianlah Allah menciptakan ladang amal bagi kita. Kalau sekali kita menyerukan, sekali kita kirim artikel,
lantas semua orang mengikuti apa yang kita serukan, lenyap donk ladang amal kita….

Kalau yang kirim e-mail humor saja, gue/elu saja, test-test saja bisa kirim e-mail setiap hari, kenapa kita mesti risih dan harus berpikir ratusan atau bahkan ribuan kali untuk saling memberi nasehat. Aneh nggak, sih?
Jangan takut dikatain sok pinter, sok menggurui, atau sok tahu. Lha wong itu yang disuruh kok, “sampaikan dariku walau satu ayat” (potongan dari hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari no. 3461 dari hadits Abdullah Ibn Umar).
Jangan takut baca e-mail dari siapapun, selama e-mail itu berisi kebenaran dan bertujuan untuk kebaikan. Kita tidak harus baca e-mail dari orang-orang terkenal, e-mail dari manager atau dari siapapun kalau isinya sekedar dan ala kadarnya saja, atau dari e-mail yang isinya asal kirim saja. Mutiara akan tetap jadi mutiara terlepas dari siapapun pengirimnya. Pun sampah tidak akan pernah menjadi emas, meskipun berasal dari tempat yang mewah sekalipun.
Lakukan “keanehan-keanehan” yang dituntun manhaj dan syari’at yang benar.
Kenakan jilbab dengan teguh dan sempurna, meskipun itu akan serasa aneh ditengah orang-orang yang berbikini dan ber ‘you can see’.
Jangan takut mengatakan perkataan yang benar (Al Qur’an & Hadist), meskipun akan terasa aneh ditengah hingar bingarnya bacaan vulgar dan tak bermoral.
Lagian kenapa kita harus takut disebut “orang aneh” atau “manusia langka” jika memang keanehan-keanehan menurut pandangan mereka justru yang akan menyelamatkan kita?
Selamat jadi orang aneh yang bersyari’at dan bermanhaj yang benar…
Oleh : Fuad Baradja
Read More..

Hakekat Taqwa


Assalamualaikum Wr Wb
Bissmillahirrohmaanirrohiim

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Alloh, sesungguhnya Alloh Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan". (QS. Al Hasyr (59) : 18)A.

Pemahaman Taqwa.
Kata taqwa ( - ) berasal dari Wiqoyah ( - ) yaitu kalimat yang menunjukkan penolakan
terhadap sesuatu. Al-Wiqoyah berarti apa yang menghalangi sesuatu. (lihat LisanulArab: 15/403 dan Maqoyisul Lughoh: 6/131)

Maka, taqwa seorang hamba kepada Robbnya berarti menjadikan penghalang antara dia
dengan apa yang ditakuti dari Robbnya berupa kemurkaan, kemarahan dan siksaanNya yaitu dengan cara menta'atiNya dan menjauhi maksiat kepada Nya. (lihat, Manhajul Anbiya' fii Tazkiyatin Nufus:28)

Hakekat taqwa adalah:

Beramal dengan menta'ati Alloh Subhanahu wa Ta’ala berdasarkan cahaya ilmu dari Alloh
dalam rangka mengharap pahala Nya serta menjauhi maksiat kepada Nya berdasarkan
cahaya dari Alloh tersebut karena takut siksaan Nya.

Umar rodhiyallohu’anhu pernah bertanya kepada Ubay bin Ka'ab rodhiyallohu’anhu
tentang taqwa, Maka Ubay bertanya (balik): pernahkah engkau menempuh jalan yang
berduri ? Umar menjawab: tentu. Ubay bertanya lagi: apa yang engkau lakukan?
Umar menjawab: hati-hati dan sungguh-sungguh. Maka Ubay berkata: itulah taqwa.

B. Taqwa dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah.

Kata taqwa dalam Al-Qur'an terkadang disandarkan langsung dengan nama Alloh
Subhanahu wa Ta’ala sesudahnya, diantaranya ialah:

1) Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Artinya : "……Dan bertakwalah kepada Alloh yang kepada-Nya lah kamu akan dikumpulkan”.
(QS. Al Maa-idah (5) : 96)

2) Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Alloh, sesungguhnya Alloh Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan". (QS. Al Hasyr (59) : 18)

3) Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Artinya : "…….Dan bertakwalah kepada Alloh agar kamu beruntung". (QS. Al Baqarah (2) : 189)

Apabila kata taqwa disandarkan langsung kepada Alloh, maka maksudnya adalah bertaqwa
(takut) kepada murka Nya, karena dari situlah munculnya berbagai hukuman didunia maupun diakhirat.

Kata taqwa terkadang pula disandarkan kepada tempat diberlakukannya siksaan Alloh
Subhanahu wa Ta’ala yaitu neraka. Alloh berfirman:

Artinya
: "……Maka taqwalah (takutlah) kepada neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu……” (QS. Al Baqarah (2) : 24)

Dan terkadang disandarkan kepada waktu diperlakukannya siksaan Alloh yaitu pada
hari qiyamat. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Artinya : "Dan bertaqwalah (takutlah) dari (azab) hari (Kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa'at dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong". (QS. Al Baqarah (2) : 48)

Sedangkan didalam Sunnah, kata taqwa disandarkan pula pada hal-hal yang diharamkan:

1) Rosululloh Shollalloh’alaihi wa Sallam bersabda:
"Takutlah (bertaqwalah) kepada kedzoliman karena kedzoliman akan menjadi kegelapan pada hari Kiamat. Dan takutlah (taqwalah) kepada kekikiran, karena kekikiran telah membinasakan orang-orang sebelum kalian sehingga membawa mereka menumpahkan darah dan merobek-robek kehormatan". (HR. Muslim: 16/134 Syarah An-Nawawi)

2) Rosululloh Shollalloh’alaihi wa Sallam bersabda kepada Mu'ad bin Jabal ketika diutus keYaman:
"Bertaqwalah (takut) kamu dari do'a orang yang didzolimi, karena antara dia dan Alloh tidak terdapat penghalang". (HR. Bukhori:3/357 fath Al-Bari dan Muslim:1/197
Syarah An-Nawawi)

C. Sarana-Sarana Taqwa
Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan sarana-sarana untuk mencapai taqwa (tujuan
tazkiyatun nufus). Semuanya dapat kita golongkan pada tiga kaidah:

a) Kaidah meneliti seluruh syi'ar-syi'ar Islam.

Sesungguhnya Islam itu aqidah dan hukum-hukum yang tujuannya adalah taqwa atau tazkiyatun nufus agar manusia dapat istiqomah pada perintah Alloh baik secara individu, kelompok maupun masyarakat.

Tauhid merupakan pensucian bagi jiwa (tazkiyatun nufus). Karena dasar hikmah itu adalah mengenal Alloh Subhanahu wa Ta’ala, beribadah, dan takut kepada Nya untuk syirik kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala adalah noda hitam dalam jiwa. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis…". (QS. At Taubah (9) : 28).

Seluruh ajaran Islam bertujuan mensucikan jiwa manusia dari kotoran-kotoran hati. Wudhu, mandi dan tayamum juga merupakan pensucian. Ketika Alloh Subhanahu wa Ta’ala berbicara tentang ketiganya, Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam akhir kalam Nya berfirman:

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendakmengerjakan sholat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Alloh tidak hendak menyulitkan kalian, tetapi dia hendak membersihkan kalian dan menyempurnakan
nikmat-Nya bagi kalian, supaya kalian bersyukur. (QS. Al Maa-idah (5) : 6)

Sholat merupakan pensucian jiwa dan anggota badan dari kekejian dan kemunkaran. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Artinya : "…..Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar……". (QS. Al 'Ankabut (29) : 45)

Didalam sholat terdapat tiga (3) kondisi : ikhlas, khosyah (rasa takut) dan dzikir kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Ikhlas memerintahkan yang ma'ruf, khosyah melarang yang munkar dan dzikir kepada Alloh menjadikannya memiliki mata hati. Begitu pula zakat bertujuan mensucikan jiwa, Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman : artinya : "Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdo'alah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Alloh Maha mendengar lagi Maha Mengetahui". (QS. At Taubah (9) : 103)

Dan begitulah seluruh ajaran Islam bertujuan mensucikan jiwa, jika kita mau meneliti ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits-Hadits Rosululloh Shollalloh’alaihi wa Sallam, maka kita akan menemukannya.

Dengan demikian jelaslah bahwa jalan yang dapat mengarahkan kepada taqwa adalah ibadah, karena ibadah adalah:
"nama yang umum dan menyeluruh, yang mencakup perkataan dan perbuatan yang dicintai dan diridhoi Alloh Subhanahu wa Ta’ala".

b) Kaidah mengenal sifat orang-orang taqwa yang sempurna dan orang-orang mukmin yang ikhlas. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Artinya:"Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan sholat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelummu, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat. Mereka Itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Robb mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung". (QS. Al Baqarah: 2-5)

Ayat yang menerangkan tentang sifat-sifat orang yang bertaqwa ini seluruhnya bertujuan pada pensucian jiwa.

c) Kaidah mengenal hakekat wali.
Wali-wali Alloh Subhanahu wa Ta’ala adalah orang-orang mukmin yang bertaqwa. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Artinya:"Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Alloh itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati". (QS. Yunus: 62)

d) Rukun-Rukun Taqwa
Menurut ahlu sunnah wal jama'ah suatu amal hanya
diterima dari orang –orang yang bertaqwa yaitu orang yang amalnya ikhlas karena
Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan sesuai dengan syari'at yang ditetapkan Rosululloh
Shollalloh’alaihi wa Sallam. Sebagian ulama' merumuskannya dengan dua point
pokok:

a. Tidak beribadah kecuali hanya kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala.

b. Tidak beribadah kepada Alloh kecuali dengan apa yang diperintahkan dan
disyari'atkanNya melalui lisan RosulNya.

Ketentuan ini didasarkan oleh dalil-dalil Al-Qur'an dan Hadits sebagai berikut:

Artinya : "Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). ia Berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Alloh hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa". (QS. Al Maa-idah (5) : 27)

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Artinya : "Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun". (QS. Al Mulk (67) : 2)

Dalam menafsirkan yang lebih baik amalnya (-)
Al-Fudhoil bin Iyad berkata: yaitu yang paling ikhlas dan paling benar, maka
orang-orangpun bertanya: hai abu Ali, apa yang paling ikhlas dan yang paling
benar itu? Beliau menjawab: sesungguhnya amal apabila ikhlas tetapi tidak
benar, maka tidak diterima. Sampai amal itu benar-benar ihklas dan berada
dijalan yang benar. Ikhlas adalah karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan benar
itu adalah sesuai Sunnah (tuntunan Rosululloh Shollalloh’alaihi wa Sallam).

Dua syarat diatas ditambahkan dengan satu point penting lainnya yaitu:

c. Ilmu
Yaitu mengetahui (ilmu) dua rukun diatas dan mengetahui hakekat taqwa itu sendiri serta hal-hal lainnya yang terkait.

Mujiarto Karuk

Read More..

Sunday, November 8, 2009

Kecil Tapi Berarti


Seringkali kita berpikir bahwa untuk menjalani kehidupan yang benar-benar istimewa, kita harus melakukan tindakan besar atau prestasi hebat yang akan membuat kita dikenal orang dan menjadi bahan pembicaraan banyak orang. Ternyata... hal itu tidaklah sepenuhnya benar. Justru sebaliknya, hidup yang penuh makna akan diperoleh dari serangkaian tindakan sehari-hari yang baik, yang meski terkesan sepele, tapi justru menambahkan sesuatu yang sungguh hebat bagi jalan kehidupan.

Sadarilah, setiap peristiwa yang kita hadapi setiap hari, pastilah atas skenario dari Tuhan, oleh karenanya, setiap orang yang memasuki kehidupan kita pasti memunyai satu pelajaran untuk disampaikan atau satu kisah untuk diceritakan. Atau bisa jadi, setiap orang yang pada suatu waktu Anda temui atau menghiasi hari-hari Anda, mengisyaratkan adanya suatu kesempatan pada kita untuk menunjukkan kebaikan-kebaikan kita yang menegaskan kemanusiaan kita.



Mengapa tidak kita ciptakan lebih banyak makna bagi kehidupan kita melalui hal-hal kecil yang bisa kita sampaikan pada orang-orang di sekitar kita. Saya pikir, jika hari ini kita membuat satu orang tersenyum atau kita bisa mencerahkan suasana hati orang lain, maka hari kita akan menjadi hari yang bermanfaat. Karena betapapun sangat sederhananya, kebaikan, adalah biaya yang harus kita bayar atas kesempatan yang kita peroleh untuk bisa hidup di bumi ini.

Marilah kita tantang diri kita untuk lebih kreatif dalam menunjukkan kebaikan kepada orang-orang di sekitar kita. Mungkin dengan menawarkan tempat duduk kita di angkutan umum kepada seseorang yang lebih membutuhkannya (hal ini sangat klise, tapi selalu saja membuat orang lain senang menerimanya...), mungkin dengan memberi ucapan "selamat pagi...", "terima kasih dan selamat menjalankan tugas" kepada petugas pom bensin ketika selesai mengisi bensin atau petugas pintu tol ketika membayar tol. Mungkin dengan menjadi orang pertama yang memberikan salam atau sapaan kepada petugas satpam di tempat kita bekerja. Semuanya merupakan hal-hal kecil tapi merupakan hal-hal yang luar biasa untuk mengawalinya.

Suatu waktu, saya pernah diberi hadiah bingkisan yang isinya ikan asin oleh seorang alumnus pelatihan saya, saya begitu senang dan terharu atas perhatian yang diberikannya itu. Sungguh, saya tidak melihat isi dari hadiah itu, tapi saya merasakan kesungguhan dia dalam memberikan hadiah tersebut. Saya juga orang biasa, yang cenderung merasa senang kalau diberikan sesuatu, Anda juga pasti merasakan hal yang sama. Maka, senangkanlah orang-orang di sekitar Anda,
dengan memberikan sesuatu, meskipun hal-hal yang kecil...
Read More..

MENAJAMKAN NURANI


Dalam perspektif Islam, setiap manusia cenderung berada dalam fitrah keberagamaan.

Hal itu berbentuk kesadaran tentang keterbatasan diri, sekaligus ketergantungan kepada sesuatu di luar dirinya, khususnya kepada yang gaib. Keterbatasan ini pengantar manusia untuk patuh kepada yang gaib. Fitrah ini sejatinya bersifat
al-hanafiyah al-samhah, yang selalu mengajaknya bersikap dan berperilaku luhur.
Fitrah ini melekat pada kedirian manusia sejak lahir hingga maut menjemputnya.

Persoalannya, tidak setiap manusia mau atau dan mampu merasakan getaran-getaran
fitri ini. Realitas menunjukkan, dari hari ke hari, perbuatan banyak manusia—khususnya umat Islam Indonesia—tidak mencerminkan nilai-nilai keberagamaan luhur, tetapi justru bertentangan secara diametral dengan nilai-nilai kemanusiaan hakiki.

Kehidupannya dipenuhi angkara murka dan kebejatan. Jika binatang menerkam mangsanya sekadar untuk mempertahankan hidup atau karena kehidupannya terancam, manusia yang tidak merasakan getaran kefitrahan ini menghabisi—dalam pengertian luas—manusia lain lebih didorong keserakahan dan ketamakan, yang sulit terpuaskan sampai kapan pun.


Untuk mengumbar nafsunya, manusia tanpa getaran nilai-nilai agama itu bisa melakukan apa saja. Mereka bisa menampakkan diri sebagai pengkhotbah, berbicara tentang etik-moralitas kejujuran, solidaritas sosial, dan sejenisnya, tetapi senyatanya mereka adalah penghancur nilai-nilai itu. Mereka juga bisa menahbiskan diri sebagai wakil rakyat, ke mana-mana mengaku memperjuangkan kepentingan rakyat. Namun, pada saat yang sama, mereka mengeruk uang rakyat, memakan uang haram, dan jika mungkin menghabiskan kekayaan negeri ini. Manusia semacam ini juga bisa berkeliaran di dunia pendidikan. Melalui pendidikan, bukan kecerdasan dan pemberdayaan rakyat yang dilakukan. Mereka berkutat di dunia akademis sekadar menutupi nafsu kekuasaannya.

Jelasnya, manusia dengan nurani keberagamaan yang tumpul telah menyesaki ruang
publik kita. Mereka ada di mana-mana, di sekitar kita, atau—bisa-bisa— kita tanpa menyadari telah memetamorfosis menjadi manusia seperti itu; manusia yang diperbudak oleh nafsu.

Asah nurani

Tumpulnya fitrah keberagamaan pada manusia semacam itu, salah satunya, berpulang pada keengganan mereka untuk mengasah nurani. Kepenganutan agama yang seharusnya diarahkan untuk mencerdaskan kedirian (spiritual, emosional, dan intelektual) direduksi—sadar atau tidak—sekadar menjadi tradisi yang membatu.
Agama yang seharusnya mendewasakan manusia dibiaskan sebagai tameng diri yang berproses mengerdilkan jiwa; mereka meletakkannya sebagai kompensasi dosa-dosanya. Seperti anak kecil, karena—misalnya— sudah mau sikat gigi, lalu merengek-rengek minta dibelikan permen. Karena sudah shalat dan menjalankan perintah agama yang lain, mereka merasa "berhak" melakukan korupsi, menggerogoti uang negara dan rakyat, atau melakukan perbuatan munkarat lainnya.

Mereka tidak menjadikan ritual agama, semacam shalat dan puasa, sebagai proses dialog intens dengan Sang Pencipta untuk menelanjangi diri, dan sebagai bentuk
kepatuhan untuk menjalankan ajarannya dan menjauhi dosa-dosanya, terutama dosa
sosial yang nilainya jauh lebih berat dari dosa yang privat.

Mereka tidak menjadikan agama sebagai dasar untuk membangun kehidupan yang lebih baik bukan hanya di akhirat, tetapi di dunia ini dalam berbagai dimensi, terutama di ranah publik dari ekonomi, sosial, politik, hingga pendidikan.

Kondisi ini akan membuat agama kehilangan viabilitasnya. Klaim bahwa bangsa ini
taat beragama bisa-bisa menjadi bumerang yang menghancurkan, jika tidak sekarang mungkin kelak pada masa datang. Karena itu, pengembalian peran agama kepada ranahnya tak perlu diperdebatkan lagi. Artinya, signifikansi rekonstruksi keberagamaan menjadi mutlak dilakukan.

Pengendalian diri

Puasa—dan tidak bisa ditunda lagi—niscaya dikembangkan sebagai momen ke sana.
Puasa sebagai ikon pengendalian diri sekaligus pengembangan moralitas luhur—kejujuran, solidaritas sosial, dan sejenisnya—perlu dilabuhkan dalam kehidupan dan diformulasi sebagai dasar pengembangan sistem yang dapat merawat kelangsungan bangsa.

Tahun lalu kita telah berpuasa. Dua tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya, kita
juga berpuasa. Namun, kenyataan kehidupan di sekitar kita tetap morat-marit.
Bangsa ini tetap terpuruk dalam megapersoalan, dari korupsi yang menjangkiti elite hingga politik yang penuh fitnah yang nyaris menjadi tradisi para politisi. Semua ini menunjukkan, kita hanya puasa sebatas lahir. Karena itu, Ramadhan ini harus dijadikan puasa holistik yang mampu menajamkan nurani.
Dengan ketajaman nurani, kita akan merasa risi melakukan hal-hal yang syubhat, yang tidak jelas nilai keluhurannya, apalagi yang jelas merugikan rakyat dan negara.

Abd A'la Guru Besar; Pembantu Rektor 1 IAIN Sunan Ampel, Surabaya
Read More..

FENOMENA HAJAR ASWAD


Neil Amstrong telah membuktikan bahwa kota Mekah adalah pusat dari planet Bumi. Fakta ini telah di diteliti melalui sebuah penelitian Ilmiah. Ketika Neil Amstrong untuk pertama kalinya melakukan perjalanan ke luar angkasa dan mengambil gambar planet Bumi, di berkata : “Planet Bumi ternyata menggantung di area yang sangat gelap, siapa yang menggantungnya ?.”
Para astronot telah menemukan bahwa planet Bumi itu mengeluarkan semacam radiasi, secara resmi mereka mengumumkannya di Internet, tetapi sayang nya 21 hari kemudian website tersebut raib yang sepertinya ada asalan tersembunyi dibalik penghapusan website tersebut.
Setelah melakukan penelitian lebih lanjut, ternyata radiasi tersebut berpusat di kota Mekah, tepatnya berasal dari Ka’Bah. Yang mengejutkan adalah radiasi tersebut bersifat infinite ( tidak berujung ), hal ini terbuktikan ketika mereka mengambil foto planet Mars, radiasi tersebut masih berlanjut terus. Para peneliti Muslim mempercayai bahwa radiasi ini memiliki karakteristik dan menghubungkan antara Ka’Bah di di planet Bumi dengan Ka’bah di alam akhirat.


Di tengah-tengah antara kutub utara dan kutub selatan, ada suatu area yang bernama ‘Zero Magnetism Area’, artinya adalah apabila kita mengeluarkan kompas di area tersebut, maka jarum kompas tersebut tidak akan bergerak sama sekali karena daya tarik yang sama besarnya antara kedua kutub.
Itulah sebabnya jika seseorang tinggal di Mekah, maka ia akan hidup lebih lama, lebih sehat, dan tidak banyak dipengaruhi oleh banyak kekuatan gravitasi. Oleh sebab itu lah ketika kita mengelilingi Ka’Bah, maka seakan-akan diri kita di-charged ulang oleh suatu energi misterius dan ini adalah fakta yang telah dibuktikan secara ilmiah.
Penelitian lainnya mengungkapkan bahwa batu Hajar Aswad merupakan batu tertua di dunia dan juga bisa mengambang di air. Di sebuah musium di negara Inggris, ada tiga buah potongan batu tersebut ( dari Ka’Bah ) dan pihak musium juga mengatakan bahwa bongkahan batu-batu tersebut bukan berasal dari sistem tata surya kita.
Dalam salah satu sabdanya, Rasulullah SAW bersabda, “Hajar Aswad itu diturunkan dari surga, warnanya lebih putih daripada susu, dan dosa-dosa anak cucu Adamlah yang menjadikannya hitam. (Jami al-Tirmidzi al-Hajj (877))
***



Read More..

Hidup adalah pilihan


Ketika suatu saat ada yang menanyakan kepada kita, “untuk apa anda hidup?”, apa yang akan kita jawab pasti berbeda dengan orang lain, setiap orang akan punya jawaban sendiri-sendiri, ada yang menjawab “ingin kaya”, “ingin mendapat jabatan”, “ingin berfoya-foya dan bersenang-senang”, dan lainnya. Kita punya alasan sendiri dengan jawaban kita yang kita berikan.

Setiap manusia yang terlahir ke bumi ini, dari mulai ia masih dalam bentuk sperma dan ovum, yang kemudian terjadi proses pembuahan di dalam rahim sang ibunda, kemudian menyatu dan semakin lama sel itu terus membelah, dari dua menjadi empat, kemudian menjadi delapan, menjadi enam belas dan terus membelah hingga akhirnya terbentuklah embrio dengan melalui proses morulla, blastula, gastrula (betul ga yah..??), hingga sembilan bulan lamanya ibunda tercinta mengandung embrio yang kemudian menjadi bentuk manusia yang sangat unik yang sering kita sebut “bayi”, yang akhirnya terlahir ke muka bumi dengan perjuangan keras antara hidup dan mati sang ibunda.

Benarkah kita terlahir sebagai seorang pemenang? kalau jawabnya ya, lalu kenapa masih banyak orang yang berputus asa, mengapa masih banyak orang hilang semangat hidupnya seakan tak ada lagi harapan. Apa makna yang terkandung dalam kata pemenang itu sendiri, apakah dengan banyaknya harta, jabatan atau yang selalu membuat kita puas.

pernahkah kita merenungkan kejadian dalam hidup kita? coba kita flash back tentang bagaimana saat ini kita bisa berada di bumi ini, ketika jutaan sperma, bayangkan!!! jutaan sperma, bukan lagi 10, 20,100 semacam lomba yang kita sering ikuti, sekali lagi jutaan sperma yang berjuang berlomba untuk dapat membuahi satu sel telur, hanya satu sel telur, dan di antara jutaan sperma itu adalah kita yang juga ikut berlomba. Tapi percayakan anda, bahwa andalah yang berhasil memenangkan persaingan itu, andalah yang berhasil membuahi sel telur itu, hingga lahirlah anda yang saat ini.

ya, kita adalah pemenang dalam hidup kita, layaknya sebuah permainan sepak bola maka kita yang menjadi pemainnya, kita yang menentukan akan di bawa ke mana permainan kita, kitalah yang mencetak goal, bukan orang lain yang hanya menonton dan menyoraki setiap permainan kita, lalu pertanyaanya, seberapa besar pengaruh penonton dalam setiap permainan kita, mungkin banyak yang akan terus menyemangati kita, tapi tak sedikit yang terus dan terus menyudutkan kita, mencoba membuat permainan kita tidak stabil.


seperti itulah hidup, bagai permainan sepak bola, ada pemain, ada penonton atau ada yang sama sekali tidak dalam kategori keduanya, atau bisa disebut tidak mian dan tidak juga nonton. Mau jadi apa kita, menjadi pemainkah, yang mampu menggiring bola mendekati gawang dan kemudian menggoalkannya, atau menjadi seorang penonton yang hanya mampu berteriak menyoraki setiap kejadian dalam permainan itu, tapi tak bisa menggiring apalagi menggoalkan bola, atau bahkan kita hanya mau menjadi orang yang tidak melakukan apapun dan tidak akan menghasilkan apapun.

Teman, ketika kita menjadi pemain, maka wajarlah ketika kita harus terjatuh, kemudian luka dan sebagainya, itulah risiko yang akan kita dapatkan ketika kita menjadi seorang pemain. Sesungguhnya, kegagalan itu tidan ada dalam kamus kehidupan sang pemenang, tapi yang ada adalah pelajaran, ketika seorang thomas alfa edison terus mengalami percobaan untuk membuat bola lampu, hingga hampir seribu kali ia belum berhasil, bayangkan kalau seandainta pada percobaan ke sepuluh ia sudah berputus asa untuk tidak melanjutkan perobaannya, maka tak akan kita rasakan terangnya lampu di rumah kita. Kawan, ketika kita berhenti karena sebuah tantangan yang kita hadapi, maka sebatas itulah kemampuan kita, bukan bisa atau tidak bisanya kita menjadi seorang pemenang ketika kita bermain, tapi masalahnya adalah mau atau tidak mau kita berusaha untuk menjadi pemenang.

Hidup itu adalah pilihan setiap harinya, semangatkah yang ada dalam diri kita ataukah kelemahan yang senantiasa ada dalam menemani hari-hari kita, itu semua adalah pilihan. Apakah ketika kita tidak semangat, kita hanya akan menunggu ada orang yang akan menyemangati dan memotivasi kita? sebenarnya motivasi bukan dari orang lain, orang lain hanya mampu menyampaikan sesuatu kepada kita, tetapi motivasi itu ada dalan diri kita yang sering kita sebut “self motivation”. Sebesar apapun masalah yang sedang kita hadapi, jangan sampai kita kalah oleh keadaan, semua pasti ada jalannya, kalaupun hari ini kita menjadi orang yang murung karena masalah yang sedang kita hadapai, apakah masalah itu akan selesai dengan kita murung? apakah masalah akan selesai dengan kita marah? jawabannya..TIDAK!!! apalagi kalau kita harus lari dari masalah, itu semua tidak akan menjadikan kita keluar dari masalah, tapi justru membuat semuanya semakin parah. Semuanya pilihan…kembali kepada kita, yang mana yang akan kita pilih.

Kawan, jadilah sang pemain yang punya kemauan untuk terus berusaha hingga akhirnya kita mampu menjadi seorang pemenang, jangan pernah kalah oleh keadaan, jadilah orang yang mampu membuat keadaan menjadi lebihbaik dan luarbiasa.

Ingat!!! Jangan menunggu motivasi dari orang lain, motivasilah diri sendiri sehingga kita mampu memotivasi orang lain akhirnya.

Senantiasa tersenyum dan bakarlah semangat….
Read More..

Thursday, October 22, 2009

Jalani Proses … Bismillah


Beberapa hari yang lalu, Alhamdulillah, Allah memberikan kesempatan bagi ku dan beberapa teman, saudara untuk melakukan rihlah di sebuah air terjun yang paling terkenal di kota Batu, Coban Rondo … Subhanallah, begitu sempurnanya ciptaan Allah, tidak ada yang cacat sedikitpun, kalo pun ada, pasti ada kesalahan pada yang menilai bahwa ciptaan Allah itu ada yang cacat, coba di cek lagi …
Di tengah-tengah rihlah itu, sejenak ku merenung akan air dingin itu mengalir membasahi kaki-kakiku, tanah, bebatuan , serta alam sekitar … bahwa air itu layaknya sebuah proses.
Jalani saja setiap proses takdir yang ada di depan mata, syukur2 setiap proses dan ikhtiar yang kita lakukan, memberikan manfaat bagi orang lain … layaknya air yang mengalir dari mata air, yang melewati bebatuan dengan lincahnya, yang menyuburkan tanaman dengan kandungannya, yang membangkitkan energi dengan potensinya, dan yang menyehatkan bagi manusia dengan mineralnya …

Subhanallah… kadang kita berhenti pada sebuah proses karena sebuah halangan dan rintangan, padahal ujian dan cobaan , rintangan, dan halangan … itu adalah Tarbiyah dari Allah , pembelajaran dari Allah untuk menaikkan derajat kita pada derajat yang lebih tinggi di sisi Allah, sebagai orang yang bersabar dan kerja keras meraih ridho Allah . Nah, kalo kita menghadapi sebuah cobaan , maka yang pertama kali kita lakukan adalah bersabar, kemudian menganalisis permasalahan, mencoba berbagai alternatif cara sebagai solusi bagi permasalahan itu. Bagaimanapun juga, Allah yang menciptakan permasalahan dan ujian, Allah pula yang pastinya memberikan solusi … tergantung ikhtiar kita mencari solusi itu , ibarat penyakit, Allah menurunkan penyakit , Allah pula yang menurunkan obatnya … melalui ikhtiar , do’a, iman dan tawakkal … insha Allah kesembuhan itu akan kita dapatkan (sabar ya …. srif).
Then, yakin sepenuhnya kepada Allah (baca : iman) adalah modal awal untuk memulai setiap langkah ikhtiar untuk menjemput setiap solusi dari segala permasalahan yang ada pada kita. Solusi dan rezeki itu sudah tersedia .. tinggal bagaimana cara kita meraih karunia Allah berupa solusi dan rezeki itu …
semoga bermanfaat – karena “Sebaik-baik orang di antara kamu adalah yang bermanfaat bagi manusia”
salamdarinanda
“karena Berharap kepada Allah , adalah pengharapan yang tak pernah membuat kita kecewa”
DIarsipkan di bawah: belajar Islam by Muhammad Yasrif
Read More..

Tentang Sebuah Kebahagiaan


Dalam kehidupan yang telah dijalani, Allah SWT telah mempertemukanku dgn 2orang sahabat yg luar biasa yg slalu jd pembanding dalam hatiku.
2orang yg membuatku melihat bahwa sebuah kehidupan itu dapat memberikan kebahagiaan tanpa dipengaruhi oleh status & harta melimpah.
Orang yg p’tama adalah seorang pengusaha.
Ia berkantor di gedung megah di sebuah jalan dengan nama jenderal yg tersohor di Jakarta.
Seorang dengan kekayaan yg lebih dr 100M & hidup sangat mapan.
Makan siangnya ia habiskan dari 1hotel mewah ke hotel mewah lainnya.
Makan siang yg dgn harga yg begitu fantastis, tapi tidak pernah membuatnya puas.
Pernah sekali waktu ia bercerita kepadaku, ia harus makan siang di Singapura untuk memenuhi rasa puasnya. Tapi tetap saja ia mengeluh…
Ada saja suasana yg salah dalam makan siang nya itu.
Hidupnya begitu dikelilingi oleh orang-2 yg sangat setia kepadanya.
Orang-2 yg tidak dapat membantah keinginannya.
Tapi ia tetap mengeluh & merasa hidupnya tidak dihargai oleh mereka.
Ia anggap istrinya hanya menghabiskan kekayaannya & anak-2nya tidak mengerti akan susahnya mencari uang. Ia mencap anak-2nya dgn ”Terbiasa Hidup Enak”& slalu mencurigai mrk ketika mereka ingin mengajaknya bicara / bertukar pendapat.
Ketika anak-2nya bertanya kepadanya akan sesuatu hal, ia selalu mengomentarinya dgn mengatakan, “pasti UUD “ujung-ujungnya duit”.

Lain dgn istrinya yg ia anggap sebagai sebuah mesin “Vacum Cleaner” yg menyedot uang berapapun ia berikan.
Setiap bertemu denganku, keluh kesah itu slalu t’dengar.
Ia merasa hidupnya amat terasing, & tidak dicintai oleh orang-2 terdekatnya sekalipun.
Ia bosan dgn orang-2 yg slalu menuruti kemauannya.
Ia ingin dihargai dgn seseorang yg mengatakan “TIDA” kepadanya.
Aku hanya tersenyum. Aku bertanya kepadanya, “Jika istri atau anak-2mu berkata tidak kepadamu, apakah engkau marah? “Tentu” Jawabnya.
Kalau begitu, belajarlah untuk tidak marah terlebih dahulu.” Jawabku..
Dalam berbagai pertemuan denganku selalu yang menjadi topik pembicaraan adalah tentang usahanya.
Ia b’keluh kesah tentang segala macam, yg sebenarnya tak perlu ia khawatirkan.
Suatu yg sebenarnya riak-2 biasa dlm sebuah usaha yg tak perlu ditakuti bagi perusahaan sebesar yg ia miliki.
Ia terkena insomnia beberapa tahun yang lalu, Sesekali jika bosan, ia memanggil salah seorang satpamnya yg slalu “bertengger”di pos depan rumahnya untuk bertanding catur dengannya.
Sungguh sebuah hidup yg ironis ditengah tumpukan kekayaan dan kemapanan.
Berkali-2 aku mengingatkan akan pentingnya arti SHOLAT baginya,Tapi ia selalu menampiknya.. Baginya sholat itu tidak terlalu penting. Dalam sebuah kesempatan kutuliskan sebuah catatan baginya:
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit,& Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS Thaahaa [20]:124)
Sahabat ke2 yg luar biasa bagiku adalah seorang yang teramat biasa.
Aku bertemu dgn nya di masjid tempatku biasa berjamaah.
Ia seorang “office boy” dr sebuah perusahaan majalah wanita.
Dalam pertemuan sehabis berjamaah Dhuhur & Ashar, ia selalu bercerita kepadaku tentang keluarganya.
Ia memiliki anak 7 orang. Yg paling besar duduk di kelas 2 SMP & yg terakhir berumur 5 bulan. Setiap ia bercerita tentang keluarganya kepadaku, matanya begitu berbinar & raut wajahnya begitu ceria.
Ia bercerita, ia masih menumpang kepada mertuanya.
Mertuanya itu memberinya 1kamar untuk ia tinggali bersama istri & anak-2nya.
Ia sadar bahwa itu tdk cukup u/ keluarga kecilnya, tapi ia juga tak mampu u/ mengontrak rumah.
Sejak kelahiran putri yg terakhir, ia mengalah & tidur di musholla sebelah rumahnya bersama anak pertamanya. “Saya SENANG, pak? krn tiap malam saya bisa b’TAHAJUD dgn suasana yg sangat hening & damai di musholla.” Begitu ia bercerita kepadaku.!!

Setiap kami bertemu, tidak pernah ia berkeluh kesah kepadaku.
Tidak jg memohon belas kasihan atau bantuan. Ia selalu berbinar & ceria.
Hidupnya yg jauh dari kecukupan tidak pernah menyurutkannya.
Ia bercerita kepadaku, beberapa minggu yg lalu, salah seorang keluarga istrinya, yg tidak memiliki keturunan, datang u/ mencoba membujuk dirinya & istrinya agar mengasuh salah 1 atau 2 anaknya.
Ia menampiknya & PERCAYA bahwa Allah SWT akan menCUKUPi segala kebutuhan mrk.

Tidak tampak kelelahan / kesusahan dlm raut wajahnya.
Setiap habis SHOLAT b’jamaah, doa-2nya begitu panjang ia panjatkan.
Aku teringat akan seorang sahabat Rasulullah saw dgn sebutan “Bastul Wajhi” (Wajah yang bercahaya).
Billal bin Rabbah namanya. Seorang “bekas” budak dgn warna kulit yg gelap tapi mendapat gelar yg begitu agung dari Rasulullah.
Setiap Rasulullah berkumpul dgn para sahabatnya dalam sebuah majelis, jika Bilal tidak kelihatan, Rasulullah selalu mencarinya dgn mengatakan, “Dimana Bilal?” Suatu ketika Rasulullah bertanya kepada Bilal di depan para sahabatnya , “Wahai Bilal, ditampakkan kepadaku surga,& aku melihat langkahmu mendahului langkahku di dalam taman surga.
Amalan apa yg engkau perbuat sehingga begitu?”
“Bilal menjawab, “Ya Rasulullah, tidak ada sesuatu yg melebihi Engkau selain dari pada setiap aku habis berwudhu, aku kerjakan sholat sunnat 2rakaat.” (HR At Tirmidzi).
Suatu kali, setelah sholat berjamaah, sahabatku ini datang kepadaku dengan membawa sesuatu.
Ia berkata kepadaku, “Pak, tetangga saya baru pulang haji, saya diberi oleh-2 tasbih ini, mohon Bapak pergunakan saja.
Saya lihat Bapak suka b’Zikr, pakailah tasbih ini supaya saya juga mendapat kebaikan dari amal sholeh Bapak.” Mataku berkaca-kaca. Tak pernah rasanya aku dihargai orang lebih dari apa yg ia perbuat kepadaku. “Insya Allah” Jawabku. Suatu ketulusan yang luar biasa. Ia bercerita, ia ingin selalu berbuat amal sholeh.
Tapi ia sadar ia tidak dapat membantu orang lain dengan harta yang dimiliknya.
Ia ingat apa yang Rasulullah saw sampaikan, “Senyum itu juga sedeqah.”(HR Muslim).
Ia ingin berbuat baik kepadaku, tapi ia memiliki keterbatasan.Ia bahagia dgn apa yg ia lakukan. Sejak itu TASBIH itu selalu menyertaiku & sebuah ketulusan yg selalu menjadi panutan bagiku.
“…Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan menCUKUPkan (kebutuhan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki)-Nya.
Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS Ath Thalaaq [65]:3)
Aku bersyukur kepada Allah SWT, 2sahabat yg telah mengajarkan kepadaku sebuah arti kebahagian. Kebahagian bukanlah terletak pada tumpukan harta tapi ketaqwaan kepada Allah SWT.
Rasulullah bersabda, “Wahai sahabat-sahabat ku tidaklah disebut kaya seseorang itu karena banyak hartanya, tapi yang disebut kaya (yang sebenarnya) adalah kekayaan jiwa.” (HR Bukhari & Muslim)

Aku teringat akan sebuah doa Rasulullah saw,
“Ya Allah cukupkanlah bagiku rizQ yg halal dr pd yg haram & anugerahkanlah kepadaku kekayaan,dgn kemurahan-Mu, melebihi siapapun selain Engkau.” (HR At Tirmidzi)
semoga bermanfaat {Forward dari milis eqolbu@yahoogroups.com}
salamdarinanda
Read More..

Gue orang kaya yang sangat beruntung


Gue adalah orang yang terkaya di dunia loh! Dan gue juga orang yang paling beruntung. Gak percaya…? Mari kita buktikan!

Gue menikah di usia yang sangat muda (umur 22 tahun) dan sekarang udah punya anak cewek umur setahun. Gue sekeluarga tinggal di Bali jauh dari orangtua, jauh dari mertua dan yang paling penting
jauh dari sanak saudara yang gak ada gunanya, kecuali cuma buat komentar dan ngegosipin kehidupan keluarga kita. Rumah kontrakan yang kita tinggalin tepat di depan dan dibelakang sawah. Bo! Atmosfirnya bagus banget buat kesehatan keluarga kita, ditambah dengan lingkungannya yang gak usil, benerbener
bagus buat perkembangan otak anak gue. Tinggal di lingkungan tradisional seperti sekarang ngebuat anak gue kaya akan referensi, karena gak jauh dari tempat tinggal kita (+/ 10 menit) udah ada Kuta yang bernuansa Internasional. Kurang mewah apa coba?

Gue gak butuh pamer! Jadi gue gak perlu keluar duit yang gak perlu cuma buat beli pakaian model terbaru, atau tas dan sepatu yang matching, atau make up yang bikin muka gue jadi makin kaya ondelondel, atau perhiasan yang ngebuat mata bandit menatap tajam. Yang gue perluin buat diri gue sendiri cuma makan 3 kali sehari dengan menu seimbang antara karbohidrat, protein, vitamin & mineral dan gue juga masih sanggup buat beli susu! Kurang mewah apa coba?

Untuk kebutuhan sekunder dan tertier, gue cuma punya TV 14 inchi merk Sanyo (dimana acaranya emang gak guna buat ditonton, jadi TV ukuran segitu udah berlebihan banget), kulkas kecil buat taruh air es dan buah segar, tape mini buat nyetel musik Mozart pengantar tidur, DVD player (cuma sesekali dipakai), Setrika (cuma sesekali dipakai), laptop (cuma sesekali dipakai) dan terakhir motor Honda supra fit cicilan yang perawatannya gak mengeluarkan banyak biaya, yang hemat BBM, dan kalo pecah ban dan rusak velg cuma ganti beberapa puluh ribu aja. Kurang mewah apa coba?

Soal rasa aman, udah jelas gak bakal ada maling yang minat buat ngambil barang gue, secara gue gak pernah nyimpen emas dan barang elektronik yang gue punya ENGGA BANGET! Jadi gue gak perlu waswas kalo pergi dalam waktu lama. Selain itu, Bali gitu loh! The savest place on earth… Kurang mewah apa coba?

Gue dan suami jobless. Jadi kalo ditanya orang apa pekerjaan kita, paling kita jawab SENIMAN. Terus gimana kita bisa membiayai kehidupan seharihari? Good question! Kita jalin hubungan yang baik dengan
beberapa foreigner. Mereka pesan barangbarang etnik lewat kita (semacam sepatu etnik, sendal etnik, tas etnik, topi, etc), terus kita punya tukang yang bakal ngerjain pesananpesanan tadi di rumah masingmasing,
setelah selesai mereka bakal nganterin pesanan ke rumah dan kemudian kita tinggal mengirimnya ke cargo. Gampang khan? Kita gak butuh NPWP karena udah ada cargo yang mengurus semua, karena itu kita juga gak pernah bayar pajak karena usaha kita adalah “usaha siluman”. Tapi yang jelas, begitu barang nyampe di cargo, kita udah tinggal kipaskipas duit karena bayaran langsung ditransfer via rekening. Soal quality control, udah ada orang tuh yang kita bayar buat ngejaga kualitasnya. Jadi kita gak perlu kerja banting tulang dari jam 9 pagi sampe jam 5 sore dengan bayaran gak seberapa dan otak butek karena pekerjaan yang membosankan, tapi tiap minggu kita dapet duit minimal 10 juta. Kurang mewah apa coba?

Untungnya kita gak kalap, dalam artian dapet duit segepok langsung belanja belanji. Kita cuma ambil sebagian kecil buat kebutuhan seharihari dan sisanya… invest lah. Jadi uang tadi bisa terus hamil dan hamil terus dan terus dan terus. Kurang mewah apa coba?

Dengan kehidupan yang santai dan tanpa kerjaan seperti sekarang, gue dan suami bisa 24 jam terusterusan sama anak gue, Qiu Mattane Lao. Kita bisa pantau terus perkembangannya, kita bisa main terus tanpa henti dan semakin lama kita bertiga udah seperti satu tim yang kompak dalam berbagai urusan. Urusan jalanjalan tiap hari, hayuh! Urusan main ujanujanan, okeh! Urusan main pasir di pantai, tob banget! Coba mikir,

bapak atau ibu mana yang benerbener bisa terusterusan sama anaknya selama 24 jam dalam sehari dan 365 hari dalam setahun? Kurang mewah apa coba?

Tx God gue dapet suami yang… GUE BANGET! Gue benerbener dapet teman hidup. Yak… betul! Benerbener teman hidup. Gue bisa curhat soal cowok yang ini lah, yang itu lah. Gue juga bisa diskusi soal politik, sosial, ekonomi, etc. Gue juga bisa protes soal apa aja ke suami gue. Dannn begitu juga sebaliknya. Karena gue gak bisa masak, suami gue yang masak. Karena suami gue gak pernah bisa rapi, gue yang gila akan kerapian (persis Monica di Friends) bakal dengan senang hati beresberes rumah. Karena gue gak pernah doyan nyuci baju, suami gue yang ngerjain. Karena gue seneng nyuci piring, gue yang kerjain. Jadi gue gak perlu terperangkap dalam sektor domestik tuh! Kurang mewah apa coba?

Karena gue gak pernah stress, frekwensi marahmarah gue jadi berkurang drastis kao dibandingin sama masa kuliah dulu. Dengan begitu, semasa gue hamil bawaannya hepi terus. Dengan begitu pas anak gue lahir, dia jadi gak rewel sama sekali. Beda banget sama bayibayi lain yang cengengnya minta ampun. Karena kita ngurusin anak berdua aja (benerbener berdua loh!), kita jadi mengerti konsep membesarkan anak.
Tiap pagi, suami gue yang ngasih makan Matanlo (panggilan buat Qiu Mattane Lao), karena gue selalu susah buat bangun pagi. Selesai makan, suami gue bawa Matanlo ke pasar buat belanja. Selagi mereka belanja, gue
beresberes rumah. Sepulang dari pasar, gue mandiin Matanlo. Dan seterusnya, dan seterusnya. Coba gue tanya satu hal… ada berapa sih bapakbapak yang punya inisiatif buat ngasih makan atau mandiin anaknya? Kalo bukan tugas sang istri, paling dilimpahin ke baby sitter. Mampus sana tuh anak tumbuh dan hidup dengan mental pembantu. Kurang mewah apa coba?

Dan terakhir, gue suka (bahkan udah jadi hobi kayanya) buat bersyukur. Semakin gue beryukur,gue negrasa hidup gue semakin kaya dan semakin mewah. Dan gue semakin ngerasa gue adalah orang yang teramat sangat amat banget BERUNTUNG !!!
Read More..

Penyakit Terkutuk Menyingkap ‘Aibku


Aku tidak tahu harus memulai rincian musibah yang menimpaku ini dari mana; apakah dari sejak aku kecil ketika aku dimanja kedua orangtuaku yang membelikan apa saja yang aku maui tanpa menolaknya sama sekali atau dari sejak aku sia-siakan seorang wanita yang begitu ikhlash akibat kebodohanku dan anakku yang hingga sekarang belum pernah aku lihat?.

Yah, musibah yang memiliki banyak aspek dan memerlukan rincian-rincian yang aku akan berusaha untuk meringkasnya dalam lembaran yang singkat sehingga orang lain dapat menjadikannya sebagai pelajaran dan tidak terjerumus ke dalam jebakan-jebakan yang telah merenggut kebahagiaanku dan mewariskan kesengsaraan dan kesialan serta menjadikan air mata tak henti-hentinya menetes ke pipiku…Cukuplah yang aku rasakan sekarang bahwa Rabbku tidak ridla terhadapku.

Aku hidup di bawah naungan keluarga yang demikian kaya. Sejak lulus dari SMP, kedua orangtuaku telah menghadiahkanku sebuah mobil baru. Dari sinilah aku belajar mengemudikan beberapa model mobil dan sering sekali melakukan balap dengan teman-temanku dan memenangkannya. Balapan itu kami lakukan di jalan-jalan raya dekat rencana pembangunan komplek baru. Setelah berhasil menyelesaikan kesarjanaan (S1), aku jadi sering menemani ayahku di dalam beberapa perjalanannya ke luar negeri untuk mengimpor suku cadang buat perusahaan yang dimilikinya. Ketika itu, aku selalu menghabiskan waktuku jauh dari pengamatan ayahku yang sibuk mengadakan beberapa kontrak dan meneken tender.


Pada suatu hari, ayahku memergokiku sedang menggandeng salah seorang wanita bule namun dia sama sekali tidak mengusikku akan tetapi setelah aku selesai melakukan affair dengan wanita itu, barulah dia menyampaikan keinginannya untuk menikahkanku dengan seorang wanita dari kalangan kerabat kami tanpa menyebutkan rincian sebab-sebab yang melatarbelakanginya karena tidak mau terganggu dengan tetek bengek lainnya. Aku pun menyetujui usulannya itu setelah mengetahui bahwa calon isteri yang dipilihkannya untukku itu memenuhi semua kriteria calon isteri yang aku idam-idamkan. Maka, dilaksanakanlah resepsi pernikahan secepatnya guna memenuhi keinginan ayahku itu. Selama masa berumahtangga dengan isiteriku itu, aku merasakan betapa dia seorang wanita yang cerdik sehingga menambah kecintaanku terhadapnya.

Selama setahun penuh, kehidupan di antara kami berlangsung dengan bahagia dan tenteram.

Kebahagiaanku semakin bertambah manakala isteriku menyampaikan berita gembira bahwa dia sudah hamil. Bersamaan dengan itu, ayahku mengalami sakit yang sangat serius sehingga harus terus terbujur di pembaringan. Akhirnya, aku harus bepergian ke luar negeri sendirian untuk mengadakan beberapa kontrak dan tender mewakilinya mengingat aku adalah anak tunggalnya.

Sekalipun kecintaanku begitu besar terhadap isteriku, namun kehidupan yang demikian bebas di sana (luar negeri) membuatku demikian tergoda sehingga menyebabkanku terjerumus kembali ke lubang maksiat dan melakukan affair dengan wanita-wanitanya. Dalam pada itu, aku tetap memberikan nafkah untuk isteriku dari jatah uang yang cukup besar yang telah dikhususkan oleh ayahku untukku dalam beberapa perjalanan tersebut.

Pada suatu hari, aku sangat kaget atas kemunculan bercak-bercak aneh di tubuhku. Ketika aku berkonsultasi dengan salah seorang dokter, dia memberitahukan bahwa aku mengidap penyakit ‘Hervest’. Dia menyebutkan beberapa obat untuk penyembuhannya disamping menyampaikan juga bahwa anggota badan yang terkena penyakit ini tidak akan segera hilang dalam beberapa hari tetapi perlu secara intensif berada dalam perawatan selama beberapa bulan.

Lalu aku pergi ke dokter-dokter lainnya di sana dengan maksud agar masalahku ini tidak terbongkar di tengah keluargaku dan di hadapan isteriku namun hasilnya tetap nihil. Menghadapi cobaan itu, tidak ada lagi jalan bagiku kecuali harus pulang ke negeriku dan berdusta kepada semua orang bahwa yang aku idap adalah penyakit kulit akibat sangat sensitif terhadap makanan-makanan Eropa.

Untuk beberapa waktu, isteriku tidak curiga terhadap kebohonganku itu karena dia begitu percaya dengan prilakuku akan tetapi dia memperhatikan diriku selalu menghindar bila bersentuhan dengannya atau tidur di sampingnya. Dan ketika dia berkonsultasi dengan salah seorang kerabatnya yang bekerja sebagai dokter, dia menginformasikan berita sebenarnya yang teramat menyakitkan. Dan begitu dia menghadapku guna mengklarifikasi apa yang telah didengarnya dari kerabatnya tersebut, aku tidak memiliki alasan lagi selain mengakui kesalahan yang telah aku perbuat. Di sinilah, isteriku menumpahkan kekesalannya dengan menangis dan bersumpah dengan sumpah yang keras akan meninggalkan rumahku tanpa menggubris permohonan dan permintaanku agar dia tidak menyingkap aib ini kepada anggota keluarga yang lain.

Demikianlah, prilaku menyimpangku itu akhirnya sampai juga ke keluargakku dan semakin bertambah lagi derita yang aku alami manakala aku harus menjadi tahanan di balik dinding salah satu kamar rumahku untuk masa lima bulan ke depan agar tidak ada seorangpun yang menyaksikan benjolan-benjolan yang menyebar di seluruh anggota tubuhku yang kemudian akan meniggalkan bekas di kulitku. Dan setelah Allah menyembuhkanku, ayahku meminta agar aku menceraikan isteriku itu karena dia menolak mentah-mentah untuk hidup kembali bersamaku sekalipun dia telah melahirkan keturunan dariku. Demikian pula, ayahku telah mencabut perwakilan yang telah diserahkannya kepadaku terkait dengan urusan kontrak dan tender bisnis dan menyampaikan kepadaku tekadnya untuk memutus hubungan denganku dan tidak lagi memberikan uang jajan untukku.

Begitulah, aku sekarang hidup sendirian dengan perasaan sedih, tidak seorangpun yang mau menyapaku, seorang tahanan empat dinding rumahku. Setiap kali aku teringat dengan anakku yang belum pernah aku lihat wajahnya, berlinanganlah air mataku karena menyesal dan menyayangkan kejahatan yang telah aku lakukan sendiri terhadap diriku sehingga terjerumus ke dalam jebakan-jebakan yang aku tidak tahu kapan akan berakhir. Semua apa yang aku harapkan sekarang hanyalah ampunan Allah atas segala dosa-dosaku sebab rahmat nya sangat luas dan diatas segala sesuatu.
Read More..

Hikmah di Balik Kisah Si Belang, Si Botak, & Si Buta


Sebuah kisah yang diangkat dari Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang tidak diragukan lagi keshahihannya.

Semoga dapat menjadi tambahan khazanah pengetahuan kaum muslimin. Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, bahwasannya dia telah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya ada tiga orang dari Bani Israil yang belang, yang botak, dan yang buta. Allah Ta’ala hendak menguji mereka, lalu Dia mengutus satu malaikat kepada mereka. Kemudian Malaikat mendatangi yang belang seraya berkata, “Apa yang paling kamu sukai?” “Warna yang bagus, kulit yang indah dan hilangnya apa yang menjadikan orang lain jijik kepadaku,” jawab si belang. Kemudian malaikat itu mengusapnya sehingga hilanglah kotoran yang ada pada dirinya dan diberikan warna yang sangat bagus dan kulit yang indah. Lebih lanjut malaikat itu bertanya, “Harta benda apa yang paling kamu sukai?” dia menjawab, “Unta.” - Atau dia berkata, “Sapi.” - si perawi ragu. Lalu diberikan kepadanya unta yang sedang hamil, dan Malaikat itu berkata, “Mudah-mudahan Allah ‘Azza Wajalla memberikan berkah kepadamu melalui unta itu.”

Setelah itu, Malaikat mendatangi orang yang botak dan bertanya, “Apa yang paling kamu sukai?” jawabnya, “Rambut yang indah dan dihilangkannya apa yang menjadikan diriku dihinakan oleh orang-orang.” Lalu Malaikat itu mengusapnya sehingga apa yang menjadikannya terhina itu hilang dari dirinya dan diberikan rambut yang bagus kepadanya. “Lalu harta benda apa yang paling kamu inginkan?”, tanya Malaikat. Si botak itu menjawab, “Sapi.” Kemudian diberikan kepadanya sapi yang sedang hamil. Dan Malaikat berkata, “Semoga Allah Ta’ala memberikan berkah kepadamu melalui sapi ini.”

Selanjutnya, Malaikat mendatangi si buta dan bertanya, “Apa yang paling kamu sukai?” “Aku ingin Allah Ta’ala mengembalikan pandanganku kepadaku sehingga aku dapat melihat orang-orang”, jawab si buta. Kemudian Malaikat itu mengusapnya, sehingga Allah Ta’ala pun mengembalikan penglihatannya. Lebih lanjut, Malaikat bertanya, “Harta benda apa yang paling kamu sukai?” Dia menjawab, “Kambing.” Kemudian diberikan kepadanya seekor kambing yang sedang hamil.

Hingga akhirnya, unta, sapi, dan kambing itu berkembang biak. Dan si belang mempunyai satu lembah unta. Si botak mempunyai satu lembah sapi, dan si buta juga mempunyai satu lembah kambing.

Kemudian, Malaikat mendatangi si belang itu dengan penampilan seperti dirinya dulu dan dalam keadaan seperti yang dialaminya (berpenyakit belang), seraya berkata, “Sesungguhnya aku adalah seorang yang miskin dan aku telah kehabisan perbekalan di tengah-tengah perjalananku ini. Sehingga sekarang tidak ada yang (kuharap) memberi pertolongan kecuali hanya Allah Ta’ala, kemudian (kuharap) kamu pun mau memberi bantuan. Aku meminta seekor unta kepadamu dengan menyebut Rabb yang telah memberimu warna yang bagus, kulit yang indah, serta harta benda, sehingga dengannya aku dapat melanjutkan perjalananku ini.” Maka si belang itu berkata, “Hak-hak (yang harus aku berikan) sangat banyak (sehingga aku tidak dapat membekalimu apa-apa).” Kemudian Malaikat itu berkata, “Kalau tidak salah aku pernah mengenalmu. Bukankah engkau dulu seorang yang berpenyakit belang, yang dihinakan oleh orang-orang, seorang yang miskin, lalu Allah Ta’ala memberimu karunia.” Maka si belang itu berkata, “Sesungguhnya kekayaan ini aku peroleh secara turun temurun dari ayah, dan ayah memperolehnya dari kakek.” Lalu malaikat berkata, “Jika engkau berbohong, maka semoga Allah Ta’ala akan menjadikan dirimu seperti keadaanmu semula.”

Selanjutnya, malaikat itu mendatangi si botak dalam wujud seperti dirinya dahulu (botak). Lalu malaikat itu berkata kepadanya seperti yang telah dikatakan kepada si belang. Dan si botak itu pun menjawab seperti yang telah dilakukan oleh si belang. Maka Malaikat pun berkata, “Jika kamu berbohong, mudah-mudahan Allah Ta’ala akan mengembalikan dirimu seperti apa yang kamu alami dulu.”

Setelah itu, Malaikat mendatangi si buta dengan wujud dan penampilan seperti dirinya semula. Lalu Malaikat itu berkata, “Aku ini seorang miskin dan tengah dalam perjalanan. Telah habis bekal perjalananku, dan sekarang tidak ada yang dapat mengantarkan diriku (sampai kepada tujuan) melainkan hanya Allah Ta’ala, kemudian (aku berharap) engkau mau menolongku. Aku meminta seekor kambing kepadamu dengan menyebut Rabb yang telah mengembalikan penglihatanmu kepadamu, yang dapat mengantarkan diriku sampai dalam perjalananku.” Maka dia pun berkata, “Aku dulu seorang yang buta, lalu Allah Ta’ala mengembalikan penglihatanku kembali. Oleh karena itu, ambillah apa saja yang kamu sukai dan tinggalkan apa yang kamu kehendaki. Demi Allah, aku tidak akan membebani dirimu (meminta ganti) dari sesuatu yang telah engkau ambil karena Allah.” Maka Malaikat itu berkata, “Peganglah atau peliharalah hartamu, sebenarnya kalian tengah diuji. Dan sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala telah meridhaimu dan Dia murka terhadap kedua orang sahabatmu.” (Muttafaq ‘alaih).

Kandungan Hadits:
Diperbolehkan untuk membicarakan umat-umat terdahulu, khususnya Bani Israil, di mana di kalangan mereka terdapat berbagai keajaiban dan penyebutan sesuatu (kisah) telah disepakati terjadi pada mereka, agar diperhatikan oleh orang yang mendengarnya.
Kewajiban mensyukuri nikmat dan tidak mengingkarinya, karena hal itu yang menjadi sebab keberkahan dan bertambah banyak.
Keutamaan sedekah dan perintah untuk mengasihi orang-orang lemah, menghormati, dan mengantar mereka sampai kepada tujuannya.
Kejujuran dan kedermawanan merupakan sifat terpuji dan kedua sifat tersebut dimiliki oleh si buta. Kedua sifat itu pula yang telah membawanya bersyukur dan bermurah hati, sehingga akhirnya dia memperoleh keridhaan Allah Ta’ala.
Pahala dari Allah Ta’ala didasarkan pada lahiriyah perbuatan dan sesuai dengan niat yang melandasinya.
Hadits di atas mengandung pengarahan dan bimbingan melalui kisah tersebut. Sebab, pengaruhnya sangat besar di dalam jiwa dibanding sekedar memberi nasihat.
Kemampuan Malaikat untuk mengubah diri dalam bentuk manusia.
Diperbolehkan meminta dengan menyebut (nama) Allah Ta’ala.
Keberkahan itu jika telah melekat pada sesuatu, akan menjadikan jumlah yang sedikit menjadi banyak. Demikian juga sebaliknya. Wallahu a’lam.
Read More..

Tuesday, September 1, 2009

Sholat Shubuh, Ujian Terberat


Bismillahirrahmaanirrahiim

Allahumma sholli wa sallim wa baarik ’ala Muhammadin wa ’ala aalihi wa ashabihi wa man tabi’ahum bi ihsaanin ilaa yaumid-diin

Assalamu’alaikum Watahmatullahi Wabarakatuh
Semoga berkah dan cinta Allah selalu tercurah kepada saudaraku semua, amin..

Saking utamanya bangun subuh untuk melaksanakan salat subuh berjemaah, maka Rasulullah SAW secara khusus berdoa “Wahai Tuhanku, berkahilah ummatku yang suka bangun subuh!”. Terkait ini Rasul SAW bersabda, “Barangsiapa yang melaksanakan salat Isya secara berjamah, maka ia seperti salat malam separoh malam. Dan barangsiapa yang melaksanakan salat subuh secara berjemaah, maka ia seperti salat malam satu malam penuh “ (HR.Muslim ). Keutamaan lainnya antara lain tegas Rasul SAW, “Berilah
kabar gembira bagi orang-orang yang berjalan di kegelapan malam menuju masjid, bahwa mereka akan mendapatkan cahaya yang sempurna pada hari kiamat “ (HR.Abu Daud dan Turmuzi). Salat subuh berjemaah merupakan sarana penjagaan Allah terhadap seorang Muslim, seperti diutarakan Rasulullah SAW, “Barangsiapa melaksanakan salat subuh, maka ia berada dalam jaminan Allah, maka jangan sampai Allah menarik kembali
jaminan-Nya kepada kalian dengan sebab apa pun. Karena siapa yang Allah cabut jaminan-Nya darinya dengan sebab apa pun, pasti akan tercabut. Kemudian Allah akan telungkupkan wajahnya dalam neraka jahanam“ (HR.Muslim).

Ternyata rahasia kekuatan salat subuh telah diketahui pula oleh musuh buyutan Islam seperti yang dikatakan oleh seorang penguasa Yahudi, “Kami baru takut terhadap umat Islam jika mereka telah melaksanakan salat subuh seperti melaksanakan salat Jumat . Karena itu tidak aneh, hingga saat ini belum pernah ada gangguan, ataupun terdengar adanya ancaman dari pihak musuh Islam terhadap dua kota suci, yaitu Mekah dan
Madinah. Karena di kedua kota suci tersebut jumlah jemaah salat subuh dan salat Jumatnya, relatif sama.

“Di balik pelaksanaan dua rekaat di ambang fajar, tersimpan rahasia yang menakjubkan. Banyak permasalan yang bila dirunut, bersumber dari pelaksanaan salat subuh yang disepelekan. Itulah sebabnya, para sahabat Nabi berusaha sekuat tenaga agar tidak kehilangan waktu emas itu. Pernah suatu ketika mereka terlambat salat subuh dalam penaklukkan benteng Tastar. “Tragedi” ini membuat sahabat semisal Anas bin Malik selalu menangis bila mengenangnya“ (Buku Misteri Shalat Subuh oleh
DR.Raghib As-Sirjani).

Masih banyak keutamaan salat subuh lainnya yang tidak mungkin diungkap dalam space yang amat terbatas ini. Bayangkan, jangankan, salat fardhu subuhnya, sedangkan salat sunnah fajar, dua rakaat sebelum fardhu subuh, keutamaannya sungguh sangat menakjubkan. Kata Rasulullah SAW, “Dua rakaat fajar lebih baik daripada dunia dan seisinya “. ”Dan dua rakaat fajar jangan kamu tinggalkan walaupun engkau mengadakan
perjalanan jauh “ ( HR.Ahmad dan Abu Daud ).

“Salat subuh menjadi tolok ukur keimanan seseorang. Jika ada seorang mukmin – walaupun ia jago puasa, tilawah Al Quran, berzikir, atau bahkan ia seorang dai sekalipun – namun ia masih merasa berat untuk bangun menghadiri salat subuh berjemaah di masjid, maka ia harus banyak bermuhasabah, jangan-jangan ia termasuk dalam sabda Rasul SAW ; “Salat yang paling berat bagi orang-orang munafik adalah salat Isya dan subuh “ (HR.Ahmad). (Buku Keajaiban Sholat Subuh oleh Imad’Ali ‘Abdus
Sami’Husain). Dalam hadis lain Rasul menegaskan, “atas antara kita dengan orang-orang munafik adalah menghadiri salat Isya dan Subuh, sebab orang-orang munafik tidak sanggup menghadiri kedua salat tersebut “ (HR.Imam Malik)..

Pada suatu hari, Nabi SAW melihat puterinya, Fatimah masih juga tertidur padahal waktu subuh telah tiba, beliau lalu menggoyang–goyang kaki puterinya dengan penuh kasih sayang seraya berkata “Bangunlah anakku dan saksikanlah, sesungguhnya Tuhan menetapkan pembagian rezeki manusia adalah pada saat-saat setelah fajar menyingsing dan sebelum matahari terbit“. Supaya ummat Islam gemar bangun subuh, Nabi SAW bersabda, “Bila kamu bangun subuh, maka berlipat ganda upah kamu terima “.

Diriwayatkan oleh Imam Malik RA bahwa pada suatu subuh, Umar bin Khaththab RA tidak mendapati Sulaiman bin Hatsmah. Sehari saja. Paginya Umar pergi ke pasar, sementara rumah Sulaiman terletak antara pasar dan Masjid Nabawi. Umar bertemu dengan As-Syifa, ibunda Sulaiman RA. Ia pun bertanya kepadanya, “Saya tidak melihat Sulaiman tadi pada saat salat subuh“. Lalu ia menjawab, “Dia salat malam lalu ia tertidur pada pagi harinya“. Lalu Umar berkata, “Sungguh, ikut serta dalam salat subuh
berjemaah itu lebih baik bagi saya dari pada salat malam“.

Abu Sulaiman Al-Darani, salah seorang ulama Salaf memberi nasehat “Sambutlah waktu fajar dengan sebaik-baiknya! Sebab, pada saat itu ribuan kebaikan turun ke muka bumi“. Syaikh Al-Nabtaiti hampir tidak pernah memejamkan mata pada waktu malam. Dia takut kesiangan atau terlewat melakukan amalan rutin pada waktu fajar. Dia menyebutkan bahwa saat-saat menjelang fajar adalah saat Allah memanggil hamba-Nya. Ada seseorang bertanya kepada Al-Nabtaiti, “Wahai Syaikh, apa yang membuat dirimu tidak pernah nyenyak ketika tidur? “ Beliau menjawab: ”Sesungguhnya setiap malam Yang Maha Pemurah selalu memanggil hamba-hamba-Nya. Aku takut ketika Dia memanggil, aku menyahut –Nya dengan dengkuran. Dan, aku malu terlihat oleh Tuhanku terbaring seperti bangkai, padahal aku masih diberi nyawa.“ (Buku 99 Akhlak Sufi oleh
‘Abd Al-Wahhab Al-Sya’rani). Wallahualam. **Uti Konsen UM

Read More..

Bapak, ini suatu aib bagimu!!!


Aku biasa begadang sampai pagi bersama teman-temanku untuk beramain-main dan bersenda gurau. Aku tinggalkan isteriku dalam kesendirian dan kesusahannya yang hanya Allah yang mengetahuinya. Isteriku yang setia tak mempu lagi menasehatiku yang sudah tak mempan lagi diberi nasehat.

Pada suatu malam, aku baru pulang dari begadang, jarum jam menunjukkan pukul 03.00 pagi, aku lihat isteri dan puteri kecilku terlelap tidur. Lalu aku masuk ke kamar sebelah untuk menghabiskan sisa-sisa malam dengan melihat film-film porno melalui video, waktu itu, waktu dimana Allah azza wajalla turun dan berkata: "Adakah orang yang berdoa sehingga aku mengabulkannya?. Adakah orang yang meminta ampun sehingga
aku mengampuninya?, Adakah orang yang meminta kepadaku sehingga aku memberinya".


Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan kulihat puteriku yang belum genap berusia 5 tahun. Dia melihatku dan berkata:
"Bapak, ini suatu aib bagimu!!!, takutlah kepada Allah", dan mengulanginya tiga
kali kemudian menutup pintu dan pergi.

Aku terkejut lalu aku matikan video. Aku duduk termenung dan kata-katanya terngiang-ngiang ditelingaku dan hampir membinasakanku, lalu aku keluar mengikutinya tapi dia sudah kembali lagi ketempat tidurnya. Aku seperti gila, tidak tahu apa yang baru saja menimpaku waktu itu. Tak lama kemudian terdengar suara adzan dari masjid dekat rumah yang memecah kegelapan malam, menyeru untuk shalat subuh.

Aku berwudlu lalu pergi kemasjid. Aku tidak bersemangat untuk shalat, hanya saja karena kata-kata puteriku membuatku gelisah.

Shalat dimulai, imam bertakbir dan membaca beberapa ayat Al-Qur'an. Ketika dia bersujud, akupun bersujud dibelakangnya dan meletakkan dahiku di atas tanah sampai aku menangis keras tanpa kuketahui sebabnya. Inilah sujud pertama kali kulakukan kepada Allah azza wajalla sejak tujuh tahun yang lalu.

Tangisan itu adalah pembuka kebaikan bagiku, tangisan itu telah mengeluarkan apa yang ada dalam hatiku berupa kekafiran, kemunafikan dan kerusakan. Aku merasakan butir-butir keimanan mulai meresap kedalam jiwaku.


Setelah shalat aku pergi bekerja. Ketika bertemu dengan temanku, dia heran melihatku datang cepat padahal biasanya selalu terlambat akibat begadang sepanjang malam. Ketika dia menanyakan penyebabnya, aku menceritakan apa yang kualami tadi malam. Kemudian dia berkata:
"Bersyukurlah kepada Allah yang telah menggerakkan anak kecil itu sehingga menyadarkanmu dari kelalaianmu sebelum datang kematianmu."
Setelah tiba waktu dzuhur, aku merasa cukup lelah karena belum tidur sejak malam. Lalu aku minta kepada temanku untuk menggantikan tugasku, dan aku pulang ke rumah untuk beristirahat. Aku ingin cepat-cepat melihat puteriku yang menjadi sebab hidayahku dan kembaliku kepada Allah.

Aku masuk kerumah dan disambut oleh isteriku sambil menangis, lalu aku bertanya, "Ada apa denganmu, isteriku?", jawaban yang keluar darinya laksana halilintar. "Puterimu telah meninggal dunia".
Aku tak bisa mengendalikan diri dan menangis. Setelah jiwaku tenang, aku sadar bahwa apa yang menimpaku semata-mata ujian dari Allah azza wajalla untuk menguji imanku. Aku bersyukur kepada Allah azza wajalla. Aku mengangkat gagang dan menghubungi temanku. Aku memintanya datang untuk membantuku.

Temanku datang dan membawa puteriku, memandikannya dan mengafaninya lalu kami menshalatkannya dan membawanya kepemakaman, temanku berkata:
"Tidak ada yang pantas memasukkannya ke liang kubur kecuali engkau", lalu aku mengangkatnya dengan berlinang air mata dan meletakkannya diliang kubur. Aku tidak mengubur puteriku, tapi mengubur cahaya yang telah menerangi jalan hidupku. Aku bermohon kepada Allah SWT agar menjadikannya penghalang bagiku dari api neraka dan memberi balasan kebaikan kepada isteriku yang penyabar.

Jadikanlah Sabar dan Shalat Sebagai Penolongmu. Dan Sesungguhnya Yang Demikian
itu Sungguh Berat, Kecuali Bagi Orang-Orang yang Khusyu [ Al Baqarah : 45 ]

Read More..

Nina adalah anakku


"Benar, om nggak akan marah ...?", ucap anak kecil itu. Setiap tahun, kakak ku mempunyai kebiasaan berkeliling ke berbagai panti asuhan dan rumah anak yatim. Kunjungan biasanya dilakukan dua kali. Awal Ramadhan dan akhir Ramadhan.

"Benar, Om nggak akan marah..?", ucap anak kecil di panti itu. "Buat apa nak foto?".ucap kakakku. "Nina ingin tunjukkan foto kepada teman-teman Nina di sekolah", tambah gadis itu. Sungguh sangat mengharukan pertemuan dengan Nina itu.

Setiap tahun, kakak saya punya kebiasan berkeliling ke berbagai panti asuhan dan rumah anak yatim. Kunjungan biasanya dilakukan dua kali. Awal bulan Ramadhan dan akhir bulan Ramadhan.

Kunjungan pertama adalah survei untuk mengetahui kebutuhan panti asuhan atau rumah yatim. Kunjungan kedua membawa bantuan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Ketika berkunjung ke salah satu rumah yatim, kakak saya bertemu dengan seorang bocah manis dan lucu. Dia masih sekolah kelas nol besar.

”Siapa namamu nak?” sapa kakak saya. ”Nama saya Nina Om”, jawabnya manja. ”Nina sudah punya sepatu baru?” tanya kakak saya. ”Sudah om, dikasih Abah (pemimpin panti-pen). Nina juga sudah punya baju baru”, urai Nina. “Kalau begitu Nina mau apa?” tanya kakak saya. “Nggak ah… ntar Om marah”, jawab Nina. “Nggak sayang, Om nggak akan marah,” kakak saya menimpali. ”Nggak ah… ntar Om marah” Nina mengulang jawabannya.

Kakak saya berpikir, pasti yang diminta Nina adalah sesuatu yang mahal. Rasa keingintahuan kakak saya semakin menjadi. Maka dia dekati lagi Nina.”Ayo nak katakan apa yang kamu minta sayang”, pinta kakak saya. ”Tapi janji ya Om tidak marah?” jawab Nina manja. ”Om janji tidak akan marah sayang,” tegas kakak saya. ”Bener Om nggak akan marah?” sahut Nina agak ragu.

Kakak saya menganggukkan kepala. Nina menatap tajam wajah kakak saya. Sementara kakak saya berpikir, ‘Seberapa mahal sih yang bocah kecil ini minta sampai dia harus meyakinkan bahwa saya tidak akan marah’. Sambil tersenyum kakak mengatakan “ayo Nak, katakan, jangan takut, Om tidak akan marah Nak.” ”Bener ya Om nggak marah?,” ujar Nina sambil terus menatap wajah kakak saya. Sekali lagi kakak saya menganggukkan kepala. Dengan wajah berharap-harap cemas, Nina mengajukan permintaanya ”Mmmm, boleh gak mulai malam ini saya memanggil Om..dengan paggilan Ayah?. Nina sedih gak punya ayah...”

Mendengar jawaban itu, kakak saya tak kuasa membendung air matanya. Segera dia peluk Nina, ”tentu Anakku.. tentu Anakku…mulai hari ini Nina boleh memanggil Ayah, bukan Om”. Sambil memeluk erat kakak saya, dengan terisak Nina berkata ”terima kasih ayah… terima kasih ayah...”

Hari itu, adalah hari yang takkan terlupakan buat kakak saya. Dia habiskan waktu beberapa saat untuk bermain dan bercengkrama dengan Nina. Karena merasa belum memberikan sesuatu berbentuk material kepada Nina, maka sebelum pulang kakak bertanya lagi pada Nina, ”Anakku, sebelum lebaran nanti ayah akan datang lagi kemari bersama ibu dan kakak-kakakmu, apa yang kamu minta nak?” , ucap kakakku.

”Kan udah tadi, Nina sudah boleh memanggil Ayah,” jawab Nina.”Nina masih boleh minta lagi sama ayah. Nina boleh minta sepeda, otoped atau yang lain, pasti akan Ayah kasih.” jelas kakak saya. ”Baiklah, nanti kalau ayah datang sama ibu ke sini, aku minta Ayah bawa foto keluarga bareng yang ada Ayah, Ibu dan kakak-kakak Nina, boleh kan Ayah?” Nina memohon sambil memegang tangan kakak. Tiba-tiba kaki kakak lunglai. Dia berlutut di depan Nina. Dia peluk lagi Nina sambil bertanya, ”buat apa foto itu Nak?” “Nina ingin tunjukkan sama temen-temen Nina di sekolah, ini foto ayah Nina, ini ibu Nina, ini kakak-kakak Nina.

” Kakak saya memeluk Nina semakin erat, seolah tak mau berpisah dengan gadis kecil yang menjadi guru kehidupannya di hari itu. Terima kasih Nina. Meski usiamu masih belia kau telah mengajarkan kepada kami tentang makna berbagi cinta.

Berbagilah cinta, karena itu lebih bermakna dibandingkan dengan sesuatu yang kasat mata. Berbagilah cinta, maka kehidupan kita akan lebih bermakna. Berbagilah cinta agar orang lain merasakan keberadaan kita di dunia... (eramuslim/M.S.Balda)



Read More..

Kepasrahan yang Mencerdaskan Jiwa


Syekh Ibn Athaillah mengajak pembaca untuk menghayati posisi kita selaku hamba Allah. Kita ini hamba. Dan Allahlah Sang Majikan. Sebagai hamba-Nya, kita tertuntut untuk memusatkan perhatian pada upaya mengabdi kepada-Nya. Amatlah tidak sopan bila kita justru mengerahkan segenap daya untuk memerhatikan dan memuaskan kepentingan diri sendiri. Karena inilah Ibn Athaillah mengingatkan kita akan betapa pentingnya isqdth al-tadbir—tema utama buku ini—yakni mengistirahatkan diri dari turut mengatur dan menginginkan sesuatu untuk keperluan hidup yang kita lakoni.

Buku ini—isqdth al-tadbir—menawarkan cara tepat untuk memandang hidup. Karenanya, buku ini bak kacamata, yang dengannya matahati kita yang rabun bisa melihat lebih sempurna. Dengan penglihatan yang sempurna, tentulah hidup ini menjadi semakin jelas. Dan dengan jelasnya hidup, tentunya perjalanan kita menempuhnya menjadi lebih lurus dan lancar—tidak nabrak-nabrak dan tidak nyasar-nyasar.

Dalam pandangan Ibn Athaillah, pengabdian kita kepada Allah seharusnya tidak hanya ditunaikan dengan menjalankan kewajiban, yakni segala yang diperintahkan Allah, namun pula dengan menjalani ketetapan, yakni segala yang ditentukan Allah. Kematangan iman hanya bisa dirasakan bila kedua hal ini secara sempurna dilaksanakan. Dengan demikian, sebenarnya ada dua hukum yang patut dipatuhi oleh orang beriman, yaitu hukum taklif yang sudah lazim kita kenal sebagai berbagai perintah dan larangan Allah yang mesti dijalankan selama hidup, dan hukum takdir yang mencakup ketentuan dan keputusan Allah yang mesti dijalani dalam hidup.

Keperluan atau kebutuhan hidup makhluk sebetulnya adalah sesuatu yang sudah dan terus dijamin oleh Allah. Dengan ilmu-Nya, Allah sudah mengatur diri kita bahkan sebelum kita ada. Setelah kita terlahir di dunia, Allah pun terus mengatur urusan kita. Akan tetapi, setelah berakal, kebanyakan manusia seolah lupa bahwa selama ini urusan hidupnya ada dalam pengaturan Allah. Setelah berakal, mereka seakan ingin mengambil alih 'hak pengaturan' itu; mereka ingin mereka sendiri yang mengatur segenap urusan hidup mereka. Dalam pikiran Ibn Athaillah, ini hal yang tidak betul; ini justru sebentuk ketidak bersyukuran atas nikmat akal.

Allah tidak berhenti mengurus kita sekalipun kita sudah berakal. Ketentuan-Nya terus berlaku. Akal kita semestinya kita gunakan untuk memahami dan melaksanakan secara baik perintah Allah, dan bukan untuk melanggarnya; untuk memahami dan melakoni secara baik ketentuan Allah, dan bukan untuk menolaknya.

Yang lebih penting untuk kita perhatikan adalah apa yang dituntut dari kita, bukan yang dijamin untuk kita. Dalam Al-Hikam, Syekh Ibn Athaillah bertutur, "Kesungguhanmu mengejar apa yang sudah dijamin untukmu dan kelalaianmu melaksanakan apa yang dituntut darimu, adalah bukti dari rabunnya mata batinmu." Karena itu, "Istirahatkan dirimu dari mengatur urusanmu, karena segala yang telah diurus oleh 'Selainmu' (yakni Allah), tak perlu engkau turut mengurusnya. "

Lagi pula, "Menggebunya semangat tak akan mampu menerobos benteng takdir." Maksudnya, seberapa banyak pun energi yang kita curahkan untuk memenuhi suatu keinginan, tetap saja itu tak akan tergapai jika tak sesuai dengan keputusan Tuhan. Kita tak dapat memenangkan kehendak kita di atas kehendak-Nya. Kita bahkan kerap menemukan bahwa takdir dan ketentuan yang berlaku pada diri manusia bukanlah yang sesuai dengan pengaturan olehnya. Pengaturan manusia ibarat rumah pasir di tepi laut, yang bisa demikian mudah runtuh tatkala ombak takdir Tuhan berlabuh.

Dalam hidup, kita juga acap menemukan bahwa apa yang menurut kita baik ternyata bisa membawa keburukan, dan sebaliknya, apa yang kita sangka buruk ternyata malah mendatangkan kebaikan. Boleh jadi ada keuntungan di balik kesulitan, dan ada kesulitan di balik keuntungan. Boleh jadi pula kerugian muncul dari kemudahan, dan kemudahan muncul dari kerugian. Mana yang berguna dan mana yang berbahaya pada akhirnya adalah sesuatu di luar pengetahuan kita.

Oleh sebab itu, dalam pandangan Ibn Athaillah, 'sibuk mengatur nasib sendiri' sejatinya adalah tindakan yang kurang lebih sia-sia, apalagi bila kesibukan ini melalaikan kita dari tugas-tugas sebagai hamba. Lucu sekali bila manusia tetap berhasrat akan pengaturan diri. Pertama, karena ia pada dasarnya tak mengetahui apa yang terbaik bagi dirinya. Dan kedua, karena Allah Yang Maha Mengetahui apa yang terbaik buat para makhluk-Nya senantiasa dekat dan mengatur secara baik. Allah itu dekat dan karenanya senantiasa memberi perhatian kepada kita sekalipun tanpa sepengetahuan kita. Tidak percaya kalau Dia tak akan mengabaikan kita adalah bukti lemahnya iman kita. Allah juga sayang dan karenanya selalu mengatur urusan kita secara baik. Pengaturan kita terhadap diri kita sebenarnya adalah bukti ketidaktahuan kita akan pengaturan Allah yang baik terhadap diri kita—dan karenanya adalah juga bukti minimnya cahaya makrifat di hati kita.

Lebih dari sekadar ironi dan kesia-siaan, Ibn Athaillah juga mengategorikan sikap sibuk mengatur urusan diri sebagai sebentuk syirik rububiah. Bila syirik uluhiah berarti meyakini ada tuhan lain yang patut disembah selain Allah, atau menentang ketuhanan Allah; syirik rububiah berarti meyakini ada pengatur lain yang turut mengurus kehidupan selain Allah—dalam hal ini kita 'meyakini' bahwa kita bisa menjadi pengatur selain-Nya—atau menentang pengaturan Allah. Bila demikian, sesungguhnya Ibn Athaillah bermaksud menyadarkan kita akan sesuatu yang sangat berbahaya dalam konteks penghambaan kita kepada Allah. Dan rasa-rasanya buku ini menjadi wajib dibaca oleh mereka yang berislam, yang menyatakan keberserahan diri mereka kepada Allah.

Mereka yang memelihara kesopanan kepada Allah dan tidak ingin jauh dari-Nya, tentu akan mencoba menggugurkan tadbir dan iradah mereka yang membuat mereka terhijab (tertabiri) dari Allah. Mereka akan keluar dari gelapnya tadbir (sikap mengatur diri) menuju terangnya tafwidh, yakni penyerahan urusan atau pilihan hidup kepada Allah, hingga mereka menyaksikan bahwa diri ini diatur dan tidak turut mengatur, ditentukan dan tidak ikut menentukan, serta digerakkan dan tidak bergerak sendiri. Untuk ini diperlukan sikap rida dengan pengaturan Allah. Rasa berat hati hanya akan membuat hati tetap terhijab dari cahaya Allah. Selain itu diperlukan pula sikap selalu berbaik sangka kepada Allah. Allah lebih tahu mengenai apa yang terbaik buat hamba-Nya. Dia pun sudah berjanji bahwa siapa bertawakal kepada-Nya, Dia akan mencukupinya. Lebih dari rida dan berbaik sangka, mereka juga akan senang dan mencintai segala kehendak dan keputusan Allah Sang Pemilik anugerah.

Pembaca budiman, model kepasrahan ala tasawuf Ibn Athaillah seperti ini tidaklah perlu dicap sebagai semacam kepasifan dalam hidup. Kepasrahan atau keberserahan diri kepada pengaturan dan kehendak Allah tidaklah sama dengan berhenti bekerja, berhenti mengais rezeki, ataupun berhenti berdoa lantaran menyerahkan semuanya kepada Allah. Bahkan, pembaca akan mendapatkan bahwa adab berharta, mencari rezeki, berusaha, dan berdoa adalah tema penting dalam buku ini, yang dengannya Ibn Athaillah bermaksud menepis pandangan yang mengesankan kepasrahan sebagai kemalasan.

Dari segi "cara hidup", baik orang yang berserah ataupun orang yang tidak berserah nyaris tiada beda-nya. Yang membedakan mereka adalah cara mereka memandang, merasa, dan menyikapi hidup. Dalam hal ini, ajaran isqath al-tadbir sebetulnya adalah juga ajaran mengenai kecerdasan emosional-spiritual . Sebab, pada praktiknya, isqath al-tadbir akan setidaknya membuahkan beberapa sikap hati berikut ini:

Pertama, ketidakrisauan akan sarana-sarana penghidupan. Sikap ini penting agar hidup tidak dipenuhi perasaan cemas, khawatir, gundah, dan gelisah yang menempatkan hidup kita selalu dalam tekanan. Tak hanya itu, ketenangan itu sendiri juga penting demi kesuksesan kita meraih sarana-sarana penghidupan.

Kedua, ketidakbergantungan pada amal atau usaha. Kebergantungan pada perbuatan atau daya upaya acap kali berbuntut keputusasaan dan frustrasi pada saat kendala dan kegagalan ditemui. Dengan bergantung kepada Allah, kita bisa terhindar dari keputusasaan yang mencelakakan. Bersandar kepada-Nya membuat kita selalu bangkit dan selamat dari perasaan terpuruk.

Ketiga, keridaan pada kenyataan. Kekecewaan, kekesalan, dan ketidakpuasan pada kejadian-kejadian yang menimpa hanya akan menguras energi kita yang sebetulnya bisa kita gunakan untuk sesuatu yang positif. Dengan rida pada kenyataan, segetir apa pun itu, kita akan selalu siap menghadapinya dan meresponsnya secara wajar dan berguna.

Keempat, keberharapan atau optimisme hidup. Dengan bersandar kepada Allah, dan percaya bahwa Dia selalu memberikan yang terbaik, kita melipat gandakan rasa optimis kita—terlepas dari betapa buruk hal-hal yang menimpa kita di mata orang. Dengan tak pernah lalai bahwa Allah Maha Menolong dan Mahakuasa, dengan tak pernah kehilangan rasa butuh kepada-Nya, kita menjadi terbebas dari penjara keterbatasan, dan merasa lapang sekalipun dikepung oleh berbagai ketidakmungkinan—serasa menjadi pemenang dalam hidup selamanya. Selamat mencoba!




Read More..