Tuesday, November 26, 2013

Wasiat Nabi : Jangan Marah

Syarh Hadits Ke-16 Arbain anNawawiyyah
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: “Berilah wasiat kepadaku”. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Janganlah engkau marah”. Maka diulanginya permintaan itu beberapa kali. Sabda beliau: “Janganlah engkau marah”.(HR. al-Bukhari)

PENJELASAN HADITS

Seorang laki-laki datang kepada Nabi dan meminta diberi wasiat. Nabi mewasiatkan kepadanya untuk jangan marah. Hal itu diulangi beberapa kali, menunjukkan pentingnya wasiat tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa menahan amarah memiliki kedudukan, manfaat, dan keutamaan yang tinggi. Sebagian ulama’ menyatakan bahwa wasiat Nabi disesuaikan dengan keadaan orang yang meminta wasiat. Orang yang meminta wasiat tersebut adalah seorang pemarah, maka Nabi memberikan wasiat kepadanya agar jangan marah.


“Janganlah engkau marah”, kata sebagian para Ulama’ mengandung 2 makna:

1. Latihlah dirimu untuk senantiasa bersikap sabar dan pemaaf, jangan jadi orang yang mudah marah.

2. Jika timbul perasaan marah dalam dirimu, kendalikan diri, tahan ucapan dan perbuatan agar jangan sampai terjadi hal-hal yang engkau sesali nantinya. Tahan diri agar jangan sampai berkata atau berbuat hal-hal yang tidak diridhai Allah.

(disarikan dari penjelasan Syaikh Abdurrahman as-Sa’di)

MARAH SUMBER KEBURUKAN

Dalam hadits riwayat Ahmad, laki-laki yang meminta wasiat kepada Nabi itu berkata: “(kemudian aku memikirkan wasiat Nabi tersebut), ternyata kemarahan adalah mencakup keburukan seluruhnya”.

Jika seseorang marah dan tidak berusaha untuk mengendalikannya, ia akan berbicara atau berbuat di luar kesadaran sehingga nanti akan ia sesali. Betapa banyak kalimat talak diucapkan suami karena marah, dan setelah kemarahannya mereda ia sangat menyesal. Ada juga orangtua yang sangat marah kepada anaknya sehingga memukul dan menganiayanya, akibatnya anaknya menjadi cacat. Betapa banyak kemarahan menyebabkan hubungan persaudaraan menjadi putus, harta benda dirusak dan dihancurkan. Semua itu menunjukkan bahwa kemarahan yang tidak dikendalikan akan menyebabkan keburukan-keburukan.

KEUTAMAAN MENAHAN AMARAH

Menahan amarah adalah sebab memperoleh ampunan Allah dan surga-Nya:

Dan bersegeralah menuju ampunan dari Tuhan kalian dan surga yang lebarnya (seluas) langit dan bumi yang disediakan bagi orang yang bertakwa, yaitu orang yang menginfakkan (hartanya) di waktu lapang atau susah, dan orang-orang yang menahan amarah, dan bersikap pemaaf kepada manusia, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik (Q.S Ali Imran:133-134)

Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Janganlah engkau marah, niscaya engkau mendapat surga (H.R at-Thobarony dan dishahihkan oleh al-Mundziri)

Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
Barangsiapa yang menahan amarah padahal ia mampu untuk melampiaskannya, Allah akan panggil ia di hadapan para makhluk pada hari kiamat, hingga Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari (terbaik) yang ia inginkan (H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Sahabat Nabi Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhu berkata: Tidak ada luapan yang lebih besar pahalanya di sisi Allah selain daripada luapan kemarahan yang ditahan oleh seseorang hamba demi menggapai wajah Allah (riwayat al-Bukhari dalam Adabul Mufrad)

APA YANG HARUS DILAKUKAN KETIKA MARAH

Jika seseorang mulai tersulut emosinya untuk marah, hal yang harus dilakukan untuk menahan atau meredakan kemarahan adalah:

1. Diam, tidak berkata apa-apa
Jika engkau marah, diamlah (H.R al-Bukhari dalam Adabul Mufrad, dishahihkan Syaikh al-Albany).
2. Mengingat-ingat keutamaan yang sangat besar karena menahan amarah.
3. Mengucapkan ta’awwudz: A’udzu billaahi minasysyaithoonir rojiim.
Nabi pernah melihat dua orang bertikai dan saling mencela, sehingga timbul kemarahan dari salah satunya. Kemudian Nabi menyatakan:Aku sungguh tahu suatu kalimat yang bisa menghilangkan (perasaan marahnya):A’udzu billaahi minasysyaithoonir rojiim (H.R al-Bukhari dan Muslim)
4. Merubah posisi : dari berdiri menjadi duduk, dari duduk menjadi berbaring.

Jika salah seorang dari kalian marah dalam keadaan berdiri hendaknya ia duduk. Jika dengan itu kemarahan menjadi hilang (itulah yang diharapkan). Jika masih belum hilang, hendaknya berbaring (H.R Abu Dawud)

Faidah : hadits yang menyatakan bahwa jika seseorang marah hendaknya berwudhu’ dilemahkan oleh sebagian Ulama’ di antaranya Syaikh al-Albany dalam Silsilah al-Ahaadits ad-Dhaifah no 582.

MARAH DALAM HAL SYARIAT ALLAH DILANGGAR

Bukanlah artinya seseorang tidak boleh marah sama sekali. Marah ketika ada penyelisihan terhadap syariat Allah adalah suatu hal yang diharapkan.

Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam tidak pernah membalas perlakuan buruk terhadap diri pribadi beliau, namun jika ada penyelisihan terhadap syariat Allah, beliau bersikap marah dan bertindak dengan tegas. Kemarahan beliau adalah karena Allah.

Ummul Mu’minin ‘Aisyah –radliyallaahu ‘anha- menyampaikan kepada kita:

“ Tidaklah Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam diberi pilihan di antara 2 hal kecuali beliau ambil yang paling mudah di antara keduanya selama tidak ada (unsur) dosa. Jika ada(unsur) dosa, beliau adalah manusia yang paling jauh darinya. Tidaklah Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam membalas (ketika disakiti) untuk dirinya sendiri, namun jika hal-hal yang diharamkan Allah dilanggar, beliau membalas untuk Allah ‘Azza wa Jalla “(H.R AlBukhari-Muslim)

Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam pernah marah ketika melihat ada gambar makhluk bernyawa di rumahnya, kemudian beliau bersabda:

Sesungguhnya para Malaikat (penyebar rahmat) tidaklah masuk ke rumah yang di dalamnya ada gambar (makhluk bernyawa), dan barangsiapa yang menggambar (makhluk bernyawa) akan diadzab pada hari kiamat dan dikatakan kepadanya: Hidupkan makhluk yang kalian ciptakan (H.R al-Bukhari no 2985).

Read More..

Rahmat atasi kemurkaan-Nya

ISLAM merupakan agama yang penuh dengan rahmat dan kemudahan. Syariat-syariat yang terkandung dalam Islam sesuai untuk semua manusia. Islam menyeru agar sentiasa mengerjakan amal kebaikan dan melarang kepada keburukan dan dosa.

Pun begitu, setiap manusia mempunyai kelemahan dan kekurangannya yang tersendiri. Tiada tanah yang tidak pernah ditimpa hujan. Begitulah manusia, tiada yang pernah terlepas daripada sebarang dosa sebagaimana Nabi yang maksum.

Dosa yang dilakukan sama ada sengaja mahupun tidak sengaja baik dosa besar mahupun kecil akan diampunkan oleh Allah SWT jika seseorang itu benar-benar bertaubat kepada-Nya. Orang yang telah melakukan dosa hendaklah segera bertaubat dengan mengharapkan rahmat dan keampunan daripada-Nya.

Janganlah berputus asa kerana dosa yang dirasakan terlalu banyak sehingga merasa tidak layak untuk bertaubat dan menjadi lebih baik.

Allah SWT berfirman: Katakanlah (Wahai Muhammad): Wahai hamba-hambaku yang telah melampaui batas terhadap diri mereka sendiri (dengan perbuatan maksiat), janganlah kamu berputus asa daripada rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampunkan segala dosa-dosa kamu. Sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Mengasihani. (Az-Zumar: 53)

Allah SWT sendiri telah mengakui akan kebesaran rahmat dan keampunan buat hamba-hamba-Nya. Daripada Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda: Ketika Allah SWT telah selesai menciptakan dunia dan seisinya, Allah menuliskan dalam kitab yang ada disisi-Nya yang tersimpan di atas Arasy-Nya: Sesungguhnya rahmat-Ku mengatasi kemurkaan-Ku. (riwayat al-Bukhari no. 6969 dan Muslim no. 2751)

Ketenangan, kedamaian dan keindahan yang dirasakan di dunia ini adalah berkat rahmat daripada Allah SWT. Seluruh makhluk ciptaan-Nya sama ada manusia, jin, tumbuh-tumbuhan, haiwan dan sebagainya berkongsi rahmat yang telah dikurniakan Ilahi.

Sesungguhnya di akhirat nanti, rahmat Allah SWT jauh lebih besar berbanding kenikmatan yang manusia rasakan ketika hidup di dunia dahulu.

Di dalam sebuah hadis daripada Abu Hurairah berkata, bahawa Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah SWT memiliki 100 rahmat. Satu di antaranya Allah SWT telah turunkan dan dibahagi-bahagikan-Nya kepada jin, manusia, binatang dan serangga. Dengan rahmat-Nya yang satu itu juga para makhluk-Nya saling mencintai dan menyayangi dan dengan rahmat-Nya yang satu itu juga haiwan liar mahu menyayangi anaknya. Adapun 99 rahmat lagi, Allah akan berikan pada hari kiamat nanti kepada para hamba-Nya. (riwayat al-Bukhari no. 6000 dan Muslim no. 2752)

Jika kehidupan di dunia ini adalah hanya satu peratus daripada rahmat Allah SWT, maka seharusnya umat Islam hari ini tidak berputus asa untuk meminta keampunan dan rahmat Allah SWT agar diampunkan dosa yang telah lalu.

PENULIS dari Kuliyyah Islamiyyah 'Alamiyyah Gombak, Pengajian Islam Kontemporari

Read More..

Dipromosi Dan Dihargai

Maukah Anda dipromosikan untuk jabatan yang lebih tinggi? Mau duwwwooong…. Maukah Anda dipromosikan dan dihargai? Mau banggets.
Maukah Anda dipromosikan, namun sama sekali tidak dihargai oleh orang-orang yang ada disekitar Anda? Disepelkan. Dipertanyakan; kenapa kok orang seperti Anda yang mendapatkan promosi jabatan itu. Tidak didengarkan kata-kata Anda oleh anak buah. Tidak dituruti instruksi Anda oleh orang-orang yang Anda pimpin. Maukah Anda menjadi atasan seperti itu? Tentu tidak mau kan? Tak seorang pun mau, saya yakin. Namun, kenyataan menunjukkan lain. Banyak orang yang dipromosi jabatan namun tidak dihargai. Terlebih lagi, mereka yang baru pertama kali mendapatkan promosi. Jadi, penting sekali bagi kita untuk mengantisipasi supaya kelak jika kita dipromosi, kita juga dihargai. Bagaimana caranya?

Inilah yang terjadi pada sahabat muda saya. Suatu ketika dia mendapatkan promosi untuk menduduki jabatan tertentu. Dengan promosi
itu, maka sejak sekarang dia bisa disebut sebagai seorang atasan. Ada beberapa anak buah dalam sebuah team yang dipimpinnya. Yang menjadi persoalan bagi dirinya sekarang adalah; orang-orang yang selama ini menjadi teman baiknya langsung berubah sikap kepadanya. Penyebabnya jelas sekali; mereka menilai teman saya itu tidak layak untuk dipromosikan. Walhasil, eksistensinya sebagai atasan pun menjadi sering diabaikan. Kata-katanya dianggap sebagai angin lalu.

Instruksinya hanya dijalankan secara asal-asalan. Kinerja team pun tidak sesuai dengan harapan. Sehingga atasannya sekarang mempertanyakan; apakah kamu bisa memimpin unit kerja itu dengan baik? Ketika mendapatkan surat keputusan promosi itu dia bahagia sekali. Namun sekarang, dia merasakan dadanya sesak seperti terkena asma secara mendadak.

Kenapa begitu ya? Jawaban yang paling mudah untuk pertanyaan itu adalah; orang lain iri kepada dirinya sehingga mereka memboikot. Memang benar kan? Jabatan itu kan diperebutkan oleh banyak orang. Kalau seseorang mendapatkannya, maka orang-orang yang lainnya tidak menyukainya. Saya tadi mengatakan jika itu adalah jawaban yang mudah. Tapi, bukan jawaban yang benar. Lho, memangnya jawaban yang benar itu seperti apa? Izinkan saya menjelaskannya dengan kejadian lain.

Selain sahabat yang tadi, saya juga punya sahabat lain. Yang juga mendapatkan promosi untuk pertama kalinya dalam karirnya. Sama
senangnya dengan teman saya yang pertama tadi. Dan sama groginya juga. Tapi, teman saya yang kedua ini tidak mendapatkan respon negatif dari anak buahnya. Mereka bersedia menerima kepemimpinannya tanpa hambatan apapun. Tahu kenapa? Karena mereka berpendapat jika teman saya itu memang sudah layak untuk menduduki jabatan itu. Dengan begitu, kata-katanya didengar. Instruksinya dijalankan secara sungguh-sungguh. Kinerja teamnya bagus, sehingga atasannya pun merasa senang. Apa yang dirasakan oleh teman saya ini adalah semacam buah manis dari pohon promosi yang didambakan oleh banyak orang.

Kenapa bisa begitu? Diskriminatif kali ya? Saya tidak tahu apakah ada jawaban yang mudah untuk pertanyaan itu atau tidak. Yang jelas, ada sebuah perbedaan yang menonjol diantara kedua sahabat saya itu. Sahabat yang kedua itu adalah orang yang sejak masih bekerja sebagai staff sudah menunjukkan kualitas pribadinya yang jauh melampaui teman-teman yang lainnya. Cara dia mendisiplinkan dirinya. Cara dia menunaikan tanggungjawabnya. Cara dia memegang kata-katanya. Cara dia bekerjasama dengan karyawan lainnya. Semuanya, menunjukkan kematangan yang diatas rata-rata. Sebelum mendapatkan promosi jabatan itu pun orang-orang
disekelilingnya sudah menilai bahwa sahabat saya ini sudah sepatutnya mendapatkan tugas dan tanggungjawab yang lebih tinggi. Maka ketika promosi itu akhirnya didapatkannya, semua orang tidak mempunyai alasan untuk mempertanyakannya.

Dari dua situasi yang saya ceritakan itu, apakah sekarang Anda sudah bisa mendapatkan jawaban dari pertanyaan tadi? Bukan
jawaban yang mudah, tetapi jawaban yang benar-benar bisa diterima oleh akal sehat maupun nurani kita. Sahabat saya yang pertama, tidak memiliki keunggulan apapun dari teman-temannya. Sehingga ketika dirinya dipromosi, teman-temannya mempertanyakan; kenapa orang seperti dia yang mendapatkannya? Mengapa bukan gue. Atau teman gue yang lainnya? Sedangkan sahabat saya yang kedua, memang sudah menunjukkan kelasnya yang berbeda. Sehingga ketika dirinya mendapatkan promosi itu, teman-temannya merasa bahwa memang sudah selayaknya dia mendapatkan jabatan itu.

Jadi, apa sebenarnya yang menentukan penerimaan anak buah terhadap atasannya yang baru dipromosi itu, sahabatku? Sederhana saja sih sebenarnya. Jika sebelum dipromosi itu kita sudah menunjukkan kualitas pribadi yang tinggi, maka orang lain pun tidak akan mempertanyakan pengangkatan kita. Betul kan? Jadi kata kuncinya begini, sahabatku: Dalam posisi apapun Anda saat ini, pastikanlah Anda selalu menunjukkan kapasitas, kualitas dan kapabilitas satu tingkat DIATAS posisi Anda.

Contohnya begini, sekarang Anda seorang staff di perusahaan. Level yang diatas Anda adalah supervisor, misalnya. Maka, mulai
sekarang sahabatku – mulai sekarang – berperialkulah, berkemampuanlah, berkualitaslah selevel dengan supervisor. Asahlah terus kemampuan diri Anda sampai Anda memiliki kualitas sekelas supervisor di perusahaan Anda. Insya Allah, kelak jika di perusahaan itu ada posisi kosong supervisor, Anda akan mendapatkan kesempatan itu. Dan ketika Anda mendapatkan posisi itu, orang-orang disekitar Anda tidak akan ada yang mempertanyakan atau melecehkan Anda. Karena mereka tahu, bahwa selama ini pun Anda sudah menunjukkan kualitas yang memadai untuk posisi itu.

Kebanyakan orang, hanya mau menunjukkan kualitas diri ‘sesuai’ dengan posisinya saja. ‘Ngapain gue kerja lebih banyak dan lebih
tinggi dari jabatan gue.’ Begitu kan? Kebanyakan orang merasa rugi jika berkinerja satu level diatas posisinya sekarang. Katanya, ‘ntar aja kalau gue udah dipromosi baru gue tunjukkan kemampuan gue yang sesungguhnya’. Padahal dengan bersikap seperti itu, pengambil keputusan tidak pernah tahu kemampuan dia yang sesungguhnya. Atau, mungkin memang sebenarnya dia tidak mampu kok? Apa buktinya dia mampu kan?

Kalau pun mereka ternyata mendapatkan promosi itu, wajar jika teman-temannya mempertanyakan; kenapa orang macam ini yang
dipromosikan. Berbeda dengan orang-orang yang selama ini sudah menunjukkan kemampuan unggulnya. Jika pun ada satu dua orang yang masih mempertanyakan, tapi kebanyakan orang akan mendukungnya. Begitulah buah dari menunjukkan kualitas Anda yang satu tingkat lebih tinggi dari posisi Anda saat ini seperti yang saya anjurkan itu.

Jika Anda sudah menjadi supervisor, bagaimana? Aturan mainnya ya sama saja, yaitu; Dalam posisi apapun Anda saat ini, pastikanlah Anda selalu menunjukkan kapasitas, kualitas dan kapabilitas satu tingkat DIATAS posisi Anda. Diatas Anda ada posisi apa? Junior Manager? Maka mulailah sekarang juga mengasah diri Anda, dan mendedikasikan diri kepada perusahaan dengan kualitas kerja dan kualitas pribadi setingkat Junior Manager. Insya Allah, tidak sulit buat Anda untuk mendapatkan kepercayaan sebagai menduduki posisi lebih tinggi lagi kelak, jika sudah tiba saatnya. Dan ketika mendapatkan posisi itu; Anda tetap dihormati
oleh teman-teman di kantor Anda. Bukankah pertumbuhan karir seperti itu yang kita dambakan?

Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!


Read More..