Wednesday, August 3, 2011

Wanita Aman Nembak Duluan


"Apabila datang laki-laki (untuk meminang) yang kamu ridhoi agamanya dan akhlaknya maka Nikahkanlah dia, dan bila tidak kamu lakukan akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas." (HR. Tirmidzi dan Ahmad)

Keluarga A menolak lamaran si Fulan yang diketahui baik agamanya, padahal anaknya masih gadis yang sangat menyukai Fulan. Si gadis dipaksa menerima lamaran lelaki lain, maka Di kemudian hari timbul kerusakan, Si gadis menderita dan si Fulan menderita. Karena mereka masing masing menikah dengan orang lain yang tidak disukainya.

Sebutlah Fulanah, yang terhindar dari lamaran lelaki yang tidak disukainya, dengan cara nembak duluan lelaki yang disukainya. Fulanah yang cerdas mencoba mencontoh cara Khadijah RA yang tertarik pada keindahan agama lelaki yag disukainya.

Kisah Khadijah RA ialah ketika Setelah Muhammad pulang berdagang dari Syria, Muhammad makin beranjak dewasa, makin terkenal sebagai orang yang dapat dipercaya Al Amin.

Berita mengenai Al Amin tersebut dibawa oleh salah satu bibi nabi bernama Atikah yang menyampaikannya kepada Khadijah, seorang wanita pengusaha sukses yang sedang membutuhkan manager yang dapat dipercaya untuk membawa barang dagangan ke Syria.

Menjelang pertemuan dengan Muhammad untuk melakukan MOU/perjanjian perdagangan, Khadijah berdebarhatinya karena mendengar harumnya nama Muhammad.

Singkat kata, Terjadilah pertemuan bisnis antara rombongan Khadijah dan Muhammad. Dalam MOU (kesepakatan) Muhammad mendapat tugas membawa barang dagangan ke Syria, sama seperti jalur dagang waktu bersama pamannya saat Muhammad berusia 12 tahun.

Khadijah ingin mengenal (taaruf) dengan Muhammad dengan cara yang unik, yaitu : Khadijah memerintahkan asisten kepercayaannya Maisaroh agar ikut rombongan Muhammad membantu dalam perjalanan perdagangan. sehingga Khadijah bisa mengetahui sifat-sifat terpuji Muhammad

Karena salah satu cara mengenal sifat manusia ialah dengan melakukan perjalanan / musafir dalam sebuah rombongan

berikut cara unik khadijah mengenal (taaruf) calon suaminya

Khadijah berbisik pada Maysarah "Bantulah Muhammad, jangan kamu menolak perintahnya, dan perhatikan apa yang Muhammad kerjakan di sepanjang perjalanan, nanti saat kau kembali, katakan semuanya padaku"

Maysarah mendengarkan dan mematuhi apa yg diperintahkan siti Khadijah (bossnya), dalam perjalanan rombongan nabi berdagang di syria (syam), maysaroh melihat awan besar melindungi rombongan dan awan kecil terus mengikuti nabi memayungi nabi dari panasnya gurun pasir yang seolah membakar kulit. Maysaroh takjub.

Perdagangan sukses mendapat laba/ untung besar karena kejujuran dan ketulusan Muhammad Al Amin, ketika rombongan kembali ke markas bisnis Khadijah. Khadijah merasa senang mendengar semua cerita perjalanan dari maysaroh dan khadijah memberikan upah dan hadiah yang besar kepada Muhammad.

Khadijah makin yakin bahwa Muhammad akan menjadi nabi, Khadijah makin terpesona oleh ketulusannya. Lalu Khadijah menyampaikan maksudnya dengan cara meminta bantuan Nafisah yang menyampaikan maksud hatinya tersebut.

Nafisah dengan senang menyampaikan kepada Muhammad, Muhammad akhirnya meng-iyakan.

Nafisah menyampaikan berita gembira itu kepada khadijah. Betapa bahagianya Khadijah mendengar berita itu bagaikan ingin terbang.. rasanya.

Abu Thalib pamannya nabi dan bibinya nabi juga ikut senang mendengarnya dan mendukung pernikahan itu, pernikahan yang indah itu. Muhammad memberi mahar 20 ekor unta (unta di zaman itu adalah kendaraan termahal setelah kuda, jadi 20 unta setara dengan 20 buah mobil mewah di masa kini)

Demikianlah, Wanita melamar ("nembak") duluan dalam arti "memberi sinyal" bukan melamar dalam bentuk upacara adat / ritual

Bila wanita hanya bersifat menunggu tembakan maka akan banyak wanita terjebak oleh lamaran pria yang tidak dicintainya, lalu menolaknya sehingga wanita bisa mendapat fitnah (kerusakan yang meluas) bila menolak lamaran yang datang dari laki-laki baik (shalih) tersebut.

Apalagi di zaman materi ini, banyak lelaki baik-baik tetapi sayang secara lahir dan materi kurang “berkepribadian” (kurang rumah pribadi dan kendaraan pribadi), lelaki model begitu, biasanya bukan idaman kebanyakan wanita masa kini.

Wanita masa kini banyak yang melupakan sabda Nabi tersebut: bila pihak wanita menolak lamaran lelaki baik maka akan timbul fitnah (kesusahan/cobaan/kerusakan yang meluas), bahkan meluasnya kerusakan di masa depan.

Berbagai fitnah/cobaan akan datang. Contohnya

Bisa saja berakibat wanita tersebut menjadi perawan tua, atau si wanita menjadi sangat telat nikah, kalaupun dia menikah maka sebagian dari mereka menikah terpaksa dan mendapat fitnah/menderita menikah dengan lelaki yang tidak dicintainya.

Rumah tangganya menjadi tidak sakinah alias terlalu sering ribut. tidak ada rasa sakinah (tenang) di hati keluarga mereka.

Jadi, Agar wanita terhindar dari hal seperti di atas, maka lebih baik wanita "nembak duluan" silakan perempuan memilih pria yang disukai. Mau Yang ganteng? Atau mau yang pintar atau alim? Atau yang kaya? Terserah anda asalkan amal(perbuatan) dienul islamnya bagus.

Daripada wanita keduluan dilamar pria baik-baik (shalih) diridhai agamanya tetapi wanita atau orangtua menolak, maka keluarga bisa kena bala. Maka Lebih baik si wanita "melamar" duluan. Perkara nanti (takut) ditolak itu resiko.

Agar wanita tidak malu dan tidak gengsi, maka wanita bisa menggunakan jasa perantara alias PI (private investigator) atau bahasa kerennya "mack chomp blanc".

Apabila datang laki-laki (untuk meminang) yang kamu ridhoi agamanya dan akhlaknya maka nikahkanlah dia, dan bila tidak kamu lakukan akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas.

(HR. Tirmidzi dan Ahmad)

Bagaimana dengan komentar, “Gengsi Dong?”

Kebanyakan perempuan kan gengsi kalau mereka yg ’melamar’ duluan.?

Mari kita Jawab: Tidak perlu gengsi, karena banyak sejarah perempuan “menembak” duluan. Siti Julaeha “menembak duluan” Nabi Yusuf AS, yang tampan.

Siti Khadijah “menembak duluan” Nabi Muhammad SAW yang (menurut ulama) Nabi Muhammad SAW lebih tampan daripada nabi Yusuf.

So, wanita yang gengsi akan kalah cepat dan rugi.

“Wah kesempatan nih....! “kata lelaki

Iya kesempatan bagi wanita juga dan juga pria agar berani melamar, mengungkapkan isi hatinya, soal teknis bisa pakai perantara seperti Maysarah, atau kalau berani, wanita langsung bicara dengan cara yang baik.

Kalau Baru Tahap Ta’aruf Bagaimana?

Kalau baru taaruf tidak masalah, karena tidak ada soal penolakan atau tidak penolakan. Taaruf baru tahap saling berkenalan, siapapun boleh kenalan tidak perlu ambil keputusan menerima atau menolak.

berbeda dengan Khitbah (melamar/meminang) “nembak secara resmi”. Dalam meminang wanita berhak menerima lelaki yang baik pengamalan agamanya dan menolak lelaki yang tidak baik pengamalan agamanya.

Bagaimana Kalau Orang tua nggak ridha? kan ana tidak mau jadi anak durhaka?

Bila orang tua yang menolak lamaran calon menantunya yang sudah terbukti baik agamanya maka orangtua sekeluarga tersebut akan mendapat “fitnah di muka bumi dan kerusakan yang meluas”. Orang tua yang shalih biasanya tidak akan menolak lamaran pria yang shalih

Bagaimana Sesudah istikharah tetapi orang tua juga tetap menolak ?

Sang orangtua harus diberi pemahaman dan doa dari anak-anaknya.

Jadi, segeralah “menembak duluan” lelaki yang baik amal dienul islamnya.

Siapa cepat, dia dapat…

Oleh Anas bin Abdul Mulk

Read More..

Terbelenggu Atas Nama Cinta


Anto (31), seorang ayah dengan 2 orang anak, hidup dalam kondisi ideal dan harmonis. Boleh dikata, hidupnya selama ini dirasakannya enak, nyaman, dan serba berkecukupan. Kondisi hidup yang sepatutnya harus disyukuri, terlebih di tengah kondisi krisis ekonomi seperti sekarang ini.

Suatu ketika, seorang rekan kerja wanita berbagi rasa (curhat) mengenai kehidupan rumah tangga bersama suaminya yang sudah dirasakannya hambar. Anto tidak bersikap protektif terhadap curahan hati rekannya itu. Dia malah merasa enjoy dan merasa bahwa apa yang dilakukannya adalah sebuah kebaikan.

Seiring berjalannya waktu, hubungan batin dua pasangan yang bukan suami isteri itu menjadi dekat. Benih-benih simpati dan "cinta" pun akhirnya muncul. Tidak jarang Anto membantu masalah keuangan dan masalah lainnya secara "ikhlas". Tentu saja, ikatan "cinta" mereka pun makin pekat, sampai akhirnya perbuatan yang seharusnya tidak pantas dilakukan pun terjadi dan mereka melakukannya dengan dasar "cinta" (suka sama suka).

Kekhilafan memang sering muncul tatkala hawa nafsu telah terlampiaskan keinginannya. Setelah kejadian itu, Anto merasa khilaf dan menyadari telah mengkhianati istri dan keluarganya.

Belakangan, Tuhan pun membukakan mata hatinya bahwa ternyata rekan wanitanya itu juga melakukan hal yang sama itu kepada pria selain dirinya. Suatu hal yang sangat logis terjadi. Wanita itu bisa mengkhianati suaminya yang notabene terikat dengan tali pernikahan, apalagi dengan dia yang hanya terikat dalam "urusan curhat". Jelas, wanita itu mampu mengkhianati dirinya sebagaimana ia mengkhianati suaminya. Di ambang kesadaran itulah, akhirnya Anto memutuskan untuk melupakan wanita itu.

Rekan wanitanya itu harus dilupakan, karena ia tidak hanya terlibat affair dengan dirinya, melainkan dengan banyak pria lain. Ironisnya, Anto merasa tidak mampu melupakan bayang-bayang wanita itu dari ingatannya. Ia masih menyimpan "cinta" dengan wanita itu, meski terbayang di benaknya bahwa wanita itu pasti "bercinta" pula dengan pria lain selain dirinya.

Atas nama cintanya itu, Anto berusaha menyadarkan teman affair-nya agar tidak bercinta dengan orang lain. Sesuatu yang boleh jadi mustahil diwujudkan oleh teman wanita itu. Bagaimana mungkin ia disuruh tidak berkhianat terhadap Anto, sementara ia boleh berkhianat terhadap suaminya. Akhirnya, di tengah tarikan antara akal sehat dan hawa nafsunya, Anto ingin mendoktrin otaknya dengan menghadirkan keburukan wanita itu agar ia bisa cepat melupakannya, tetapi tetap saja tidak berhasil. Oleh karenanya, ia merasa drop. Konsentrasi bekerja, konsentrasi kepada keluarga, maupun konsentrasi mencari nafkahnya hilang sama sekali. Tiada keinginan atau perhatian lagi yang ia berikan buat anak dan isterinya. Anto benar-benar terkuras pikiran dan tenaganya untuk memikirkan wanita itu. Akhirnya dia jatuh sakit dan opname di rumah sakit.

Tiada seorang pun yang mengetahui perihal dirinya selain dia dan teman wanitanya itu. Ia tidak terbuka mencari solusi ini kepada orang lain, apalagi kepada istrinya. Akhirnya, keinginan untuk kembali seperti dulu, memegang komitmen menjadi seorang suami, ayah yang bertanggung jawab, hanya tinggal keinginan yang belum terwujud realitanya.

Ia terjebak dan terbius oleh gelora "cinta" terhadap wanita itu, yang sebenarnya bukan cinta, tetapi hawa nafsu dan "rasa ketagihan" yang sulit dibendung. Ya, persis seperti ketagihannya orang yang terkena Narkoba. Dia tahu dan sadar akan bahaya dan keburukannya, tetapi begitu sulit untuk meninggalkannya.

Kisah Anto memberi hikmah akan bahaya cinta, yaitu cinta yang tidak didasarkan atas ikatan apa pun selain keinginan untuk memenuhi hawa nafsu. Cinta demikian sebenarnya dikategorikan sebagai perzinahan yang harus dijauhi. Namun sangat sedikit orang yang memahami dan diberi petunjuk untuk menghindari diri dari perzinahan.

Ibnu Qayyim Rahimahullah dalam kitabnya "Al-Fawaid" menjelaskan tentang jebakan-jebakan kehidupan dunia. Beliau menjelaskan bahwa setiap perbuatan manusia, selalu diawali oleh lintasan-lintasan atau gagasan pikiran. Dan dari sini kemudian muncul iradah (kemauan) yang selanjutnya mendorong kehadiran perbuatan ('amal). Apabila perbuatan itu terjadi berulang kali, maka ia akan menjadi kebiasaan.

Kasus yang terjadi pada Anto menyimpan sebuah pelajaran berharga agar kita jangan terjebak oleh lintasan-lintasan yang buruk atau yang memiliki potensi keburukan. Lintasan untuk "mencintai" seorang wanita yang bukan isterinya adalah salah satu lintasan yang bisa membawa malapetaka. Allah telah menegaskan dalam Al-Qur'an untuk jangan sekali-kali mendekati zina (QS. 17 : 32). Dan upaya 'tidak mendekati ini' salah satunya adalah segera menghilangkan lintasan itu dari dalam hati.

Jalan-jalan apa pun yang mengarah pada perzinahan hendaknya dihindari. Kasus yang terjadi pada Anto cukup menjadi pelajaran, bahwa jika jalan itu tidak dihindari, maka akan membawa kebinasaan diri. Pada awalnya, boleh jadi lintasan yang terbersit saat Anto menerima curhat dari rekan wanitanya itu adalah murni karena kasihan atau ingin menolong. Namun karena Anto tidak memiliki pemahaman agama yang cukup, ia justru memasuki pintu awal dari jebakan dosa perzinahan itu. Menolong adalah nilai dari keimanan, namun dalam pelaksanaannya harus mencontoh metode yang dicontohkan oleh Rasul SAW. Yang terjadi pada Anto, bukannya mengarahkan (dan inilah yang disayangkan karena ia tidak memiliki pemahaman), justru ia terlarut dengan kenikmatan menerima curahan wanita itu, sehingga perlahan-lahan bibit simpati dan "cinta" itu timbul.

Saat ia mengetahui bahwa wanita itu adalah bejat, ia tidak bisa melupakan wanita itu. Seharusnya dengan merenungi kebejatan wanita itu, Anto bisa meninggalkannya. Namun rupanya, tarikan hawa nafsunya begitu kuat. Ia tahu bahwa itu dosa, tetapi merasa tidak bisa meninggalkannya. Apakah ia terkena sihir? Mungkin saja, terlebih bagi orang yang jauh dari Allah dan melalaikan dzikir padaNya. Na'udzubillah.

Andai ia sejak awal memiliki kesadaran Islami, tentu ia akan teringat dengan perintah untuk tidak mendekati perzinahan (QS. 17 : 32) dan ia akan mengikuti saran dari Ibnu Qayim yang menegaskan, "Lawanlah setiap lintasan buruk. Karena jika dibiarkan, ia akan berubah mejadi fikrah buruk. Singkirkanlah fikrah buruk itu, karena jika dibiarkan, ia akan berubah menjadi iradah atau 'azimah (tekad) yang buruk. Perangilah tekad yang buruk itu, karena kalau dibiarkan, ia akan berubah menjadi perbuatan buruk. Dan jika perbuatan buruk itu tidak dilawan, bahkan dilakukan secara berulang-ulang, maka ia akan berubah menjadi kebiasaan buruk. Bila perbuatan buruk itu sudah menjadi kebiasaan, maka kita akan sulit untuk meninggalkannya." Ia pasti tidak dengan mudah menerima curhat teman wanitanya itu. Sangat mungkin ia akan merekomendasikan pada orang yang tepat.

Anto tidak cukup sendirian dalam mengatasi masalahnya. Ia butuh teman dan lingkungan yang bisa membantunya ke luar dari jebakan nafsunya itu. Perlu orang yang bisa membimbingnya dalam bertaubat, yaitu menghadirkan penyesalan sedalam-dalamnya atas dosa yang dilakukan dan memohon ampun kepada Allah dengan permohonan yang sungguh-sungguh. Bimbingan diperlukan agar ia bisa menjalani hidup dengan ibadah dan amal kebaikan sebanyak-banyaknya demi mengkompensasi dosa besar yang telah dilakukan dan demi melupakan lintasan-lintasan tentang wanita itu yang bisa kembali hadir. Ia juga perlu dibimbing agar lebih waspada terhadap perzinahan, jangan sampai terulang kembali. Apa yang sudah terjadi, cukuplah menjadi pelajaran dirinya akan dahsyatnya godaan hawa nafsu, sehingga ia termotivasi untuk selalu membentengi diri darinya dengan ibadah dan memohon pertolongan Allah.

Wallaahu a'lam bishshawaab. (rizqon_ak)


Read More..

KISAH SEBATANG BAMBU


Sebatang bambu yang indah tumbuh di halaman rumah seorang petani. Batang bambu ini tumbuh tinggi menjulang di antara batang-batang bambu lainnya. Suatu hari datanglah sang petani yang empunya pohon bambu itu. Dia berkata kepada batang bambu," Wahai bambu, maukah engkau kupakai untuk menjadi pipa saluran air, yang sangat berguna untuk mengairi sawahku?"

Batang bambu menjawabnya, "Oh tentu aku mau bila dapat berguna bagi engkau, Tuan. Tapi ceritakan apa yang akan kau lakukan untuk membuatku menjadi pipa saluran air itu." Sang petani menjawab, "Pertama, aku akan menebangmu untuk memisahkan engkau dari rumpunmu yang indah itu. Lalu aku akan membuang cabang-cabangmu yang dapat melukai orang yang memegangmu. Setelah itu aku akan membelah-belah engkau sesuai dengan keperluanku. Terakhir aku akan membuang sekat-sekat yang ada di dalam batangmu, supaya air dapat mengalir dengan lancar.

Apabila aku sudah selesai dengan pekerjaanku, engkau akan menjadi pipa yang akan mengalirkan air untuk mengairi sawahku sehingga padi yang kutanam dapat tumbuh dengan subur."

Mendengar hal ini, batang bambu lama terdiam..... , kemudian dia berkata kepada petani, "Tuan, tentu aku akan merasa sangat sakit ketika engkau menebangku. Juga pasti akan sakit ketika engkau membuang cabang-cabangku, bahkan lebih sakit lagi ketika engkau membelah-belah batangku yang indah ini, dan pasti tak tertahankan ketika engkau mengorek-ngorek bagian dalam tubuhku untuk membuang sekat-sekat
penghalang itu. Apakah aku akan kuat melalui semua proses itu, Tuan?"

Petani menjawab batang bambu itu, " Wahai bambu, engkau pasti kuat melalui semua itu, karena aku memilihmu justru karena engkau yang paling kuat dari semua batang pada rumpun ini. Jadi tenanglah."

Akhirnya batang bambu itu menyerah, "Baiklah, Tuan. Aku ingin sekali berguna bagimu. Ini aku, tebanglah aku, perbuatlah sesuai dengan yang kau kehendaki."

Setelah petani selesai dengan pekerjaannya, batang bambu indah yang dulu hanya menjadi penghias halaman rumah petani, kini telah berubah menjadi pipa saluran air yang mengairi sawahnya sehingga padi dapat tumbuh dengan subur dan berbuah banyak.

Pernahkah kita berpikir bahwa dengan masalah yang datang silih berganti tak habis-habisnya, mungkin Allah sedang memproses kita untuk menjadi indah di hadapan-Nya? Sama seperti batang bambu itu, kita sedang ditempa, Allah sedang membuat kita sempurna untuk di pakai menjadi penyalur berkat. Dia sedang membuang kesombongan dan segala sifat kita yang tak berkenan bagi-Nya. Tapi jangan kuatir, kita pasti kuat karena Allah tak akan memberikan beban yang tak mampu kita pikul. Jadi maukah kita berserah pada kehendak Allah, membiarkan Dia bebas berkarya di dalam diri kita untuk menjadikan kita alat yang berguna bagi-Nya?

Seperti batang bambu itu, mari kita berkata, " Ini aku hambamu..... ya Allah, berbuatlah sesuai dengan yang Kau kehendaki terhadap diriku,sesungguhnya aku telah ridha kepadamu maka ridhailah aku." /Subhan J. Sultan

Read More..

Akhwat (Dilarang) Pulang Malam


“Akhwat itu tidak baik pulang malam!”
Teguran tersebut tidak dapat begitu saja diterima oleh akhwat. Tuntutan kuliah, tugas, dan amanah seperti BEM dan organisasi lainnya yang belum terkondisikan, seringkali memposisikan mereka untuk pulang larut malam. Bahkan, saat ini, fenomena seorang akhwat yang pulang larut malam seolah menjadi hal yang biasa.

Tapi, percayalah bahwa sebenarnya dalam lubuk hati yang terdalam, para akhwat pun merasa tidak nyaman jika harus pulang malam. Ada beban mental menghadapi tanggapan dan pandangan masyarakat. Ada kecemasan akan pelanggaran kode etik tak tertulis mengenai bagaimana sikap dan perbuatan seorang “wanita baik-baik” di mata sosial yang menganut penuh prinsip budaya ketimuran.

Memang, kesemuanya itu hanyalah peraturan dan pandangan yang dibuat oleh manusia, bukan peraturan Al-Quran maupun hadis yang tak dapat dirubah. Akan tetapi kita ini hidup bermasyarakat, hidup dengan orang lain, tentunya harus menghormati peraturan yang ada. Dengan demikian kita dapat mencerminkan bahwa Islam juga sangat mempertimbangkan keutamaan muamalah. Dan dengan menghargai peraturan yang ada di masyarakat (tentu peraturan yang logis dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai syariat Islam), kita telah melakukan sebagian dari dakwah.

Mari membangun persepsi terlabih dahulu mengenai parameter kata malam. Drs. Moh. Rifa’i dalam bukunya yang berjudul “Risalah Tuntunan Sholat Lengkap”, khususnya bab salat sunnah tahajud, memaparkan pembagian malam menjadi tiga, yaitu:
Sepertiga malam pertama : pukul 19.00-22.00
Sepertiga malam kedua : pukul 22.00-01.00
Sepertiga malam ketiga : pukul 01.00-menjelang subuh

Dengan demikian, waktu malam terhitung sejak sekitar pukul 19.00. Akan tetapi sebagian aktivis terkadang membuat kebijakan tentang malam yang dimaksud, misalnya malam dimulai sejak maghrib, atau malam adalah lebih dari pukul 21.00. Pembuatan kebijakan tersebut sebenarnya sah-sah saja dengan syarat sang pembuat kebijakan memang mengetahui seluk beluk lingkup penerapannya sehingga menimbulkan kebaikan bagi sasaran. Yang jelas, waktu-waktu di atas pukul 21.00 adalah waktu yang sudah teramat malam bagi muslimah atau wanita untuk berada di luar rumah.

Kembali pada soal akhwat yang pulang larut malam. Sebenarnya, apakah penyebab akhwat dipandang tidak baik dan bahkan dilarang untuk pulang malam? Adakah dalil yang menyatakan bahwa akhwat dilarang pulang malam?

Akhwat dilarang untuk pulang malam pada dasarnya adalah untuk menghindari dua fitnah. Yang pertama adalah fitnah keamanan. Memang sudah diartikan secara klasik bahwa pada malam hari yang gelap, kriminalitas dan kejahatan akan banyak dilakukan, di mana pun tempatnya dan apa pun bentuknya. Selain itu, dalam QS. Al-Falaq ayat 1-3 ( Katakanlah: “aku berlindung kepada Tuhan yang menguasai subuh, dari kejahatan makhluknya, dan dari kejahatan malam apabila gelap gulita….”) disebutkan “kejahatan malam apabila gelap gulita”. Hal ini menunjukkan bahwa Al-Quran pun telah mengisyaratkan bahwa pada malam hari ada banyak kejahatan dilakukan. Hal tersebut tentu akan menjadi ancaman berbahaya, khususnya bagi para akhwat yang tak dapat dipungkiri bahwa mayoritas tidak mampu melakukan pelindungan diri dari kejahatan.

Sedangkan fitnah yang kedua adalah fitnah khalwat dengan lain jenis. Pada kondisi tertentu, ketika akhwat tidak berani pulang sendirian pada malam hari, maka akan ada ikhwan yang merasa kasihan dan kemudian mengantarkannya. Semoga niatnya tercatat sebagai kebaikan. Namun, pulang larut malam bersama lawan jenis bukanlah sebuah tindakan yang bijak karena justru akan menimbulkan berbagai macam asumsi masyarakat, misalnya tentang “apa yang dilakukan oleh sepasang ikhwan dan akhwat sampai malam begini?”. Juga asumsi-asumsi lain yang nantinya berbuah fitnah.

Para ulama pun telah memberi isyarat bahwa malam hari itu banyak bertebaran fitnah sehingga lebih baik banyak berzikir di rumah dari pada berkeliaran di luar rumah.
Fitnah-fitnah yang ada (terutama yang sebenarnya bisa dicegah tapi timbul karena perbuatan sendiri) akan berpotensi menurunkan izzah (wibawa, harga diri, kemuliaan) seorang akhwat. Padahal, seorang akhwat dengan segala atribut kemuslimahannya harusnya memiliki dan mampu menjaga izzah serta menjadi teladan kebaikan bagi orang-orang di sekitarnya. Tidak pulang larut malam adalah salah satu bentuk dakwah dengan keteladanan.

Memang, tidak ada dalil yang melarang akhwat pulang malam, tapi justru lebih dari itu, dalam sebuah hadis disebutkan, "Tidak halal bagi wanita Muslimah untuk bermusafir kecuali bersamanya mahromnya" (HR:Bukhori).

Pergi bersama mahromkah para akhwat yang pulang malam itu? Kebanyakan tidak. Dalam hadis tersebut bahkan wanita dilarang keluar rumah sama sekali. Namun, dalam menyikapi hadis ini, para ulama shalafussolih telah memberikan batasan-batasan yang sangat tegas bahwa muslimah diharamkan bepergian tanpa mahromnya kecuali dalam tiga hal, yaitu: untuk menyelamatkan akidahnya, menuntut ilmu, dan untuk hal-hal yang bersifat durori. Semoga ini bisa menjadi pertimbangan dalam menanggapi larangan pulang malam.

Fenomena akhwat pulang malam memang seperti sulit dihindari jika alasannya tugas dan amanah. Apalagi bagi akhwat yang tinggal di kos-kosan atau kontrakan yang notabene tidak mendapat pengawasan intensif orang tua. Mereka, termasuk diri ini, akan lebih bebas untuk pulang larut malam.

Saya teringat nasehat seorang saudara yang mengingatkan ancaman fitnah di malam hari, namun saya meyakinkan bahwa saya akan baik-baik saja. Lantas, beliau mengondisikan saya untuk membayangkan jika orang tua kita mengetahui kita, putri kesayangannya, pulang larut malam. Akan ridakah mereka? Tentu tidak. Mereka akan sangat khawatir jika putrinya belum pulang ketika malam beranjak larut. Kita hanya akan menyiksa mereka dalam kecemasan. Lalu, jika orang tua pun tidak rida, bagaimana dengan Allah? Sementara “rida Allah bergantung pada rida orang tua, dan kemurkaan Allah bergantung pada kemurkaan orang tua” (HR Bukhori, Ibnu Hibban, Tirmidzi, Hakim). Jika Allah tidak rida, berarti sia-sia saja apa yang telah dan akan kita lakukan.

Jika kita yakin bahwa dua fitnah yang dipaparkan di atas akan jauh dari kita, sehingga merasa saah saja pulang malam, jangan lupakan juga bahwa kita memiliki dan harus menjaga izzah sebagai muslimah. Selain itu, pertimbangkan pula keridaan orang tua atas apa yang kita lakukan, sebab rida Allah bergantung pada rida mereka.

Sebaiknya, kita lebih selektif lagi dalam mengikuti kegiatan yang selesai di malam hari. Apalagi jika kita pergi tanpa mahrom. Semoga pemikiran dengan bahasa sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita. Menjadi renungan bagi diri sendiri dan kita semua, akhwat yang terjaga izzahnya. Wallahoa’lam bishowab./Endang Sri Wahyuni


Read More..