Tuesday, December 24, 2013

Antara Wahabi dan Isu Terorisme (Tanggapan untuk Tulisan KH. Said Aqil Siradj)

Oleh: Artawijaya
Wartawan dan Penulis Buku

Pasca serangan bom bunuh diri di GBIS Kepunton Solo, perbincangan mengenai kaitan antara terorisme dan doktrin Wahabi kembali mencuat di media massa. Setidaknya hal itu tercermin dalam sebuah artikel yang ditulis oleh Ketua Umum PBNU, KH. Said Aqil Siradj pada harian Republika (3/10/2011). Artikel berjudul "Radikalisme, Hukum, dan Dakwah" ini menarik untuk dicermati, karena KH Said Aqil telah mengaitkan antara pergerakan dakwah Wahabi dengan radikalisme. Beliau bahkan membuat istilah baru tentang dakwah Wahabi, yaitu "ideologi puritanisme radikal."


Kita tentu bersyukur, seorang ketua umum sebuah organisasi massa besar seperti KH Said Aqil Siradj begitu peduli terhadap teror bom yang banyak menimbulkan korban dari masyarakat yang tak bersalah. Bahkan sebenarnya bukan hanya KH Said Aqil Siradj, tokoh yang sering dikait-kaitkan dengan kasus terorisme seperti KH. Abu Bakar Ba'asyir (ABB) pun mengecam aksi bom di Cirebon dan Solo sebagai tindakan ngawur yang jauh dari pemahaman syariat. Pada beberapa kesempatan, ABB menyatakan bahwa Indonesia adalah wilayah aman yang karenanya Islam harus ditegakkan lewat cara-cara damai.

Ada beberapa hal yang perlu dikritisi dari artikel Kiai Said di atas, yang terkesan seperti menabur angin, mengenai siapa saja yang dianggap sebagai Wahabi. Dalam beberapa alineanya, artikel tersebut bahkan seperti mengumbar stigma yang gebyah uyah. Jika tak dikritisi, tulisan tersebut bisa menimbulkan ragam penafsiran di masyarakat dan generalisasi terhadap kelompok yang dituduh mengusung dakwah Wahabi. Sehingga hal ini bisa berpotensi memicu konflik sosial di akar rumput, sebagaimana terjadi pada sebuah pengajian hadits di Klaten, Jawa Tengah, yang nyaris dipaksa bubar karena dianggap bagian dari dakwah Wahabi.

Diantara kalimat yang bisa menimbulkan bias pemahaman dan stigma dari tulisan KH Said Aqil adalah, "Kita bisa mencermati pergerakan paham Wahabi di negeri kita yang secara mengendap-endap telah memasuki wilayah pendidikan dengan menyuntikkan ideologi puritanisme radikal, semisal penyesatan terhadap kelompok lain hanya karena soal beda masalah ibadah lainnya. Di berbagai daerah bahkan sudah terjadi 'tawuran' akibat model dakwah Wahabi yang tak menghargai perbedaan pandangan antar-muslim. Model dakwah semacam ini bisa berpotensi menjadi 'cikal bakal' radikalisme."

Pada alinea lain, KH Said Aqil mengusulkan agar dilakukan "sterilisasi" masjid-masjid yang berpotensi menjadi sarang kelompok puritan radikal, sebuah kelompok yang menurutnya seringkali menimbulkan "tawuran" di tengah masyarakat. Dalam kesempatan lain, KH Said Aqil bahkan meminta masyarakat untuk mewaspadai 12 yayasan dari Timur Tengah yang ditengarai mendapat suntikan dana dari kelompok Wahabi. Tulisan KH. Said Aqil Siradj yang dimuat dalam harian ini seolah menyatakan bahwa memerangi ideologi teror sama dengan memerangi ideologi puritan radikal yang diusung oleh kelompok yang ia sebut sebagai Wahabi. Kelompok yang saat ini menurutnya mengendap-endap di dunia pendidikan, membawa suntikan beracun berisi "ideologi puritan radikal".

Antara Wahabi dan Terorisme

Stigma Wahabi merujuk pada sosok ulama abad ke-18 bernama Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab At-Tamimy An-Najdi. Gerakan dakwahnya mengusung tajdid dan tashfiyah (pembaharuan dan pemurnian) akidah kaum muslimin dari beragam kemusyrikan dan amaliah yang tidak diajarkan oleh Islam. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab adalah seorang dai yang tak pernah menyebut kiprah dakwahnya dengan penamaan dakwah Wahabi atau tak pernah mendirikan organisasi dakwah bernama Wahabi. Istilah Wahabi baru muncul belakangan, itupun dengan tujuan stigmatisasi oleh mereka yang tak setuju dengan pemikiran yang diusung dalam dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab.

Di Indonesia, stigma Wahabi juga pernah dilekatkan pada ormas-ormas Islam seperti Muhammadiyah, Al-Irsyad, dan Persatuan Islam (Persis). Tokoh-tokoh seperti KH Ahmad Dahlan, Syaikh Ahmad Soorkati, A. Hassan, dianggap sebagai pengusung paham Wahabi di Indonesia. Bahkan, jauh sebelum itu, pahlawan nasional Tuanku Imam Bonjol pun pernah disebut sebagai pengusung dakwah Wahabi. Baik Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab ataupun generasi dakwah selanjutnya di seluruh dunia yang sepaham dengan pemikirannya tak pernah ada yang dengan tegas menyatakan dirinya sebagai Wahabi.

KH. Said Aqil Siradj dalam tulisannya tak menjelaskan siapa saja atau kelompok mana saja yang masuk dalam kategori puritan radikal pengusung dakwah Wahabi. Ia hanya menjelaskan, kelompok tersebut tak menghargai perbedaan dan mudah memberikan label sesat pada sesama Muslim lainnya. Sama tak jelasnya, ketika ia melontarkan pernyataan bahwa ada 12 yayasan milik Wahabi yang perlu diwaspadai yang kini beroperasi di Indonesia. Apa saja yayasan itu, kenapa perlu diwaspadai, adakah pelanggaran baik dari sisi hukum nasional ataupun hukum Islam dari 12 yayasan tersebut sehingga layak untuk diwaspadai tak pernah dijabarkan. Sekali lagi, apa yang dilontarkan KH Said Aqil seperti menabur angin, menerpa siapa saja yang dianggap sebagai Wahabi.

Jika merujuk pada banyak kasus yang terjadi di basis-basis NU, maka kelompok puritan radikal atau Wahabi yang dimaksud KH Said Aqil adalah mereka yang membid'ahkan tahlilan, tawassul, ziarah kubur, maulid Nabi, dan amaliah lainnya yang menjadi tradisi di kalangan Nahdhiyyin. Kriteria inilah yang sering diungkapkan oleh KH Said Aqil di media massa ketika menyoroti kiprah kelompok yang ia sebut sebagai "Wahabi". Namun, adakah kaitannya antara kelompok yang berdakwah untuk menjauhi bid'ah dalam urusan ibadah dengan kelompok teroris?

Nyatanya seluruh ormas Islam di Indonesia, baik yang meyakini bolehnya tahlilan atau tidak, sepakat bahwa aksi pengeboman di zona damai adalah perbuatan yang diharamkan Islam, apalagi pemboman yang terjadi di tempat ibadah. Bom yang dilakukan oleh kelompok yang mengatasnamakan jihad tentu mencoreng nama Islam. Islam mengajarkan syariat jihad dengan batasan dan aturan yang ketat dan rinci. Jihad tidak mengedepankan hawa nafsu dan serampangan. Jihad sangat menghargai nilai-nilai dan hak asasi manusia, termasuk di dalamnya hak-hak sipil. Dalam perang, musuh yang menjadi target adalah para combatan dan basis-basis militer, bukan orang-orang sipil, fasilitas umum, dan tempat-tempat ibadah.

Akhirul kalam, menyebut dakwah Wahabi sebagai kontributor aksi teror bom tak pernah bisa dibuktikan dengan jelas. Stigmatisasi itu tak lebih daripada memukul bayang-bayang. Kita tentu tak sepakat dengan sekelompok orang yang mudah mengkafirkan muslim lainnya hanya karena urusan khilafiyah. Kita juga tak setuju dengan pola-pola dakwah yang eksklusif, merasa paling benar, dan jauh dari nilai-nilai akhlakul karimah. Jika ada perbedaan dalam urusan dakwah, maka selesaikan dengan jalan dialog. Begitupun jika terjadi perbedaan pendapat dalam hal furu'iyah maka kedepankanlah sikap tasamuh (toleran). Stigmatisasi yang tak jelas di tengah prahara terorisme akan menambah beban masalah yang melebar ke mana-mana. Selain persoalan ideologi yang menyimpang, akar dari terorisme adalah ketidakadilan global yang melanda negeri-negeri Muslim. (Dimuat di Harian Republika, 7 Oktober, 2011)

Read More..

Antara Ayam dan Manusia

"Try not to become a man of success but rather to become a man of value."
-- Albert Einstein, fisikawan

APA perbedaan ayam dengan manusia? Itulah pertanyaan yang dilontarkan seorang tokoh di negeri ini dalam sebuah acara diskusi. Terkesan main-main memang. Tak heran bila mereka yang hadir di sana punya banyak reaksi.

Ada yang tertawa geli, karena pertanyaan lucu itu. Mungkin mereka tidak percaya ketika pertanyaan itu dilontarkan seorang tokoh. Ada yang diam, mungkin sedang berpikir maksud dibalik pertanyaan tersebut. Di bagian lain, ada juga yang tiba-tiba memegangi perutnya. Bisa jadi dia teringat pada ayam goreng yang baru saja disantapnya.


Ternyata pertanyaan ini lebih dari sekedar serius. Kata bapak itu, setiap harinya ayam melakukan rutinitas yang tak pernah berbeda, selalu sama. Bangun pagi, berkokok, notol-notol mencari makan, buang air, melakukan hubungan seks, walau untuk urusan yang satu ini tak melulu tiap hari, lalu tidur dan bangun pagi lagi. Begitu seterusnya.

Kalaulah ada sedikit variasi: mereka berkelahi ketika saat lawan jenisnya diganggu. Tapi bila keadaannya normal, apalagi bila ayam itu dipelihara di rumah, mereka hidup dalam damai.

Bagaimana dengan manusia? Andai mereka melakukan hal yang juga rutin, bangun pagi, bekerja, pulang, buang air, melakukan hubungan seks, walau lagi-lagi tak harus tiap hari, lalu tidur dan bangun lagi keesokan harinya, dan seterusnya begitu, mohon maaf kata sang bapak itu, lantas apa bedanya dengan ayam.

Albert Einstein, fisikawan ternama pernah berkata, Try not to become a man of success but rather to become a man of value." Di sini, Einstein lebih menekankan kepada nilai yang dimiliki seseorang, bukan semata kesuksesannya. Nilai dari seseorang manusia terlihat dari seberapa besar manfaat yang dia lakukan untuk orang lain. Manusia semakin bernilai saat banyak memberikan manfaat bagi orang lain.

Tak sulit untuk membuat kita semakin bernilai. Bukan dengan mobil yang mengkilap. Bukan juga dengan pakaian yang licin dan bermerek. Apalagi ditentukan dengan pergaulan yang penuh dengan ingar-bingar.

Lihatlah sekeliling kita. Mang Ipin misalnya. Seorang tukang sampah di sebuah kompleks perumahan daerah Prima Regency. Bayangkan, bila tidak ada satu pun tukang sampah, seperti Mang Ipin, di suatu kompleks perumahan. Apa yang akan terjadi? Sampah akan menumpuk, bau busuk akan menyebar ke segala arah. Wabah penyakit siap mengerubungi. Penghuni menjadi tidak nyaman. Tak hanya itu, seorang tukang sampah pun mempunyai nilai bagi orang lain. Mang Ipin, sehari-harinya tak hanya melakukan rutinitas, mengambil sampah dari tempat pembuangan sampah para warga untuk kemudian diangkut ke tempat pembuangan akhir. Kadang ia mengingatkan penghuni rumah, bila ternyata sang penghuni rumah kelupaan untuk membuang sampah. Bahkan, Mang Ipin pun sering bertanya pada si pemilik rumah, barangkali ada sampah yang belum terbuang.

Seorang dokter pun dapat melakukan hal yang sama misalnya. Selain tugas mulianya membantu orang lain agar sembuh, ia pun dapat melakukan hal lebih, misalnya membantu pasien yang kurang mampu dengan menggratiskan biaya pengobatan atau memberikan obatnya secara cuma-cuma. Atau bisa juga memberikan penyuluhan di lingkungan warga sekitar mengenai kesehatan, kebersihan, atau pertolongan pertama apa yang harus dilakukan saat terkena penyakit tertentu. Suatu kegiatan yang sungguh-sungguh mulia. Intinya, pekerjaan yang mulia sejatinya pekerjaan yang paling banyak memberi manfaat kepada orang lain.

Suatu profesi sangat mungkin merupakan suatu pilihan hidup. Tetapi manusia seyogianya dituntut untuk dapat melakukan sesuatu lebih dari sekedar profesi yang digelutinya. Seorang manusia bisa jadi melakukan aktivitasnya secara rutin. Atau dapat dikatakan, monoton. Hal itu bukanlah suatu kesalahan. Karena sekali lagi, hal itu merupakan pilihan hidup. Monoton saja masih lebih baik ketimbang tidak merugikan bagi orang lain. Karena bila merugikan bagi orang lain, jelas, ia lebih hina dari seekor ayam sekalipun.

Tapi manusia bukanlah ayam. Manusia mampu melakukan lebih dari sekedar rutinitas. Manusia mampu melakukan lebih dari itu. Ia dapat memperoleh nilai dari apa yang yang telah diperbuatnya. Semakin banyak yang diperbuat bagi orang lain, itu makin bagus. Tak peduli apapun profesi atau pekerjaan seseorang untuk dapat berbuat lebih dan memberikan nilai-nilai terbaik yang kita miliki. Jangan pernah merasa puas atas apa yang telah diperbuat. Karena seharusnya kita dapat lebih, dan lebih berbuat lagi. Untuk selalu terus berkembang, tumbuh, dan dinamis. Ya, karena manusia tidaklah sama dengan seekor ayam.

Oleh: Sonny Wibisono

Read More..

Aneh Tapi Nyata, Perbaiki Ya

Assalamualaikum WW?

Saudaraku, Kenapa jika kondisi dzahir/ badan kita menurun, kita sensitif dan pergi ke dokter untuk diperiksa. Tapi jika kondisi batin/ iman menurun dengan datangnya kemalasan beribadah atau tidak khusyunya beribadah, kita tidak sensitif dan tidak mendatangi ahlinya? Padahal nutrisi batin jauh lebih penting daripada nutrisi dzahir.


Nabi Pernah bersabda: “Barang siapa yang Alloh kehendaki kebaikan kepadanya, niscaya Alloh akan pahamkan ia dalam masalah agama” (H.R. Bukhori) dalam riwayat lain "ia akan disibukkan dalam amal-amal agama". Waspada, jangan sampai kita tidak termasuk orang yang akan diberi kebaikan oleh Alloh dengan tidak disibukkan dalam amal agama.

Semoga kita termasuk hamba-Nya yang selalu disibukkan dalam amal agama. Amien

Wassalamualaikum WW!

Read More..

Tuesday, November 26, 2013

Wasiat Nabi : Jangan Marah

Syarh Hadits Ke-16 Arbain anNawawiyyah
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: “Berilah wasiat kepadaku”. Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Janganlah engkau marah”. Maka diulanginya permintaan itu beberapa kali. Sabda beliau: “Janganlah engkau marah”.(HR. al-Bukhari)

PENJELASAN HADITS

Seorang laki-laki datang kepada Nabi dan meminta diberi wasiat. Nabi mewasiatkan kepadanya untuk jangan marah. Hal itu diulangi beberapa kali, menunjukkan pentingnya wasiat tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa menahan amarah memiliki kedudukan, manfaat, dan keutamaan yang tinggi. Sebagian ulama’ menyatakan bahwa wasiat Nabi disesuaikan dengan keadaan orang yang meminta wasiat. Orang yang meminta wasiat tersebut adalah seorang pemarah, maka Nabi memberikan wasiat kepadanya agar jangan marah.


“Janganlah engkau marah”, kata sebagian para Ulama’ mengandung 2 makna:

1. Latihlah dirimu untuk senantiasa bersikap sabar dan pemaaf, jangan jadi orang yang mudah marah.

2. Jika timbul perasaan marah dalam dirimu, kendalikan diri, tahan ucapan dan perbuatan agar jangan sampai terjadi hal-hal yang engkau sesali nantinya. Tahan diri agar jangan sampai berkata atau berbuat hal-hal yang tidak diridhai Allah.

(disarikan dari penjelasan Syaikh Abdurrahman as-Sa’di)

MARAH SUMBER KEBURUKAN

Dalam hadits riwayat Ahmad, laki-laki yang meminta wasiat kepada Nabi itu berkata: “(kemudian aku memikirkan wasiat Nabi tersebut), ternyata kemarahan adalah mencakup keburukan seluruhnya”.

Jika seseorang marah dan tidak berusaha untuk mengendalikannya, ia akan berbicara atau berbuat di luar kesadaran sehingga nanti akan ia sesali. Betapa banyak kalimat talak diucapkan suami karena marah, dan setelah kemarahannya mereda ia sangat menyesal. Ada juga orangtua yang sangat marah kepada anaknya sehingga memukul dan menganiayanya, akibatnya anaknya menjadi cacat. Betapa banyak kemarahan menyebabkan hubungan persaudaraan menjadi putus, harta benda dirusak dan dihancurkan. Semua itu menunjukkan bahwa kemarahan yang tidak dikendalikan akan menyebabkan keburukan-keburukan.

KEUTAMAAN MENAHAN AMARAH

Menahan amarah adalah sebab memperoleh ampunan Allah dan surga-Nya:

Dan bersegeralah menuju ampunan dari Tuhan kalian dan surga yang lebarnya (seluas) langit dan bumi yang disediakan bagi orang yang bertakwa, yaitu orang yang menginfakkan (hartanya) di waktu lapang atau susah, dan orang-orang yang menahan amarah, dan bersikap pemaaf kepada manusia, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat baik (Q.S Ali Imran:133-134)

Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Janganlah engkau marah, niscaya engkau mendapat surga (H.R at-Thobarony dan dishahihkan oleh al-Mundziri)

Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
Barangsiapa yang menahan amarah padahal ia mampu untuk melampiaskannya, Allah akan panggil ia di hadapan para makhluk pada hari kiamat, hingga Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari (terbaik) yang ia inginkan (H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Sahabat Nabi Ibnu Umar radhiyallaahu ‘anhu berkata: Tidak ada luapan yang lebih besar pahalanya di sisi Allah selain daripada luapan kemarahan yang ditahan oleh seseorang hamba demi menggapai wajah Allah (riwayat al-Bukhari dalam Adabul Mufrad)

APA YANG HARUS DILAKUKAN KETIKA MARAH

Jika seseorang mulai tersulut emosinya untuk marah, hal yang harus dilakukan untuk menahan atau meredakan kemarahan adalah:

1. Diam, tidak berkata apa-apa
Jika engkau marah, diamlah (H.R al-Bukhari dalam Adabul Mufrad, dishahihkan Syaikh al-Albany).
2. Mengingat-ingat keutamaan yang sangat besar karena menahan amarah.
3. Mengucapkan ta’awwudz: A’udzu billaahi minasysyaithoonir rojiim.
Nabi pernah melihat dua orang bertikai dan saling mencela, sehingga timbul kemarahan dari salah satunya. Kemudian Nabi menyatakan:Aku sungguh tahu suatu kalimat yang bisa menghilangkan (perasaan marahnya):A’udzu billaahi minasysyaithoonir rojiim (H.R al-Bukhari dan Muslim)
4. Merubah posisi : dari berdiri menjadi duduk, dari duduk menjadi berbaring.

Jika salah seorang dari kalian marah dalam keadaan berdiri hendaknya ia duduk. Jika dengan itu kemarahan menjadi hilang (itulah yang diharapkan). Jika masih belum hilang, hendaknya berbaring (H.R Abu Dawud)

Faidah : hadits yang menyatakan bahwa jika seseorang marah hendaknya berwudhu’ dilemahkan oleh sebagian Ulama’ di antaranya Syaikh al-Albany dalam Silsilah al-Ahaadits ad-Dhaifah no 582.

MARAH DALAM HAL SYARIAT ALLAH DILANGGAR

Bukanlah artinya seseorang tidak boleh marah sama sekali. Marah ketika ada penyelisihan terhadap syariat Allah adalah suatu hal yang diharapkan.

Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam tidak pernah membalas perlakuan buruk terhadap diri pribadi beliau, namun jika ada penyelisihan terhadap syariat Allah, beliau bersikap marah dan bertindak dengan tegas. Kemarahan beliau adalah karena Allah.

Ummul Mu’minin ‘Aisyah –radliyallaahu ‘anha- menyampaikan kepada kita:

“ Tidaklah Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam diberi pilihan di antara 2 hal kecuali beliau ambil yang paling mudah di antara keduanya selama tidak ada (unsur) dosa. Jika ada(unsur) dosa, beliau adalah manusia yang paling jauh darinya. Tidaklah Rasulullah Shollallaahu ‘alaihi wasallam membalas (ketika disakiti) untuk dirinya sendiri, namun jika hal-hal yang diharamkan Allah dilanggar, beliau membalas untuk Allah ‘Azza wa Jalla “(H.R AlBukhari-Muslim)

Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam pernah marah ketika melihat ada gambar makhluk bernyawa di rumahnya, kemudian beliau bersabda:

Sesungguhnya para Malaikat (penyebar rahmat) tidaklah masuk ke rumah yang di dalamnya ada gambar (makhluk bernyawa), dan barangsiapa yang menggambar (makhluk bernyawa) akan diadzab pada hari kiamat dan dikatakan kepadanya: Hidupkan makhluk yang kalian ciptakan (H.R al-Bukhari no 2985).

Read More..

Rahmat atasi kemurkaan-Nya

ISLAM merupakan agama yang penuh dengan rahmat dan kemudahan. Syariat-syariat yang terkandung dalam Islam sesuai untuk semua manusia. Islam menyeru agar sentiasa mengerjakan amal kebaikan dan melarang kepada keburukan dan dosa.

Pun begitu, setiap manusia mempunyai kelemahan dan kekurangannya yang tersendiri. Tiada tanah yang tidak pernah ditimpa hujan. Begitulah manusia, tiada yang pernah terlepas daripada sebarang dosa sebagaimana Nabi yang maksum.

Dosa yang dilakukan sama ada sengaja mahupun tidak sengaja baik dosa besar mahupun kecil akan diampunkan oleh Allah SWT jika seseorang itu benar-benar bertaubat kepada-Nya. Orang yang telah melakukan dosa hendaklah segera bertaubat dengan mengharapkan rahmat dan keampunan daripada-Nya.

Janganlah berputus asa kerana dosa yang dirasakan terlalu banyak sehingga merasa tidak layak untuk bertaubat dan menjadi lebih baik.

Allah SWT berfirman: Katakanlah (Wahai Muhammad): Wahai hamba-hambaku yang telah melampaui batas terhadap diri mereka sendiri (dengan perbuatan maksiat), janganlah kamu berputus asa daripada rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampunkan segala dosa-dosa kamu. Sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Mengasihani. (Az-Zumar: 53)

Allah SWT sendiri telah mengakui akan kebesaran rahmat dan keampunan buat hamba-hamba-Nya. Daripada Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda: Ketika Allah SWT telah selesai menciptakan dunia dan seisinya, Allah menuliskan dalam kitab yang ada disisi-Nya yang tersimpan di atas Arasy-Nya: Sesungguhnya rahmat-Ku mengatasi kemurkaan-Ku. (riwayat al-Bukhari no. 6969 dan Muslim no. 2751)

Ketenangan, kedamaian dan keindahan yang dirasakan di dunia ini adalah berkat rahmat daripada Allah SWT. Seluruh makhluk ciptaan-Nya sama ada manusia, jin, tumbuh-tumbuhan, haiwan dan sebagainya berkongsi rahmat yang telah dikurniakan Ilahi.

Sesungguhnya di akhirat nanti, rahmat Allah SWT jauh lebih besar berbanding kenikmatan yang manusia rasakan ketika hidup di dunia dahulu.

Di dalam sebuah hadis daripada Abu Hurairah berkata, bahawa Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya Allah SWT memiliki 100 rahmat. Satu di antaranya Allah SWT telah turunkan dan dibahagi-bahagikan-Nya kepada jin, manusia, binatang dan serangga. Dengan rahmat-Nya yang satu itu juga para makhluk-Nya saling mencintai dan menyayangi dan dengan rahmat-Nya yang satu itu juga haiwan liar mahu menyayangi anaknya. Adapun 99 rahmat lagi, Allah akan berikan pada hari kiamat nanti kepada para hamba-Nya. (riwayat al-Bukhari no. 6000 dan Muslim no. 2752)

Jika kehidupan di dunia ini adalah hanya satu peratus daripada rahmat Allah SWT, maka seharusnya umat Islam hari ini tidak berputus asa untuk meminta keampunan dan rahmat Allah SWT agar diampunkan dosa yang telah lalu.

PENULIS dari Kuliyyah Islamiyyah 'Alamiyyah Gombak, Pengajian Islam Kontemporari

Read More..

Dipromosi Dan Dihargai

Maukah Anda dipromosikan untuk jabatan yang lebih tinggi? Mau duwwwooong…. Maukah Anda dipromosikan dan dihargai? Mau banggets.
Maukah Anda dipromosikan, namun sama sekali tidak dihargai oleh orang-orang yang ada disekitar Anda? Disepelkan. Dipertanyakan; kenapa kok orang seperti Anda yang mendapatkan promosi jabatan itu. Tidak didengarkan kata-kata Anda oleh anak buah. Tidak dituruti instruksi Anda oleh orang-orang yang Anda pimpin. Maukah Anda menjadi atasan seperti itu? Tentu tidak mau kan? Tak seorang pun mau, saya yakin. Namun, kenyataan menunjukkan lain. Banyak orang yang dipromosi jabatan namun tidak dihargai. Terlebih lagi, mereka yang baru pertama kali mendapatkan promosi. Jadi, penting sekali bagi kita untuk mengantisipasi supaya kelak jika kita dipromosi, kita juga dihargai. Bagaimana caranya?

Inilah yang terjadi pada sahabat muda saya. Suatu ketika dia mendapatkan promosi untuk menduduki jabatan tertentu. Dengan promosi
itu, maka sejak sekarang dia bisa disebut sebagai seorang atasan. Ada beberapa anak buah dalam sebuah team yang dipimpinnya. Yang menjadi persoalan bagi dirinya sekarang adalah; orang-orang yang selama ini menjadi teman baiknya langsung berubah sikap kepadanya. Penyebabnya jelas sekali; mereka menilai teman saya itu tidak layak untuk dipromosikan. Walhasil, eksistensinya sebagai atasan pun menjadi sering diabaikan. Kata-katanya dianggap sebagai angin lalu.

Instruksinya hanya dijalankan secara asal-asalan. Kinerja team pun tidak sesuai dengan harapan. Sehingga atasannya sekarang mempertanyakan; apakah kamu bisa memimpin unit kerja itu dengan baik? Ketika mendapatkan surat keputusan promosi itu dia bahagia sekali. Namun sekarang, dia merasakan dadanya sesak seperti terkena asma secara mendadak.

Kenapa begitu ya? Jawaban yang paling mudah untuk pertanyaan itu adalah; orang lain iri kepada dirinya sehingga mereka memboikot. Memang benar kan? Jabatan itu kan diperebutkan oleh banyak orang. Kalau seseorang mendapatkannya, maka orang-orang yang lainnya tidak menyukainya. Saya tadi mengatakan jika itu adalah jawaban yang mudah. Tapi, bukan jawaban yang benar. Lho, memangnya jawaban yang benar itu seperti apa? Izinkan saya menjelaskannya dengan kejadian lain.

Selain sahabat yang tadi, saya juga punya sahabat lain. Yang juga mendapatkan promosi untuk pertama kalinya dalam karirnya. Sama
senangnya dengan teman saya yang pertama tadi. Dan sama groginya juga. Tapi, teman saya yang kedua ini tidak mendapatkan respon negatif dari anak buahnya. Mereka bersedia menerima kepemimpinannya tanpa hambatan apapun. Tahu kenapa? Karena mereka berpendapat jika teman saya itu memang sudah layak untuk menduduki jabatan itu. Dengan begitu, kata-katanya didengar. Instruksinya dijalankan secara sungguh-sungguh. Kinerja teamnya bagus, sehingga atasannya pun merasa senang. Apa yang dirasakan oleh teman saya ini adalah semacam buah manis dari pohon promosi yang didambakan oleh banyak orang.

Kenapa bisa begitu? Diskriminatif kali ya? Saya tidak tahu apakah ada jawaban yang mudah untuk pertanyaan itu atau tidak. Yang jelas, ada sebuah perbedaan yang menonjol diantara kedua sahabat saya itu. Sahabat yang kedua itu adalah orang yang sejak masih bekerja sebagai staff sudah menunjukkan kualitas pribadinya yang jauh melampaui teman-teman yang lainnya. Cara dia mendisiplinkan dirinya. Cara dia menunaikan tanggungjawabnya. Cara dia memegang kata-katanya. Cara dia bekerjasama dengan karyawan lainnya. Semuanya, menunjukkan kematangan yang diatas rata-rata. Sebelum mendapatkan promosi jabatan itu pun orang-orang
disekelilingnya sudah menilai bahwa sahabat saya ini sudah sepatutnya mendapatkan tugas dan tanggungjawab yang lebih tinggi. Maka ketika promosi itu akhirnya didapatkannya, semua orang tidak mempunyai alasan untuk mempertanyakannya.

Dari dua situasi yang saya ceritakan itu, apakah sekarang Anda sudah bisa mendapatkan jawaban dari pertanyaan tadi? Bukan
jawaban yang mudah, tetapi jawaban yang benar-benar bisa diterima oleh akal sehat maupun nurani kita. Sahabat saya yang pertama, tidak memiliki keunggulan apapun dari teman-temannya. Sehingga ketika dirinya dipromosi, teman-temannya mempertanyakan; kenapa orang seperti dia yang mendapatkannya? Mengapa bukan gue. Atau teman gue yang lainnya? Sedangkan sahabat saya yang kedua, memang sudah menunjukkan kelasnya yang berbeda. Sehingga ketika dirinya mendapatkan promosi itu, teman-temannya merasa bahwa memang sudah selayaknya dia mendapatkan jabatan itu.

Jadi, apa sebenarnya yang menentukan penerimaan anak buah terhadap atasannya yang baru dipromosi itu, sahabatku? Sederhana saja sih sebenarnya. Jika sebelum dipromosi itu kita sudah menunjukkan kualitas pribadi yang tinggi, maka orang lain pun tidak akan mempertanyakan pengangkatan kita. Betul kan? Jadi kata kuncinya begini, sahabatku: Dalam posisi apapun Anda saat ini, pastikanlah Anda selalu menunjukkan kapasitas, kualitas dan kapabilitas satu tingkat DIATAS posisi Anda.

Contohnya begini, sekarang Anda seorang staff di perusahaan. Level yang diatas Anda adalah supervisor, misalnya. Maka, mulai
sekarang sahabatku – mulai sekarang – berperialkulah, berkemampuanlah, berkualitaslah selevel dengan supervisor. Asahlah terus kemampuan diri Anda sampai Anda memiliki kualitas sekelas supervisor di perusahaan Anda. Insya Allah, kelak jika di perusahaan itu ada posisi kosong supervisor, Anda akan mendapatkan kesempatan itu. Dan ketika Anda mendapatkan posisi itu, orang-orang disekitar Anda tidak akan ada yang mempertanyakan atau melecehkan Anda. Karena mereka tahu, bahwa selama ini pun Anda sudah menunjukkan kualitas yang memadai untuk posisi itu.

Kebanyakan orang, hanya mau menunjukkan kualitas diri ‘sesuai’ dengan posisinya saja. ‘Ngapain gue kerja lebih banyak dan lebih
tinggi dari jabatan gue.’ Begitu kan? Kebanyakan orang merasa rugi jika berkinerja satu level diatas posisinya sekarang. Katanya, ‘ntar aja kalau gue udah dipromosi baru gue tunjukkan kemampuan gue yang sesungguhnya’. Padahal dengan bersikap seperti itu, pengambil keputusan tidak pernah tahu kemampuan dia yang sesungguhnya. Atau, mungkin memang sebenarnya dia tidak mampu kok? Apa buktinya dia mampu kan?

Kalau pun mereka ternyata mendapatkan promosi itu, wajar jika teman-temannya mempertanyakan; kenapa orang macam ini yang
dipromosikan. Berbeda dengan orang-orang yang selama ini sudah menunjukkan kemampuan unggulnya. Jika pun ada satu dua orang yang masih mempertanyakan, tapi kebanyakan orang akan mendukungnya. Begitulah buah dari menunjukkan kualitas Anda yang satu tingkat lebih tinggi dari posisi Anda saat ini seperti yang saya anjurkan itu.

Jika Anda sudah menjadi supervisor, bagaimana? Aturan mainnya ya sama saja, yaitu; Dalam posisi apapun Anda saat ini, pastikanlah Anda selalu menunjukkan kapasitas, kualitas dan kapabilitas satu tingkat DIATAS posisi Anda. Diatas Anda ada posisi apa? Junior Manager? Maka mulailah sekarang juga mengasah diri Anda, dan mendedikasikan diri kepada perusahaan dengan kualitas kerja dan kualitas pribadi setingkat Junior Manager. Insya Allah, tidak sulit buat Anda untuk mendapatkan kepercayaan sebagai menduduki posisi lebih tinggi lagi kelak, jika sudah tiba saatnya. Dan ketika mendapatkan posisi itu; Anda tetap dihormati
oleh teman-teman di kantor Anda. Bukankah pertumbuhan karir seperti itu yang kita dambakan?

Salam hormat,
Mari Berbagi Semangat!


Read More..

Wednesday, October 9, 2013

Nabi Manusia Yang Istimewa

MESKIPUN para nabi dari kalangan manusia yang juga makan, minun, menikahi perempuan, berjalan-jalan di pasar-pasar, terdedah kepada gejala-gejala penyakit yang biasa dialami oleh manusia biasa seperti lemah, tua dan juga kematian, tetapi sesungguhnya mereka berbeza dengan pelbagai keistimewaan dan sifat-sifat agung serta mulia.

Sifat-sifat itu pula merupakan suatu yang amat lazim dan penting bagi mereka. Sifat-sifat mulia tersebut, secara ringkasnya adalah seperti siddiq (jujur), tabligh (menyampaikan), amanah, fathonah (bijaksana), bebas daripada keaiban yang membuatkan manusia lari daripadanya dan ismah (terpelihara daripada melakukan dosa).


Perbincangan tentang sifat-sifat dan keistimewaan penghulu segala rasul, Muhammad SAW adalah untuk membuktikan bahawa walaupun baginda adalah manusia tetapi sekali-kali tidak sama dengan manusia biasa. Kerana kesuntukan ruang, kita hanya akan menyentuhnya dengan ringkas sahaja.
l Rasulullah SAW melihat orang yang di belakangnya seperti melihat orang yang berada di hadapannya.
Diriwayatkan oleh al-Syaikhan (al-Bukhari dan Muslim) daripada Abu Hurairah, bahawa Rasulullah SAW bersabda: Adakah kamu dapat melihat Kiblatku di sini? Demi Allah! Rukuk dan sujud kamu tidak sekali-kali terselindung daripada penglihatanku. Sesungguhnya aku melihat kamu dari belakangku.

Rasulullah SAW melihat dan mendengar apa yang kita tidak dapat lihat dan dengar.
Daripada Abu Zar berkata, Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya aku dapat melihat apa yang kamu tidak lihat dan aku mendengar apa yang kamu tidak dengar. Langit merintih dan memang ia mempunyai hak untuk merintih. Tidak ada padanya (langit itu) walau selebar empat jari melainkan ada malaikat meletakkan dahinya sujud kepada Allah. Demi Allah! Sekiranya kamu mengetahui apa yang aku ketahui, pasti kamu akan sedikit ketawa dan banyak menangis, kamu tidak akan bersedap-sedap dengan isteri-isteri di atas ranjang dan kamu pasti akan keluar menuju ke jalan-jalan untuk tunduk memohon pertolongan kepada Allah".

Nabi Muhammad SAW terpelihara daripada menguap
Imam al-Bukhari meriwayatkan dalam al-Tarikh, dan Ibnu Abi Syaibah dalam al-Musannaf, serta Ibnu Sa'ad daripada Yazid ibn al-Asom, berkata: "Nabi Muhammad SAW tidak pernah menguap sama sekali."

Peluh nabi SAW yang mulia
Imam Muslim meriwayatkan daripada Anas berkata: Rasulullah SAW pernah datang kepada kami lalu tidur sebentar (qailulah) di tempat kami. Baginda SAW berpeluh (semasa tidur). Ibuku datang membawa sebuah botol kaca lalu menadah peluh Rasulullah SAW yang mengalir itu. Rasulullah SAW pun terjaga lalu bersabda, "Wahai Ummu Sulaim! Apakah yang engkau lakukan?" Dia menjawab: "Peluh ini akan kita jadikan minyak wangi kita, ia adalah wangian yang paling harum!"

Ketinggian Rasulullah SAW
Diriwayatkan oleh Ibnu Khaithamah di dalam Tarikhnya, Imam Baihaqi dan Ibnu 'Asakir, daripada Aisyah r.ha, beliau berkata:
"Rasulullah SAW tidak terlalu tinggi dan tidak pula terlalu rendah. Baginda SAW kelihatan berperawakan sederhana jika berjalan sendirian. Tiada seseorang yang berjalan bersama Rasulullah SAW (kelihatan) lebih tinggi, melainkan Baginda SAW melebihi ketinggian mereka.
"Jika ada dua orang lelaki yang tinggi bersamanya, Baginda SAW tetap kelihatan lebih tinggi daripada mereka. Tetapi, jika mereka berpisah darinya, Rasulullah SAW kelihatan berketinggian sederhana."

Bayang-bayang Rasulullah SAW
Al-Hakim al-Tirmizi meriwayatkan daripada Zakwan: "Sesungguhnya Rasulullah SAW itu tidak mempunyai bayang-bayang sama ada ketika berada di bawah sinar matahari, mahupun bulan."

Terhindar daripada lalat
Al-Qadhi 'Iyadh menyebut di dalam al-Syifa, dan al-'Azafi dalam Maulidnya: "Di antara keistimewaan Nabi Muhammad SAW, lalat tidak pernah menghinggapi baginda."
Ia juga disebutkan oleh Ibnu Sabu' dalam al-Khasa'is, dengan lafaz: "Sesungguhnya lalat tidak pernah hinggap pada pakaiannya."
Beliau menambah: "Sesungguhnya di antara keistimewaan Rasulullah SAW, kutu tidak pernah menggigitnya."

Darah Rasulullah
Diriwayatkan oleh al-Bazzar, Abu Ya'la, al Tabrani, al Hakim dan al Baihaqi daripada Abdullah ibn al Zubair: "Bahawa dia pernah datang menemui Rasulullah SAW ketika sedang dibekam. Setelah selesai dibekam, Rasulullah SAW pun bersabda, "Wahai Abdullah! Pergilah kamu dengan membawa darah ini dan buanglah ia di suatu tempat yang tiada sesiapa pun melihat kamu."
Tetapi dia meminum darah itu. Apabila pulang, Rasulullah SAW bertanya: "Wahai Abdullah! Apakah yang telah kamu lakukan (terhadap darahku itu)?"
Jawabnya: "Aku telah meletakkannya di tempat yang tersorok yang aku ketahui ia sememangnya tersembunyi daripada pengetahuan orang."
Rasulullah SAW bersabda: "Kemungkinan kamu telah meminumnya". Kataku, "Ya!" Rasulullah SAW bersabda: "Celakalah manusia daripada kamu dan terselamatlah kamu daripada manusia."
Maka mereka berpendapat kekuatan Abdullah r.a adalah disebabkan dari darah yang diminumnya itu.

Tidur Rasulullah SAW
Dikeluarkan oleh al-Bukhari dan Muslim, daripada Sayyidah Aisyah bertanya kepada baginda: "Wahai Rasulullah! Adakah kamu akan tidur sebelum solat witir?
Maka jawab Rasulullah SAW: "Wahai Aisyah! Kedua mataku tidur tetapi hatiku tidak tidur".
Kesimpulan yang kita perolehi dalam perbincangan ini, ternyata keistimewaan Nabi Muhammad SAW adalah sangat banyak.
Tidak dinafikan bahawa sebahagian hadis yang dipetik dalam bab ini diperselisihkan oleh ulama, kerana sebahagian mereka menilai bahawa hadis-hadis mengenainya adalah sahih dan sebahagian ulama yang lain melihat ia tidak sahih.
Oleh yang demikian, ia termasuk di dalam permasalahan khilafiah. Tetapi jika dinilai secara menyeluruh masih tidak menafikan kesimpulan bahawa Nabi kita dan para nabi adalah manusia-manusia yang istimewa dan bukannya manusia biasa.



Read More..

Keistimewaaan Rambut Nabi

Ini adalah sabahagian rambut Rasululillah saw(Gambar). rambut ini apabila disuluh tiada bayang... jelas... ini adalah rambut junjungan besar baginda Rasululillah... rambut baginda masih hidup walaupun jasad baginda sudah tiada... buktinya apabila rambut ini dipotong.. ia akan kembali kepada panjang asal....
Keistimewaan Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam yang tidak diberikan kepada Nabi-nabi yang sebelumnya adalah:


1. Nabi Sallallahu Alaihi Wasallam diutuskan kepada semua manusia dan jin. Sedangkan Nabi-nabi terdahulu hanya diutuskan kepada Kaumnya sahaja. (Hr Bukhari)

2. Dihalalkan harta rampasan perang (ghanimah) kepada Nabi Sallallahu Alaihi Wasallamsedangkan tidak dihalalkan bagi manusia-manusia sebelum Nabi. (Hr Bukhari)

3. Semua tanah dan tempat di muka bumi ini boleh dijadikan tempat solat. (HBukhari)

4. Nabi-nabi dan ummat terdahulu tidak bersembahyang melainkan di tempat-tempat ibadah yang khusus. (Hr Ahmad)

5. Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam diberi bantuan ketika menghadapi musuh-musuh Islam dengan Allah SWT mencampakkan perasaan takut dalam hati-hati musuh sebelum sampai bertemu tentera-tentera Islam sejauh sebulan perjalanan. (Hr Bukhari)

6. Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam diberi Syafaat. (Hr Bukhari) Syafaatnya untuk ummatnya bagi orang yang tidak melakukan syirik. (Hr Ahmad)

7. Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam diberikan “Jawamiul Kalim”. (Hr Muslim) Iaitu kalimah yang ringkas tetapi mengandungi banyak makna.

8. Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam adalah penutup bagi kenabian. (Hr Muslim)

9. Diberikan Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam ayat-ayat di akhir surah al-Baqarah dari gedung di bawah arasy. (Hr an-Nisaei)

10. Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam diberikan kunci-kunci bumi. (Hr Ahmad)

11. Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam adalah orang yang pertama diberi nama Ahmad. (Hr Ahmad)

12. Ummat Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam adalah yang sebaik-baik umat. (Hr Ahmad)

13. Diampunkan dosanya yang terdahulu dan yang akan datang semasa dia lahir ke dunia lagi. (Hr al-Bazzar)

14. Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam diberikan Telaga al-Kauthar di akhirat. (Hr al-Bazzar)

15. Mula-mula Qarin yang bersama Nabi Muhammad adalah kafir. kemudian Allah SWT membantu Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam dengan Islamnya Qarin tersebut.

16. Dijadikan saf Ummat Nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam seperti saf para malaikat. (Hr Muslim)

Sollu alan Nabi...
Allahumma salli `ala muhammadin wa'ali muhammad, kama sallayta `ala ali ibrahim, innaka hamidun majid, Allahumma barik `ala muhammadin wa'ali muhammad, kama barakta `ala ali ibrahim, innaka hamidun majid -

(Hanya Allah Maha Mengetahui apa yang benar)
Wallahua'lam...

Read More..

Ucapan Ucapan Yang Baik Memuliakan Tamu dan Tetangga

(Syarh Hadits ke-15 Arbain anNawawiyyah)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangga dan siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya.”[HR. Bukhari dan Muslim]


PENJELASAN HADITS

Hadits ini memberikan panduan kepada orang yang beriman agar melakukan 3 hal :

1. Ucapkan ucapan yang baik atau diam.
2. Muliakan tetangga
3. Muliakan tamu

BERIMAN KEPADA ALLAH DAN HARI AKHIR

Dalam hadits ini Nabi mendahulukan penyebutan ketiga perbuatan itu dengan ucapan : Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir…..

Banyak ayat-ayat al-Quran dan hadits-hadits Nabi yang menyebutkan tentang iman kepada Allah dan hari akhir. Hal itu menunjukkan bahwa beriman kepada Allah dan hari akhir akan memotivasi seseorang untuk bertakwa. Ia lakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan karena yakin bahwa ia akan dibalas sesuai perbuatannya di akhirat nanti.

Sesungguhnya kehidupan yang hakiki adalah kehidupan akhirat. Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Ya Allah, tidak ada kehidupan (yang hakiki) kecuali kehidupan akhirat (H.R alBukhari dan Muslim)

(Nanti pada hari kiamat) akan didatangkan penduduk dunia yang paling merasakan kenikmatan (di dunia) namun ia termasuk penduduk neraka. Orang tersebut dicelupkan satu kali celupan ke neraka kemudian ditanya: Wahai anak Adam, apakah engkau pernah melihat kebaikan, apakah engkau pernah merasakan kenikmatan? Orang itu berkata: Tidak, demi Allah wahai Tuhanku. Kemudian didatangkan orang yang paling sengsara hidupnya di dunia, tapi ia penduduk surga. Kemudian orang itu dicelupkan satu kali celupan ke surga kemudian ditanya: Wahai anak Adam, apakah engkau pernah melihat penderitaan sebelumnya? Apakah angkau pernah merasakan kesengsaraan? Orang itu berkata: Tidak demi Allah wahai Tuhanku, aku tidak pernah melihat dan merasakan penderitaan maupun kesengsaraan sama sekali sebelumnya (H.R Muslim)

MENJAGA LISAN

Seseorang yang menjaga lisannya tidak berkata kecuali perkataan yang baik, ucapan yang haq, adil, dan jujur. Jika seseorang senantiasa menjaga lisannya, niscaya Allah akan senantiasa membimbing dia pada perbuatan-perbuatan yang baik dan mengampuninya.

Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan ucapkanlah ucapan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amalan-amalan kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian…(Q.S al-Ahzaab:70)

Setelah menjaga hati, penjagaan yang paling penting berikutnya adalah lisan. Jika lisan dijaga, maka secara otomatis perbuatan anggota tubuh yang lain akan terjaga.

Pada pagi hari, seluruh anggota tubuh anak Adam semuanya tunduk pada lisan, dan berkata: (wahai lisan), bertakwalah kamu kepada Allah atas (keselamatan) kami.Karena keadaan kami tergantung engkau.Jika engkau istiqomah, kami akan istiqomah. Jika engkau
menyimpang, kami (juga) menyimpang (H.R atTirmidzi dari Abu Said al-Khudry, al-Munawy menyatakan bahwa sanadnya shohih dalam Faydhul Qodiir)

Al-Ahnaf bin Qois –seorang tabi’i- menyatakan:

“Mengucapkan kalimat yang baik lebih baik dari diam, dan diam lebih baik dari ucapan yang sia-sia dan batil. Duduk bersama orang sholih lebih baik dari menyendiri. Menyendiri lebih baik dari duduk bersama orang yang jahat “(disebutkan oleh Ibnu Abdil Baar dalam kitab ‘At-Tamhiid’ juz 17 hal 447)

Al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata : Jika engkau akan berbicara berfikirlah (terlebih dahulu). Jika nampak bahwa tidak ada bahaya (mudharat), maka berbicaralah. Jika padanya ada mudharat atau ragu, tahanlah (tidak berbicara)(Syarh Shohih Muslim linNawawy (2/19)

Sahabat Nabi Abud Darda’ radhiyallaahu ‘anhu berkata: Sesungguhnya dijadikan untukmu 2 telinga dan 1 mulut agar engkau lebih banyak mendengar dibandingkan berbicara (Mukhtashar Minhajul Qoshidin karya Ibnu Qudamah (3/24))

MEMULYAKAN TETANGGA

Tetangga adalah orang yang tinggalnya berdekatan dengan kita. Ia memiliki hak untuk dimulyakan, dijaga haknya, dan tidak diganggu (disakiti). Sebagian Ulama’ di antaranya al-Imam anNawawy menjelaskan bahwa berdasarkan kedekatannya, tetangga terbagi menjadi 4, yaitu :
1) Orang yang tinggal satu rumah dengan kita,
2) Orang yang rumahnya berdampingan dengan rumah kita,
3) Orang yang rumahnya dalam radius 40 rumah dari rumah kita, dan
4) Orang yang tinggal dalam satu negeri dengan kita. Semakin dekat, semakin besar haknya sebagai tetangga.

Tetangga, meski seorang yang kafir, ia memiliki hak untuk dimulyakan sebagai tetangga dalam Islam. Sahabat Nabi Abdullah bin Amr bin al-Ash ketika disembelihkan kambing untuknya berkata : Sudahkah kamu menghadiahkan kepada tetangga kita Yahudi? Saya mendengar Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Senantiasa Jibril mewasiatkan kepadaku terhadap tetangga, sampai-sampai aku mengira bahwa ia akan meberikan hak waris kepadanya (H.R alBukhari dalam Adabul Mufrad no 105).

Minimal, seseorang harus menjaga dirinya untuk tidak mengganggu, menyakiti atau mendzhalimi tetangganya. Sebagaimana dalam lafadz riwayat yang lain:

Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir janganlah menyakiti tetangganya (H.R Abu Dawud)

Dosa mendzhalimi tetangga lebih besar dibandingkan mendzhalimi orang lain. Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Seandainya seseorang mencuri pada 10 rumah, itu lebih ringan dibandingkan mencuri dari tetangganya (H.R Ahmad dan atThobarony, al-Haitsamy menyatakan bahwa perawi-perawinya terpercaya)

Nabi Muhammad shollallaahu ‘alaihi wasallam ditanya: Wahai Rasulullah! Sesungguhnya seorang wanita melakukan sholat malam, berpuasa di siang hari, melakukan ini dan itu, serta bershodaqoh, tetapi ia menyakiti tetangga dengan lisannya? Rasulullah
shollallaahu alaihi wasallam bersabda: Tidak ada kebaikan padanya. Ia termasuk penduduk neraka. Para Sahabat berkata: sedangkan seorang wanita lain melakukan sholat wajib dan bershodaqoh dengan beberapa potong keju tetapi ia tidak pernah menyakiti siapapun? Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Dia termasuk penghuni surga (H.R al-Bukhari dalam Adabul Mufrad no 119).

Tingkatan yang lebih utama lagi dibandingkan sekedar tidak mengganggu tetangga adalah berbuat baik kepada tetangga. Memberikan bantuan kepada mereka.

Hak tetangga di antaranya: Jika mereka butuh pinjaman, pinjamkanlah, jika mereka butuh pertolongan tolonglah, jika sakit jenguklah, jika meninggal iringi jenazahnya, jika mendapat kebaikan berikan ucapan selamat dan turut senang (tidak dengki), jika mendapat musibah hiburlah, jika ada kelebihan makanan berilah hadiah, jika membeli makanan dan tidak mampu untuk dihadiahkan, masukkan ke dalam rumah secara diam-diam (tidak menampakkan di hadapannya), jangan membangun bangunan yang menghalangi aliran
udara untuknya kecuali jika diijinkan (hadits-hadits tentang ini lemah, namun kata Ibnu Hajar karena perbedaan (banyaknya) jalur periwayatan menunjukkan bahwa hal itu memiliki asal (Fathul Baari (10/446))

Pemulyaan terhadap tetangga bertingkat-tingkat serta berbeda pada tiap orang dan keadaan. Adakalanya hukumnya fardlu ‘ain (wajib), bisa juga fardlu kifayah, dan bisa pula mustahab (sunnah).

MEMULYAKAN TAMU

Memulyakan tamu adalah akhlaq yang terpuji, Dalam hadits ini Nabi tidak menyebutkan batasan pemulyaan untuk tamu, karena hal itu disesuaikan dengan ‘urf (kebiasaan setempat), yang berbeda pada tiap orang dan keadaan. Tamu adalah orang yang safar singgah ke tempat mukim kita karena ada keperluan.

Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia mulyakan tamunya dengan pemberian untuknya sehari semalam. Hak bertamu adalah 3 hari, setelah itu adalah shodaqoh (H.R Abu Dawud)

Syaikh Abdul Muhsin al-Abbad menjelaskan bahwa pada sehari semalam pertama, dihidangkan makanan dan minuman yang kadarnya (kualitasnya) lebih dari kebiasaan yang kita makan, kemudian 2 hari berikutnya hidangannya adalah hidangan yang sesuai dengan kebiasaan (Syarh Sunan Abi Dawud (19/479))

Tuan rumah hendaknya melayani tamu dengan menyediakan makan dan minumnya, penginapan, serta hal-hal yang dibutuhkan tamu, melayaninya dengan ikhlas, mengucapkan ucapan yang baik dan berwajah cerah.

Sedangkan tamu hendaknya tidak mencela sajian atau kekurangan pelayanan dari tuan rumah, tidak menyebar aib/ kekurangan yang ada dalam rumah tersebut, mendoakan tuan rumah.

Salah satu doa yang diajarkan Nabi agar diucapkan setelah kita mendapat suguhan makanan dan minuman dari tuan rumah adalah:

Ya Allah berilah keberkahan pada apa yang Engkau rezekikan kepada mereka (tuan rumah), ampuni mereka, dan rahmatilah mereka (H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ahmad)



Read More..

Thursday, September 19, 2013

Hiduplah Sebatas Hari Harimu

Galau, risau, Stress ??

Salah satu kesalahan manusia adalah menanggung beban masa depannya yang masih jauh pada saat sekarang ini. Bila seseorang berangan-angan maka pemikirannya beralih ke ruang tanpa batas, yang segera dipenuhi oleh bisikan, praduga dan kecemasan yang segera mencengkramnya.Keraguan dan kegelisahan Itu semua akan menipu kita . Mengapa tidak hidup dalam batas harimu yang ini saja..

Psikolog Barat Dale Carnegi telah meneliti sejumlah tokoh sukses dari orang yang tidak terpengaruh masa depan tapi mencurahkan perhatian pada kondisi saat ini semata. Dengan cara yang cerdas ini hasilnya adalah keamanan bagi kondisi mereka saat itu dan sekaligus hari esoknya. Ungkapnya,” Kami tidak mengejar tujuan yang secara tiba-tiba terlintas dalam pikiran kami dari masa yang jauh. Kami hanya mengerjakan pekerjaan yang jelas dan nyata ada di hadapan kami hari ini ‘..nasihat dari seorang terkemuka di Inggris thomas Carlel.


Hidup dalam batasan hari ini menurut nasihat di atas sesuai pula dengan apa yang sudah dinasihatkan oleh Rasulullah SAW “ Barang siapa bangun dipagi hari dengan hati tenang, badan yang sehat, memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan dunia telah ditundukkan seluruhnya kepadanya. (H.R. At Tirmidzi)

Jika telah terbit subuh, Khalilullah Ibrahim As berdoa , “ Ya Allah ini adalah ciptaan (hari) baru, maka bukakanlah ia untukku dengan ketaatan kepadaMU dan tutupllah dengan ampunan dan ridha-Mu. Ya Allah berilah aku rezeki di dalamnya dengan penerimaan yang baik dariku , tumbuhkan dan lipat gandakan ia untukku, dan ampunilah untukku keburukan yang aku ketahui ada padanya. Sesungguhnya engkau Maha Pengampun, Maha Pengasih, Maha Penyayang , dan Maha Mulia,” Beliau berkata, “ Barang siapa yang berdoa dengan doa ini di pagi hari, maka ia telah mensyukuri harinya.”

Dalam keseharian Rasulullah SAW, beliau menunjukkah kebenaran cara ini dalam menata kehidupan, menghadapi setiap bagiannya dengan penuh semangat dan harapan baru. Apabila tiba waktu pagi Rasulullah berkata, “ Kami berada di waktu pagi, dan menjadilah kerajaan milik Allah. Segala puji bagiNya , tidak ada sekutu bagi Nya, Tidak ada Tuhan selain Dia, dan hanya kepadaNya tempat kembali.” Dan jika tiba waktu senja , beliau mengucapkan, “ Ya Allah , aku mendapati waktu sore dari Mu dalam kenikmatan, keafiatan dan perlindungan. Maka sempurnakanlah untukku nikmat Mu, ke’afiatan dari Mu dan perlindungan Mu di dunia dan akhirat…” (H.R. At Tirmidzi)

Sebagian manusia meremehkan pemberian Allah SWT kepadanya berupa keselamatan dan ketenangan diri dan keluarganya. Terkadang kelalaian besar ini semakin menjadi-jadi dan bertambah akibat hilangnya harta kekayaan dan kekuasaan. Sikap seperti ini sama halnya dengan lari dari kenyataan , merusak agama dan dunia.

Konon, suatu hari seorang laki-laki bertanya kepada Abdullah bin Amir bin Ash, “ Bukankah aku ini termasuk orang miskin dari kalangan muhajirin?” Abdullah pun balik bertanya, “ Apakah engkau memiliki istri tempat mencurahkan kasih sayang? Dia menjawab , “ Ya.” Lalu Abdullah bertanya lagi , Apakah engkau memiliki rumah sebagai tempat tinggal ? Dia menjawab “ Ya.’ Maka Abdullah pun berkata” Engkau termasuk golongan orang kaya,” orang itu pun menambahkan “ saya juga memilliki seorang pelayan,” Lalu Abdullah berkata “ Kalau begitu engkau termasuk golongan Raja,” jawab Abdullah

Simak petuah Abu Hazim yang mengatakan “ sesungguhnya antara aku dan para raja itu sama-sama berada dalam hari yang sama. Hari kemarin sudah tidak mereka rasakan lagi lezatnya. Sedangkan esok hari , aku dan mereka sama-sama mengkhawatirkannya …Jadi yang ada hanyalah hari ini.” Sosok saleh yang fakir ini mengingatkan para raja dan bangsawan bahwa kelezatan hidup di masa lampau akan sirna bersama berlalunya hari.

Dengan demikian yang tersisa hanyalah “hari ini” dimana bagi orang yang berakal akan mengoptimalkannya pada setiap detiknya. Dalam bingkai “hari ini’ juga seorang yang mampu menata diri dan memantapkan tujuan akan berubah menjadi raja!

Hidup dalam batasan hari ini bukan berarti apatis dengan masa depan dan tidak mempersiapkan diri untuk menyongsongnya karena persiapan akan hal itu merupakan hal yang baik dan rasional. Hanya ada perbedaan antara perhatian dan kekhawatiran akan masa depan dengan menghadapinya secara berelebihan, juga ant ara beraktivitas hari ini dan kecemasan tentang apa yang telah dipersiapkan untuk esok. SO ? … just tawaqal kepada Allah

Pada hakikatnya , merasa cukup secara material, menerima dengan baik apa yang ada dalam genggaman dan tidak berpegang kepada angan-angan adalah inti dari kebesaran jiwa dan rahasia kemenangan atas berbagai krisis. Yaitu orang-orang yang tidak mengeluh atas kehilangannya, dan tidak merasa sombong bila karunia mendatanginya – LL/Gz (Oleh Syeikh Muhammad Al Ghazali)

Read More..

Penebus Siksa Akhirat

Dalil Bahwa Syariah Islam Sebagai Jawabir (Penebus Siksa Akhirat) & Jawazir (Pencegah Terjadinya Tindak Kriminal Yang Baru Terulang Kembali)
Oleh : Adi Victoria

Salah satu keistimewaan diberlakukannya hukum syariah Islam adalah sebagai jawabir dan jawazir. Keistimewaan ini tidak akan kita temui di luar daripada hukum Islam.

Misalnya, hukum syariah Islam ketika diterapkan kepada orang-orang yang melakukan tindakan kriminal, dan ketika kepada mereka diberlakukan hukum syariah, maka dosa mereka di dunia telah terhapus, inilah yang dinamakan sebagai jawabir.

“Kalian berbai’at kepadaku untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anakmu, tidak membuat-buat dusta yang kalian ada-adakan sendiri dan tidak menolak melakukan perbuatan yang ma’ruf. Siapa saja menepatinya maka Allah akan menyediakan pahala; dan siapa saja yang melanggarnya kemudian dihukum di dunia maka hukuman itu akan menjadi penebus (siksa akhirat) baginya. Dan siapa saja yang melanggarnya kemudian Allah menutupinya (lolos dari hukuman dunia), maka urusan itu diserahkan kepada Allah. Jika Allah berkehendak maka Dia akan menyiksanya; dan jika Dia berkehendak maka akan memaafkannya.” [HR Bukhari dari ‘Ubadah bin Shamit].


Sebagai contoh di masa Rasulullah SAW, pernah ada dua orang yang berzina. Mereka adalah Maiz Al-Aslami dan Al-Ghomidiyah. Masing-masing berzina, yang sudah barang tentu tanpa diketahui oleh siapapun. Tapi karena didorong oleh ketakwaannya, akhirnya mereka menghadap kepada Rasulullah SAW untuk meminta dihukum rajam dan disucikan. Ini karena mereka meyakini dengan ketaqwaanya bahwa dengan hukuman rajam tersebut maka dosa mereka akan terhapuskan.

Dari Buraidah, Ia menuturkan: Seorang Wanita yang disebut Al Ghamidiyah datang menemui Rasulullah Salallahu’alaihi wa sallam Ia berkata, “Wahai Rasulullah, aku telah berzina. Sucikanlah aku!” Tapi Rasulullah menolak pengakuannya tersebut.Keesokan harinya, Ia datang kembali kepada Rasulullah seraya berkata, “Wahai Rasulullah, mengapa Anda menolak pengakuanku? Mungkin Anda menolakku sebagaimana menolak pengakuan Ma’iz? Demi Allah,saat ini aku sedang Hamil”. Rasulullah mengatakan, “Baiklah, kalau begitu kamu pergi dulu sampai kamu melahirkan anakmu”. Seusai melahirkan,Wanita itu kembali menghadap Rasulullah sambil menggendong bayinya itu dalam selembar kain seraya melapor, “Inilah bayi yang telah aku lahirkan“. Beliau bersabda,”susuilah bayi ini hingga di sapih”. Setelah disapih,wanita tesebut kembali menghadap beliau dengan membawa bayinya sedang ditangannya memegang sepotong roti. Ia berkata, “Wahai Nabi,aku telah menyapihnya. Ia sudah bisa memakan makanan”. Beliau lalu menyerahkan anak itu kepada seorang pria dari kalangan umat islam,kemudian Beliau memerintahkan agar menggali lubang sampai diatas dada,lalu memerintahkan orang-orang untuk merajam wanita tersebut. Saat itu Khalid bin Walid membawa batu di tangannya lantas melemparkannya kearah kepala wanita itu hingga darahnya memuncrat hingga mengenai wajah Kholid bin Walid. Tak ayal khalid memaki wanita itu.Mendengar makian khalid kepada wanita itu, Rasulullah mengatakan,”Sabar khalid! Demi zat yang jiwaku ada ditanganNya, Sungguh dia telah bertaubat dg taubat yang seandainya dilakukan oleh seorang pemungut cukai (pajak) niscaya ia akan diampuni”. Dalam sebuah riwayat disebutkan, Kemudian Rasulullah mensholatkannya. Umar bertanya, ” Engkau mensholatinya, wahai Rasulullah, padahal ia telah berzina?” Beliau menjawab, “Ia telah bertaubat dengan taubat yang sekiranya dibagikan kpd 70 penduduk Madinah niscaya mencukupinya; apakah kamu menemukan taubat yang lebih baik daripada orang yang menyerahkan jiwanya karena Allah”.(HR.Muslim,11/374.)

Dalam hadist lain, Rasulullah saw berkata :

“Bahwa sesungguhnya sekarang Maiz sedang berenang di sungai-sungai di surga.” [HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan at-Tirmidzi].

Disamping itu, pemberlakukan syariah Islam akan menjadi sarana pencegah terjadinya perbuatan tindak kriminal yang baru, inilah yang disebut sebagai Jawazir.

Sebagai contoh, ketika diterapkannya hukum qishash, maka qishash tersebut akan mencegah terjadinya tindakakan balas dendam kepada keluarga korban kepada pelaku atau keluarga pelaku.

Allah swt berfirman : “Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” [TQS al baqarah ayat 179]

Al-Alusi berkata dalam tafsirnya, Ruhul Ma’ani (2/1130), mengatakan, “Makna qishash sebagai jaminan kelangsungan hidup adalah kelangsungan hidup di dunia dan di akhirat. Jaminan kelangsungan hidup di dunia telah jelas karena dengan disyariatkannya qishash berarti seseorang akan takut melakukan pembunuhan. Dengan demikian, qishash menjadi sebab berlangsungnya hidup jiwa manusia yang sedang berkembang. Adapun kelangsungan hidup di akhirat adalah berdasarkan alasan bahwa orang yang membunuh jiwa dan dia telah diqishash di dunia, kelak di akhirat ia tidak akan dituntut memenuhi hak orang yang dibunuhnya.”

Oleh karenanya, sebagai seorang yang mengaku muslim, tidak sepatutnya merasa gerah terhadap penerapan syariah Islam (kecuali orang yang nifaq). Disamping penerapan syariah itu sendiri adalah perwujudan keimanan kita kepada Allah swt sebagai pencipta kita, sekaligus juga menjalankan syari’ah Islam yang diberikan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai utusan Allah swt sebagai pembawa risalah Islam yakni aqidah dan syariah Islam, yang berfungsi mengatur hubungan manusia dengan penciptaNya dalam perkara ibadah, untuk mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri yakni dalam pengaturan masalah akhlaq, makanan, pakaian dan minuman, serta untuk mengatur hubungan manusia dengan sesamanya yakni dalam perkara mu’alamah dan ‘uqubat. Itulah kesempurnaan Islam sebagai agama sekaligus sebagai sebuah ideologi.Cuman sayang, masih banyak generasi Islam bermimpi semua itu bisa diwujudkan melalui jalan yang bernama demokrasi. Jangan lupa, Islam telah menggariskan solusi (syariah;seperangkat aturan lengkap untuk kehidupan politik), sekaligus metode penerapannya (thoriqoh/method). Islam hanya bisa tegak secara kaffah dengan institusi yang disebut Daulah Islamiyah (Khilafah ala Minhajin Nubuwah).Wallahu A’lam bishowab.

Read More..

Persiapan Psikologis Ibu dan Anak Tentang Pendidikan di Pesantren

Saya adalah seorang ibu pekerja dengan 3 anak, di mana anak pertama saya sekarang baru berusia 5 tahun, dengan banyak pertimbangan dan harapan kami [saya dan suami} merencanakan akan memasukkan anak saya ke pesantren Tahfidzul Qur’an yang ada di Kudus yang lokasinya cukup jauh dari tempat tinggal kami, akan tetapi sebagai seorang ibu ada sedikit kekhawatiran untuk bisa melepas anak yang masih kecil apalagi lokasinya jauh dari tempat tinggal.


Dan apabila anak saya tersebut ditanya apakah siap bila disekolahkan pesantren? Pasti akan menjawab tidak, dan dengan bahasanya yang polos ia mengatakan ‘Aku tidak mau jauh dari Umi" yang ingin saya tanyakan adalah:

1. Bisakah ibu memberikan informasi tentang pesantren yang saya maksud tersebut.

2. Bagaimana mempersiapkan kondisi psikologis saya, menepis kekhawatiran-kekhawatiran yang ada apabila anak saya dengan izin Allah SWT dapat sekolah di pesantren tersebut.

3. Bagaimana memberikan pemahaman yang "pas"kepada anak saya sesuai dengan daya pikirnya tentang pesantren, agar ia bisa menerima dan mau tanpa paksaan, dan apabila ternyata tetap ia tidak mau lalu kami paksakan apakah baik untuk pendidikan ia ke depannya.

Kami sebagai orangtua pada umumnya ingin menjadikan anak-anak kami anak yang sholeh dan berkwalitas. Trimakasih atas kesediaan ibu Anita menjawab pertanyaan saya yang sedang bimbang ini dan maaf cukup panjang.

Wasssalamu’alaikum Wr. Wb.

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Sebenarnya pesantren tahfizul Quran untuk level SD itu punya konsep dasar yang bagus. Dan memang telah terbukti sejak dahulu bahwa pesantren seperti ini telah menghasilkan lulusan yang mampu menghafal Al-Quran 30 juz di luar kepala. Padahal begitu banyak orang dewasa yang tidak mampu menghafalnya.

Pasti semua orang tua tertarik untuk memasukkan anaknya di sana. Orang tua mana yang tidak bangga bila anaknya sudah hafal Al-Quran luar kepala ketika berusia 12 tahun? Tentunya anda termasuk salah seorang di antaranya, bukan? Keinginan ini tentu tidak tercela.

Tinggal masalah bagaimana memberi motivasi yang ideal kepada anak. Sebab anak-anak masih belum mampu berpikir tentang masa depan. Mereka hanya tahu apa yang sekarang dianggap enak dan menyenangkan. Bahwa dirinya akan menjadi hafidz Quran 6 tahun lagi, barangkali bukan iming-iming yang menarik buat anak-anak. Jadi boleh dibilang, menjadi hafitdz Quran lebih merupakan obsesi orang tua ketimbang anak.

Kesalahan yang sering terjadi adalah ketika obsesi orang tua itu kemudian dipaksakan kepada anak, lewat beragam cara yang mengandung ‘ancaman’. Sehingga anak merasa kalah dan tidak punya pilihan lain. Dan kalau sudah terjadi hal seperti ini, sulit untuk mengharapkan mereka akan berprestasi di pesantrennya. Yang akan muncul hanya satu, bagaimana caranya untuk ‘lari’ dari ‘penjara suci’ itu.

Jadi sekali lagi, perlu diperhatikan lebih mendalam masalah penanaman motivasi yang alami. Sejak masih kecil seharusnya sudah ditanamkan cita-cita untuk menjadi seorang hafidz quran. Buktikan bahwa para penghafal Al-Quran itu adalah sosok yang disukai, dicintai dan didambakan oleh anak-anak. Dan tentunya menjadi dambaan anak anda juga. Bukan sekedar jadi dokter, pilot atau insinyur, seperti umumnya cita-cita anak SD.

Umumnya anak-anak punya tokoh pujaan seperti Superman, Batman, Power Ranger dan seterusnya. Dan jangan kaget kalau mereka bilang ingin jadi Batman dan Superman. Karena buat mereka, tokoh fiktif itu begitu hebat. Sementara, tokoh penghafal quran? Boleh jadi belum pernah mereka dengar sebelumnya. Lalu bagaimana tiba-tiba mereka ‘dipaksa’ untuk menjadi tokoh yang belum pernah dikenalnya? Hal ini tentu akan membuat anak mengalami kehilangan motivasi.

Mereka akan mengerjakan semua perintah, bukan karena mereka suka, melainkan karena terpaksa, tidak ada pilihan lain dan seterusnya. Sejak awal, pastikan bahwa anda menghindari kesan bahwa anak itu merasa diasingkan dan diusir dari rumah. Jangan sampai anak merasa bahwa orang tuanya telah tidak sayang lagi kepadanya. Kondisi seperti inilah yang harus dihindari oleh kita sebagai orang tua.

Kalau ternyata anda tetap bersikeras untuk memasukkan anak di pesantren, yang otomatis hubungan komunikasi antara orang tua dan anak akan terputus, upayakan anda bisa mendapatkan sosok pengganti diri anda bagi anak anda di lingkungan pesantren itu. Entah kakak kelas seniornya, atau pun para pengasuh pondok. Sebab bagi seorang anak seusia SD, keberadaan sosok yang bisa menjadi orang tua yang mengayomi dan memenuhi kebutuhan emosional sang anak.

Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Rr. Anita Widayanti, SPsi

Read More..

Orang yang pernah melihat Lailatul Qadar

Nabi Muhammad Saw.
Dalam Shahih Bukhari terdapat sebuah hadis yang artinya di bawah ini:
"Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya aku pernah diperlihatkan Lailatul Qadar. Kemudian aku diberi lupa atau dilupakannya. Maka hendaklah kalian mencarinya pada sepuluh hari yang terakhir (bulan ramadhan) pada malam ganjil." (Riwayat Imam Bukhari dari Adi Sa'id r.a.; Shahih Bukhari, Juz I, halaman 343).


Para Sahabat Nabi
Dalam kitab hadis Al-Lu'li' wal-Marjan karya Syekh Muhammad Fuad Abdul Baqi terdapat sebuah hadis shahih berikut ini:
"Dari Ibnu Umar r.a. beliau berkata, "Bahwasanya ada beberapa orang dari sahabat Nabi Saw. yang telah diperlihatkan kepada mereka Lailatul Qadar." (Riwayat Bukhari dan Muslim; kitab Al-Lu'lu' Wal-Marjan Fimat-Tafaqa 'Alaihisy Syaikhan, juz II, halaman 24; atau Shahih Bukhari, juz I, halaman 343; dan Shahih Muslim, juz I, halaman 375)

Para Ulama
Banyak ulama yang pernah melihat Lailatul Qadar, hanya mereka tidak mengungkapkannya.
Sepengetahuan kami, ulama yang telah melihat Lailatul Qadar ialah Imam Nawawi berdasarkan penuturan ayahandanya. Dalam kitab-kitab yang membahas biografi Imam Nawawi, tertulis sebagai berikut:

"Ayahnya telah menuturkan bahwa Imam Nawawi pernah tidur di sampingnya ketika beliau baru berumur tujuh tahun. Pada malam kedua puluh tujuh dari bulan Ramadhan, sekitar pukul dua belas malam beliau bangun dari tidurnya, seraya berkata, 'Ayahanda, cahaya apa ini yang memenuhi rumah?' Kemudian kami semua bangun, namun kami tidak melihat apa-apa. Akhirnya saya ketahui bahwa malam itu adalah malam Al-Qadar (Lailatul Qadar)."

Riwayat ini dapat kita baca dalam kitab-kitab berikut:
Mukadimah kitab Dalilul Falihin, oleh Syekh Mahmud Hasan Rabi', halaman 7
Mukadimah kitab Syarah Shahih Muslim, oleh Imam Ibnus Subki, halaman 8
Yas-alunaka Fiddin Wal-Hayat, oleh Dr.Syekh Ahmad Asy-Syarobashi, juz V, halaman 184

Berkenaan dengan soal "apakah benar Lailatul Qadar itu dapat dilihat?" dan "apakah benar banyak ulama yang telah melihatnya?", Imam Nawawi sendiri menuturkan sebagai berikut:
"Ketahuilah bahwa Lailatul Qadar itu ada, sebagaimana keterangan yang lalu di awal bab. Sebenarnya Lailatul Qadar itu dapat dilihat dan diketahui secara nyata dan meyakinkan oleh siapa saja yang dikehendaki Allah Ta'ala dari anak cucu Adam setiap tahun bulan Ramadhan, sebagaimana yang telah dinyatakan dalam hadis-hadis yang lalu dalam bab ini. Mengenai riwayat orang-orang saleh yang berkenaan dengan soal Lailatur Qadar dan mereka sendiri sering melihatnya sehingga tidak perlu diungkapkan lagi. Adapun pendapat Al-Qadhi Iyadh yang diterima dari Al-Muhallab bin Abi Shufrah yang mengatakan bahwa Lailatul Qadar itu tidak mungkin dapat dilihat secara hakiki, maka ucapannya itu betul-betul keliru. Saya memperingatkan hal ini dengan tujuan agar orang tidak terkecoh oleh pendapat tadi. Wallaahu a'lam'. (Kitab Shahih Muslim, juz VIII, halaman 66)

Penuturan Imam Nawawi ini, dapat pula kita baca dalam kitabnya yang lain, yakni Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab. Namun, dalam kitab ini beliau menambahkan penjelasannya sebagai berikut:
"Pengarang kitab Al-Hawi berkata, "Disunatkan bagi orang yang melihat Lailatul Qadar agar menyembunyikannya (tidak usah diceritakan kepada orang lain), berdoa dengan penuh ikhlas dan niat baik serta keyakinan yang benar, memohon (kepada Allah) apa saja yang ia inginkan, baik masalah agama atau dunia. Doanya itu hendaknya diperbanyak demi kebahagiaan dunia dan akhirat," (Kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, juz VI, halaman 461)

Imam Asy-Syaukani memberikan komentar sebagai berikut:
"Dan dikatakan bahwa orang yang mengetahui Lailatul Qadar itu melihat segala sesuatu bersujud. Dan dikatakan pula ia melihat cahaya memancar pada setiap tempat hingga di tempat-tempat yang gelap. Dan dikatakan pula ia mendengar ucapan salam atau seruan dari malaikat. Dan dikatakan pula bahwa diantara tanda Lailatul Qadar ialah dikabulkannya doa bagi orang yang kebetulan mendapatkannya." (Kitab Nailul Authar, juz IV, halaman 372)

Selanjutnya Imam Asy-Syaulani dalam kitab tersebut mengutip pula ucapan Imam Ibnul Munir sebagai berikut:
"Janganlah seseorang berkeyakinan bahwa Lailatul Qadar itu tidak ditemukan kecuali orang yang melihat keanehan-keanehan (pada malam itu). Yang benar ialah, bahwa karunia Allah itu amat luas. Tidak sedikit orang yang tekun beribadah malam itu, namun tidak melihat hal-hal yang aneh; sementara orang lain melihat bermacam-macam keanehan, padahal pada malam itu ia tidak beribadah. Orang yang tekun beribadah pada malam itulah yang lebih utama (sekalipun tidak melihat hal-hal yang aneh). Adapun yang dijadikan pegangan (dalam hal menemukan dan tidaknya Lailatul Qadar) ialah segi istiqomah beribadah, bukan hal-hal yang aneh, sebab ada kalanya keanehan tersebut sebagai karamah bagi orang yang melihatnya tetapi ada kalanya pula sebagai fitnah,"

Read More..

Tuesday, August 27, 2013

Hiduplah Sebatas Hari Harimu

Oleh Syeikh Muhammad Al Ghazali

Galau, risau, Stress ??

Salah satu kesalahan manusia adalah menanggung beban masa depannya yang masih jauh pada saat sekarang ini. Bila seseorang berangan-angan maka pemikirannya beralih ke ruang tanpa batas, yang segera dipenuhi oleh bisikan, praduga dan kecemasan yang segera mencengkramnya.Keraguan dan kegelisahan Itu semua akan menipu kita . Mengapa tidak hidup dalam batas harimu yang ini saja..

Psikolog Barat Dale Carnegi telah meneliti sejumlah tokoh sukses dari orang yang tidak terpengaruh masa depan tapi mencurahkan perhatian pada kondisi saat ini semata. Dengan cara yang cerdas ini hasilnya adalah keamanan bagi kondisi mereka saat itu dan sekaligus hari esoknya. Ungkapnya,” Kami tidak mengejar tujuan yang secara tiba-tiba terlintas dalam pikiran kami dari masa yang jauh. Kami hanya mengerjakan pekerjaan yang jelas dan nyata ada di hadapan kami hari ini ‘..nasihat dari seorang terkemuka di Inggris thomas Carlel.

Hidup dalam batasan hari ini menurut nasihat di atas sesuai pula dengan apa yang sudah dinasihatkan oleh Rasulullah SAW “ Barang siapa bangun dipagi hari dengan hati tenang, badan yang sehat, memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan-akan dunia telah ditundukkan seluruhnya kepadanya. (H.R. At Tirmidzi)

Jika telah terbit subuh, Khalilullah Ibrahim As berdoa , “ Ya Allah ini adalah ciptaan (hari) baru, maka bukakanlah ia untukku dengan ketaatan kepadaMU dan tutupllah dengan ampunan dan ridha-Mu. Ya Allah berilah aku rezeki di dalamnya dengan penerimaan yang baik dariku , tumbuhkan dan lipat gandakan ia untukku, dan ampunilah untukku keburukan yang aku ketahui ada padanya. Sesungguhnya engkau Maha Pengampun, Maha Pengasih, Maha Penyayang , dan Maha Mulia,” Beliau berkata, “ Barang siapa yang berdoa dengan doa ini di pagi hari, maka ia telah mensyukuri harinya.”

Dalam keseharian Rasulullah SAW, beliau menunjukkah kebenaran cara ini dalam menata kehidupan, menghadapi setiap bagiannya dengan penuh semangat dan harapan baru. Apabila tiba waktu pagi Rasulullah berkata, “ Kami berada di waktu pagi, dan menjadilah kerajaan milik Allah. Segala puji bagiNya , tidak ada sekutu bagi Nya, Tidak ada Tuhan selain Dia, dan hanya kepadaNya tempat kembali.” Dan jika tiba waktu senja , beliau mengucapkan, “ Ya Allah , aku mendapati waktu sore dari Mu dalam kenikmatan, keafiatan dan perlindungan. Maka sempurnakanlah untukku nikmat Mu, ke’afiatan dari Mu dan perlindungan Mu di dunia dan akhirat…” (H.R. At Tirmidzi)

Sebagian manusia meremehkan pemberian Allah SWT kepadanya berupa keselamatan dan ketenangan diri dan keluarganya. Terkadang kelalaian besar ini semakin menjadi-jadi dan bertambah akibat hilangnya harta kekayaan dan kekuasaan. Sikap seperti ini sama halnya dengan lari dari kenyataan , merusak agama dan dunia.

Konon, suatu hari seorang laki-laki bertanya kepada Abdullah bin Amir bin Ash, “ Bukankah aku ini termasuk orang miskin dari kalangan muhajirin?” Abdullah pun balik bertanya, “ Apakah engkau memiliki istri tempat mencurahkan kasih sayang? Dia menjawab , “ Ya.” Lalu Abdullah bertanya lagi , Apakah engkau memiliki rumah sebagai tempat tinggal ? Dia menjawab “ Ya.’ Maka Abdullah pun berkata” Engkau termasuk golongan orang kaya,” orang itu pun menambahkan “ saya juga memilliki seorang pelayan,” Lalu Abdullah berkata “ Kalau begitu engkau termasuk golongan Raja,” jawab Abdullah

Simak petuah Abu Hazim yang mengatakan “ sesungguhnya antara aku dan para raja itu sama-sama berada dalam hari yang sama. Hari kemarin sudah tidak mereka rasakan lagi lezatnya. Sedangkan esok hari , aku dan mereka sama-sama mengkhawatirkannya …Jadi yang ada hanyalah hari ini.” Sosok saleh yang fakir ini mengingatkan para raja dan bangsawan bahwa kelezatan hidup di masa lampau akan sirna bersama berlalunya hari.

Dengan demikian yang tersisa hanyalah “hari ini” dimana bagi orang yang berakal akan mengoptimalkannya pada setiap detiknya. Dalam bingkai “hari ini’ juga seorang yang mampu menata diri dan memantapkan tujuan akan berubah menjadi raja!

Hidup dalam batasan hari ini bukan berarti apatis dengan masa depan dan tidak mempersiapkan diri untuk menyongsongnya karena persiapan akan hal itu merupakan hal yang baik dan rasional. Hanya ada perbedaan antara perhatian dan kekhawatiran akan masa depan dengan menghadapinya secara berelebihan, juga ant ara beraktivitas hari ini dan kecemasan tentang apa yang telah dipersiapkan untuk esok. SO ? … just tawaqal kepada Allah

Pada hakikatnya , merasa cukup secara material, menerima dengan baik apa yang ada dalam genggaman dan tidak berpegang kepada angan-angan adalah inti dari kebesaran jiwa dan rahasia kemenangan atas berbagai krisis. Yaitu orang-orang yang tidak mengeluh atas kehilangannya, dan tidak merasa sombong bila karunia mendatanginya – LL/Gz

Read More..

Ridha, Lebih Utama dibanding Sabar

Para ulama salafussaleh mengupas tuntas masalah hati dengan segala potensi kebaikan yang dimilikinya. Diibaratkan hati adalah “raja”. Ia bisa menjadi organ tubuh yang paling taat atau yang paling maksiat. Dan salah satu produk hati yang bersih yakni RIDHA.

Ketika seseorang menjumpai hal yang tidak diingininya, maka ia bisa berdiri di antara dua sikap ; SABAR atau RIDHA. RIDHA adalah yang lebih utama. Adapun sabar, hukumnya wajib bagi setiap orang Muslim.

Sabar berbeda dengan ridha. Sabar adalah menahan diri dari amarah dan kekesalan ketika merasa sakit sambil berharap derita itu segera hilang.

Sementara Ridha adalah berlapang dada atas ketetapan Allah dan membiarkan keberadaan rasa sakit, walaupun ia merasakannya. Keridhaannya meringankan deritanya. Karena hatinya dipenuhi oleh ruh yakin dan ma’rifah. Bila ridha semakin kuat ia mampu menepis seluruh rasa sakit dan derita.

Mereka yang ridha adalah mereka yang dapat menghayati hikmah dan kebaikan Dzat yang mendatangkan ujian . Mereka tidak berburuk sangka kepadaNYa. Disaat yang lain menghayati betapa Dia Maha Agung, Maha Mulia dan Maha Sempurna. Ia terhanyut dalam persaksiannya atas semua itu, sehingga ia tidak lagi merasakan derita. Hanya saja cuma mereka yang benar-benar ma’rifah (kenal) dan ber’mahabah (cinta) saja yang yang dapat mencapai tingkatan ini. Mereka bahkan dapat menikmati musibah yang menimpa, karena mereka tahu bahwa musibah itu datang dari Dzat yang dicintainya.

Anas bin Malik meriwayatkan dari Nabi SAW , beliau bersabda

“Sesungguhnya jika Allah mencintai suatu kaum, Dia menguji mereka. Barangsiapa yang ridha niscaya ia kan mendapat ridhaNya . Barang siapa yang kesal dan benci niscaya ia akan mendapatkan murkaNya .

Ibnu Mas’ud berkata,” sesungguhnya Allah SWT dengan keadilan dan ilmuNya menjadikan kesejahteraan dan kegembiraan pada yakin dan ridha; serta menjadikan kesusahan dan kesedihan pada keraguan dan kekesalan kemurkaan :

Allah Swt berfirman : Barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan menunjuki hatinya (Ath Thagabun ;11)

Berkenan dengan ayat di atas, Al qamah berkata’ini tentang musibah yang menimpa seseorang yang mengerti bahwa musibah itu datang dari Allah, lalu ia pasrah dan ridha

“Maka sungguh akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (an Nahl ;97)

Abu Mua’awiyah Al Aswar menjelaskan maksud kehidupan yang baik adalah ridha dan qana’ah

Suatu ketika Ali bin Abi Thalib mendapati Adi bin Hatim tengah bersedih. Beliau bertanya,” Mengapa kamu bermuram durja? Ady menjawab” Apa tidak boleh? , sedang dua anakku baru saja terbunuh, pun mataku baru saja tercungkil?” Ali bertutur ,” …Wahai Adi, barang siapa ridha terhadap ketentuan Allah maka sesungguhnya ketetapan Allah itu tetap terjadi, dan ia mendapat pahala. Dan barang siapa tidak ridha terhadap ketetapanNya, Sesungguhnya ketetapanNya tetap terjadi dan amalan orang itupun terhapus….”

Adapun Abu darda mengunjungi seseorang yang menjelang ajal sambil memuji Allah SWT. Abu Darda berujar,” Anda benar sesungguhnya jika Allah menetapkan sesuatu, Dia senang jika diridhai..”

Hasan Al Bashri berkata,” Barang siapa ridha terhadap bagiannya, Allah akan meluaskan dan memberkahinya. Begitu pula sebaliknya.

Umar bin Abul Azis berkata,” aku tidak lagi memiliki kebahagiaan selain menerima apa yang ditakdirkan begitu. Beliau juga pernah ditanya apa yang paling anda senangi? Beliau menjawab semua yang ditetapkan Allah SWT. Suatu pagi seorang arab Badui mendapati banyak untanya pada mati. Berkatalah ia,” Tidak, demi Allah- yang aku adalah hambaNya- kalaulah bukan karena kedengkian orang-orang yang dengki, niscaya aku tidak akan senang menerima cobaan pada unta-untaku ini. Juga terhadap tidak terjadinya sesuatu yang telah ditetapkan Allah..

Abdul wahid bin Zaid berkata,” Ridha adalah pintu Allah yang terbesar, surga dunia dan tempat istirahatnya para ahli ibadah..”

Sebagian ulama berkata,” di akhirat nanti tidak ada derajat yang lebih tinggi daripada yang dimiliki oleh orang-orang yang ridha kepada Allah SWT dalam segala situasi. Maka barangsiapa yang dianugrahi ridha , sungguh ia telah mendapat derajat yang paling utama.

Sumber :Tazkiyatunnas, Konsep penyucian Jiwa menurut para Ulama Salafussalih

Read More..

Kisah Sebuah Batu (Membela Kesucian Nabi Musa alaihissallam)

Manusia itu berbeda-beda keadaannya, baik dalam hal bentuk fisik maupun sifat. Karena itulah, di antara manusia ada yang elok rupa dan perawakannya, ada pula yang tidak.

Ada di antara mereka yang tinggi, ada yang pendek. Ada yang sempurna anggota tubuhnya, ada pula yang cacat, demikian seterusnya. Begitu pula sifat dan kepribadian masing-masing. Ada yang tidak mempunyai kepribadian, akhlak, etika, perasaan halus, dan sebagainya, ada pula yang berwatak mulia, bercita-cita tinggi, tekad yang luhur, dan seterusnya.

Para nabi adalah golongan manusia yang memiliki berbagai kesempurnaan sebagai seorang manusia, baik jasmani maupun rohani. Mengapa? Karena Allah memang memilih mereka untuk diri-Nya, sehingga sudah pasti memilih orang-orang yang paling baik dan sempurna; hati, akhlak, kepribadian, dan sebagainya.

Allah berfirman:
“Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan.” (al-An’am: 124)

Allah berfirman:
“Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain. Di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat.” (al-Baqarah: 253)

Namun, bukan berarti kesempurnaan fisik para nabi dan rasul sebagai manusia, menunjukkan mereka berada dalam satu keadaan yang sama. Kesempurnaan yang ada pada mereka juga berbeda-beda. Itulah salah satu bukti keindahan karya dan kesempurnaan kekuasaan Allah Yang Maha Esa. Allah berfirman:

“(Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu.” (an-Naml: 88)

Artinya, Dia melakukan sesuatu dengan kekuasaan-Nya yang besar dan mengokohkan segala sesuatu yang telah diciptakan-Nya.

Rasulullah pernah menceritakan tentang perawakan fisik sebagian nabi, di antaranya tentang Nabi Musa, yang dikatakan beliau seperti laki-laki dari suku Himyar (Yaman), tinggi, dan berkulit gelap.[1] Nabi ‘Isa, seorang laki-laki yang bertubuh sedang, dengan rambut basah seolah-olah baru keluar dari kamar mandi.[2]

Para sahabat juga pernah menerangkan kepada kita tentang sebagian ciri-ciri Nabi, kata mereka, “Beliau laki-laki yang paling gagah, rupawan, tidak terlalu tinggi, dan tidak pula pendek. Dadanya bidang, pipinya halus, rambutnya sangat hitam, dan sepasang matanya bercelak. Warna kulitnya cerah, tidak terlalu putih seperti bule dan tidak gelap (sawo matang). Rambutnya tidak terlalu keriting dan tidak pula lurus.”[3]

Adapun kesempurnaan sikap, kepribadian, watak, perasaan, dan sebagainya, mereka juga berada pada tingkatan paling sempurna sebagai manusia. Cukuplah pujian Allah terhadap mereka dalam banyak ayat-Nya di dalam Al-Qur’an.

Allah berfirman tentang Khalil-Nya Ibrahim:
“Sesungguhnya Ibrahim itu benar-benar seorang yang penyantun lagi pengiba, dan suka kembali kepada Allah.” (Hud: 75)

Allah berfirman menceritakan pujian anak perempuan laki-laki saleh di Madyan tentang pribadi Nabi Musa:
“Wahai ayah, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (al-Qashash: 26)

Namun, kesempurnaan itu hanya tinggal sebagai cerita yang dibaca. Banyak di antara manusia yang tidak menempatkan kesempurnaan itu pada tempatnya. Ada yang melampaui batas, hingga menjadikan pemilik kesempurnaan itu sederajat dengan Zat yang memberi kesempurnaan tersebut, yaitu Allah. Artinya, kesempurnaan itu menjadi alasan bagi mereka untuk menyerahkan peribadatan kepada para nabi dan rasul. Mereka meminta syafaat, berkah, keselamatan, kemuliaan, kesehatan, dan rezeki kepada para nabi dan rasul. Ada pula yang menyembelih korban, shalat, puasa, sedekah, nazar, dan sebagainya untuk para nabi tersebut. Subhanallah.

Sebaliknya, ada pula yang tidak peduli, hingga merendahkan para nabi tersebut, seperti tindakan orang-orang kafir dari kalangan ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). Kalau kita membalik lembaran-lembaran kitab mereka, tentu kita akan melihat kitab yang mereka katakan sebagai pedoman hidup itu, penuh dengan tuduhan-tuduhan keji yang dialamatkan kepada para nabi tersebut. Hampir tidak satu pun nabi yang selamat dari kata-kata mereka yang tidak senonoh. Tak hanya itu, Allah yang telah menciptakan dan menyelamatkan mereka dari kehinaan, juga tidak luput dari ejekan mereka.

Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan orang-orang yang mengatakan, ‘Sesungguhnya Allah miskin dan kami kaya’.” (Ali ‘Imran: 181)

Juga firman Allah:
“Orang-orang Yahudi berkata, ‘Tangan Allah terbelenggu’, sebenarnya tangan merekalah yang dibelenggu dan merekalah yang dilaknat disebabkan apa yang telah mereka katakan itu.” (al-Maidah: 64)

INILAH BEBERAPA KEJELEKAN YANG DITUDUHKAN OLEH AHLI KITAB KEPADA PARA NABI DAN RASUL YANG PERNAH HIDUP BERSAMA MEREKA.

1. Mereka menuduh Nabi Harun membuatkan patung anak sapi lalu disembah oleh Bani Israil (Kitab Keluaran 32:1). Padahal, Al-Qur’an dengan tegas mengungkapkan bahwa yang membuat patung anak sapi adalah Samiri. Nabi Harun justru menentang perbuatan mereka, sampai-sampai mereka hampir membunuh beliau.

2. Nabi Ibrahim menyerahkan istrinya Sarah kepada Pharao (Fir’aun) sehingga memperoleh hadiah (Kitab Kejadian 12:14). Sementara itu, Rasulullah mengisahkan kepada kita, Nabi Ibrahim memasuki Mesir yang ketika itu diperintah oleh seorang raja zalim, yang tidak pernah membiarkan seorang wanita cantik yang bersuami, melainkan membunuh suaminya lalu merampas wanita itu untuk dirinya. Setelah Nabi Ibrahim ditanya tentang Sarah, beliau mengatakan bahwa itu adalah saudaranya, yakni saudara se-Islam. Rasulullah menerangkan pula bahwa Allah memelihara Sarah ketika dibawa kepada raja tersebut, hingga dia tidak dapat didekati sama sekali oleh raja zalim tersebut.

3. Mereka menuduh Nabi Luth meminum tuak sampai mabuk lalu menyetubuhi kedua putrinya (Kitab Kejadian 19:30). Mahasuci Allah, tidak mungkin Nabi Luth berbuat demikian. Beliaulah yang sepanjang hidupnya selalu mengajak kepada kemuliaan dan memerangi perbuatan hina kaumnya. Akan tetapi, kedengkian kaum Yahudi mendorong mereka menutup-nutupi kemuliaan yang beliau miliki.

4. Tuduhan mereka terhadap Nabi Ya’qub, bapak moyang mereka sendiri, sebagai pencuri ternak dari kandangnya, lantas membawa keluarganya tanpa memberitahu (Kitab Kejadian 31:17).

5. Mereka menuduh Dawud berzina dengan istri prajuritnya, kemudian melakukan tipu daya agar membunuh laki-laki itu. Akhirnya prajurit itu tewas, dan Dawud menikahi wanita tersebut hingga melahirkan Sulaiman (Kitab Samuel II 11:1).

6. Mereka menuduh Sulaiman murtad di akhir usianya dan menyembah berhala serta membangun kuil-kuil peribadatan (Kitab Raja-Raja I 11:5).

7. Yesus bersaksi bahwa nabi-nabi yang sebelum dia di kalangan Bani Israil adalah perampok dan pencuri. (Injil Yohannes, 10:8)

Itulah sebagian perbuatan hina yang dinisbatkan oleh bangsa yang paling dilaknat ini kepada para nabi Allah yang suci. Mahasuci Allah dari apa yang mereka ada-adakan. Namun, kebusukan jiwa membuat mudah menisbatkan kehinaan itu kepada manusia pilihan Allah, agar mudah pula bagi mereka melakukan perbuatan dosa sesuai dengan selera mereka.

Tidak sampai di situ, bahkan ada pula yang mereka bunuh.

Nabi Musa, salah seorang nabi dan rasul paling mulia yang diutus memimpin mereka, tak luput dari ejekan mereka. Mereka pernah mengatakan kepada beliau agar membuatkan satu sesembahan untuk mereka, seperti dalam firman Allah:

“Bani Israil berkata, ‘Wahai Musa, buatlah untuk kami sebuah sesembahan, sebagaimana mereka mempunyai beberapa sesembahan’.” (al-A’raf: 138)

Atau mengatakan, “Kami tidak akan beriman kepadamu sampai kami melihat Allah dengan terang-terangan.” Sebagaimana Allah ceritakan:

“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata, ‘Wahai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang’, karena itu kamu disambar halilintar, sedangkan kamu menyaksikannya.” (al-Baqarah: 55)

Atau berkata kepada beliau, “Pergilah engkau bersama Rabbmu, dan berperanglah kamu berdua. Sungguh, kami akan duduk di sini (menunggu).”

Abu Hurairah berkata, Rasulullah bersabda:

Sesungguhnya Musa adalah seorang pemalu, menutup rapat tubuhnya hingga tidak terlihat kulitnya sedikitpun karena malu. Karena itulah beberapa orang dari Bani Israil menyakiti beliau, kata mereka, “Dia menutup diri seperti itu, tidak lain karena cacat pada kulitnya, entah itu sopak (belang), udrah[4], atau penyakit lain.”

Dan sesungguhnya Allah ingin membersihkan beliau dari tuduhan yang mereka lontarkan kepada Musa. Pada suatu hari, beliau menyepi sendirian dan meletakkan pakaiannya di atas sebuah batu, lalu mandi.

Setelah selesai, beliau mendekati batu itu untuk memungut pakaiannya. Ternyata, batu itu berlari membawa pakaian beliau. Nabi Musa pun mengambil tongkatnya mengejar batu itu sambil berseru, ‘Pakaianku, hai batu! Pakaianku, hai batu!’ sampai di dekat sekumpulan orang-orang Bani Israil. Akhirnya, mereka pun melihat beliau dalam keadaan tidak berpakaian dan tubuh yang paling bagus. Allah membersihkan beliau dari ejekan yang pernah mereka ucapkan.

Batu itu pun berhenti dan Nabi Musa segera mengenakan pakaiannya, kemudian mulai memukul batu itu dengan tongkatnya. Demi Allah, masih ada bekas tiga, empat, atau lima pukulan pada batu tersebut.

Itulah yang Allah firmankan:

“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang menyakiti Musa; maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka katakan. Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah.”[5] (al-Ahzab: 69)

Akan tetapi, demikianlah watak orang-orang Yahudi.

Ketika Nabi Musa sendirian, lalu keluar dari dalam air, beliau tidak melihat bajunya yang diletakkan di atas sebongkah batu. Beliau pun mengejar batu tersebut agar tidak terlihat oleh seorang pun bahwa beliau dalam keadaan tidak berpakaian. Namun, ternyata ada sekelompok Bani Israil duduk-duduk di sekitar situ, maka terpaksa beliau melewati mereka.

Melihat keadaan Nabi Musa itu, mereka pun menyadari ketidakbenaran tuduhan mereka. Ternyata, Nabi Musa memiliki tubuh yang sempurna tanpa cacat.

Walhamdu lillah.

Catatan Kaki:
[1] HR. al-Bukhari no. 3394 dan Muslim no. 172 & 178.
[2] HR. al-Bukhari no. 3394.
[3] HR. al-Bukhari (3547, 3548) dan Muslim (2347), lihat juga Shahihul Jami’ (4/199).
[4] Udrah, pembengkakan scrotum (kemaluan) –red.
[5] HR. al-Imam al-Bukhari no. 278, 3404, dan 4799, Muslim (1/183) dari Abu Hurairah.


Sumber: http://asysyariah.com/kisah-sebuah-batu-membela-kesucian-nabi-musa-alaihissallam.html

Read More..

Hikmah Dibalik Puasa

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya.Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak misk.” (HR. Muslim) Dalam riwayat lain disebutkan, “Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa. Amalan puasa adalah untuk-Ku”. (HR. Bukhari) Dalam riwayat Ahmad disebutkan, “Allah ‘azza wa jalla berfirman (yang artinya), “Setiap amalan adalah sebagai kafaroh/tebusan kecuali amalan puasa. Amalan puasa adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya”. (HR. Ahmad, Sanad Shahih)

Hikmah Dibalik Puasa
PAHALA YANG TAK TERHINGGA DI BALIK PUASA

Dari hadits di atas disebutkan bahwa setiap amalan akan dilipatgandakan sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kebaikan yang semisal. Kemudian dikecualikan amalan puasa. Amalan puasa tidaklah dilipatgandakan seperti itu. Amalan puasa tidak dibatasi lipatan pahalanya. Amalan puasa akan dilipatgandakan oleh Allah hingga berlipat-lipat tanpa ada batasan bilangan. Kenapa bisa demikian? Ibnu Rajab Al Hambali –semoga Allah merahmati beliau- mengatakan,”Karena puasa adalah bagian dari kesabaran”. Mengenai ganjaran orang yang bersabar, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Az Zumar: 10)

Sabar itu ada tiga macam yaitu
(1) sabar dalam melakukan ketaatan kepada Allah,
(2) sabar dalam meninggalkan yang haram dan
(3) sabar dalam menghadapi takdir yang terasa menyakitkan.

Ketiga macam bentuk sabar ini, semuanya terdapat dalam amalan puasa. Dalam puasa tentu saja di dalamnya ada bentuk melakukan ketaatan, menjauhi hal-hal yang diharamkan, juga dalam puasa seseorang berusaha bersabar dari hal-hal yang menyakitkan seperti menahan diri dari rasa lapar, dahaga, dan lemahnya badan. Itulah mengapa amalan puasa bisa meraih pahala tak terhingga sebagaimana amalan sabar.

AMALAN PUASA KHUSUS UNTUK ALLAH

Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Setiap amalan manusia adalah untuknya kecuali puasa. Amalan puasa adalah untuk-Ku”. Riwayat ini menunjukkan bahwa setiap amalan manusia untuknya. Sedangkan amalan puasa, Allah khususkan untuk diri-Nya. Allah menyandarkan amalan tersebut untuk-Nya. Kenapa Allah bisa menyandarkan amalan puasa untuk-Nya?

Alasan pertama: Karena di dalam puasa, seseorang meninggalkan berbagai kesenangan dan berbagai syahwat. Hal ini tidak didapati dalam amalan lainnya. Ketika seseorang berihram (dalam ibadah haji dan umroh), memang ada perintah meninggalkan jima’ (berhubungan badan dengan istri) dan meninggalkan berbagai wewangian yang dikenakan pada pakaian. Namun bentuk kesenangan lain dalam ihram tidak ditinggalkan. Begitu pula dengan ibadah shalat. Dalam shalat memang kita dituntut untuk meninggalkan makan dan minum. Namun itu terjadi dalam waktu yang singkat. Bahkan ketika hendak shalat, jika makanan telah dihidangkan dan kita merasa butuh pada makanan tersebut, kita dianjurkan untuk menyantap makanan tadi dan boleh menunda shalat ketika dalam kondisi seperti itu.

Intinya, dalam amalan puasa terdapat bentuk meninggalkan berbagai macam syahwat yang tidak kita jumpai pada amalan lainnya. Jika seseorang telah melakukan ini semua –seperti meninggalkan hubungan badan dengan istri dan meninggalkan makan-minum ketika puasa-, dan dia meninggalkan itu semua karena Allah, padahal tidak ada yang memperhatikan apa yang dia lakukan tersebut selain Allah, maka ini menunjukkan benarnya iman orang yang melakukan semacam ini. Itulah yang dikatakan oleh Ibnu Rajab, “Inilah yang menunjukkan benarnya iman orang tersebut.” Orang yang melakukan puasa seperti itu selalu menyadari bahwa dia berada dalam pengawasan Allah meskipun dia berada sendirian. Dia telah mengharamkan melakukan berbagai macam syahwat yang dia sukai. Dia lebih suka mentaati Rabbnya, menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya karena takut pada siksaan dan selalu mengharap ganjaran-Nya. Sebagian salaf mengatakan, “Beruntunglah orang yang meninggalkan syahwat yang ada di hadapannya karena mengharap janji Rabb yang tidak nampak di hadapannya”. Oleh karena itu, Allah membalas orang yang melakukan puasa seperti ini dan Dia pun mengkhususkan amalan puasa tersebut untuk-Nya dibanding amalan-amalan lainnya.

Alasan kedua: Puasa adalah rahasia antara seorang hamba dengan Rabbnya yang tidak ada orang lain yang mengetahuinya. Amalan puasa berasal dari niat batin yang hanya Allah saja yang mengetahuinya dan dalam amalan puasa ini terdapat bentuk meninggalkan berbagai syahwat. Oleh karena itu, Imam Ahmad dan selainnya mengatakan, “Dalam puasa sulit sekali terdapat riya’ (ingin dilihat/dipuji orang lain).” Dari dua alasan inilah, Allah menyandarkan amalan puasa pada-Nya berbeda dengan amalan lainnya.

SEBAB PAHALA PUASA,SESEORANG MEMASUKI SURGA

Dalam hadits di atas juga disebutkan, “Allah ‘azza wa jalla berfirman (yang artinya), “Setiap amalan adalah sebagai kafaroh/tebusan kecuali amalan puasa. Amalan puasa adalah untuk-Ku.”

Sufyan bin ‘Uyainah mengatakan, “Pada hari kiamat nanti, Allah Ta’ala akan menghisab hamba-Nya. Setiap amalan akan menembus berbagai macam kelaliman yang pernah dilakukan, hingga tidak tersisa satu pun kecuali satu amalan yaitu puasa. Amalan puasa ini akan Allah simpan dan akhirnya Allah memasukkan orang tersebut ke surga.” Jadi, amalan puasa adalah untuk Allah Ta’ala. Oleh karena itu, tidak boleh bagi seorang pun mengambil ganjaran amalan puasa tersebut sebagai tebusan baginya. Ganjaran amalan puasa akan disimpan bagi pelakunya di sisi Allah Ta’ala. Dengan kata lain, seluruh amalan kebaikan dapat menghapuskan dosa-dosa yang dilakukan oleh pelakunya. Sehingga karena banyaknya dosa yang dilakukan, seseorang tidak lagi memiliki pahala kebaikan apa-apa.

Ada sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa hari kiamat nanti antara amalan kejelekan dan kebaikan akan ditimbang, satu yang lainnya akan saling memangkas. Lalu tersisalah satu kebaikan dari amalan-amalan kebaikan tadi yang menyebabkan pelakunya masuk surga.

Itulah amalan puasa yang akan tersimpan di sisi Allah. Amalan kebaikan lain akan memangkas kejelekan yang dilakukan oleh seorang hamba. Ketika tidak tersisa satu kebaikan kecuali puasa, Allah akan menyimpan amalan puasa tersebut dan akan memasukkan hamba yang memiliki simpanan amalan puasa tadi ke dalam surga.

DUA KEBAHAGIAAN YANG DIRAIH ORANG YANG BERPUASA

Dalam hadits di atas disebutkan pula, “Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya.”

Kebahagiaan pertama adalah ketika seseorang berbuka puasa. Ketika berbuka, jiwa begitu ingin mendapat hiburan dari hal-hal yang dia rasakan tidak menyenangkan ketika berpuasa, yaitu jiwa sangat senang menjumpai makanan, minuman dan menggauli istri. Jika seseorang dilarang dari berbagai macam syahwat ketika berpuasa, dia akan merasa senang jika hal tersebut diperbolehkan kembali.

Kebahagiaan kedua adalah ketika seorang hamba berjumpa dengan Rabbnya yaitu dia akan jumpai pahala amalan puasa yang dia lakukan tersimpan di sisi Allah. Itulah ganjaran besar yang sangat dia butuhkan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya.” (QS. Al Muzammil: 20)

BAU MULUT ORANG YANG BERPUASA DI SISI ALLAH

Ganjaran bagi orang yang berpuasa yang disebutkan pula dalam hadits di atas, “Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak misk.”

Seperti kita tahu bersama bahwa bau mulut orang yang berpuasa apalagi di siang hari sungguh tidak mengenakkan. Namun bau mulut seperti ini adalah bau yang menyenangkan di sisi Allah karena bau ini dihasilkan dari amalan ketaatan dank arena mengharap ridha Allah. Sebagaimana pula darah orang yang mati syahid pada hari kiamat nanti, warnanya adalah warna darah, namun baunya adalah bau minyak misk.

Harumnya bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah ini ada dua sebab:

Pertama: Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa puasa adalah rahasia antara seorang hamba dengan Allah di dunia. Ketika di akhirat, Allah pun menampakkan amalan puasa ini sehingga makhluk pun tahu bahwa dia adalah orang yang gemar berpuasa. Allah memberitahukan amalan puasa yang dia lakukan di hadapan manusia lainnya karena dulu di dunia dia berusaha keras menyembunyikan amalan tersebut dari orang lain. Inilah bau mulut yang harum yang dinampakkan oleh Allah di hari kiamat nanti karena amalan rahasia yang dia lakukan.

Kedua: Barangsiapa yang beribadah dan mentaati Allah, selalu mengharap ridho Allah di dunia melalui amalan yang dia lakukan, lalu muncul dari amalannya tersebut bekas yang tidak terasa enak bagi jiwa di dunia, maka bekas seperti ini tidaklah dibenci di sisi Allah. Bahkan bekas tersebut adalah sesuatu yang Allah cintai dan baik di sisi-Nya. Hal ini dikarenakan bekas yang tidak terasa enak tersebut muncul disebabkan melakukan ketaatan dan mengharap ridha Allah. Oleh karena itu, Allah pun membalasnya dengan memberikan bau harum pada mulutnya yang menyenangkan seluruh makhluk, walaupun bau tersebut tidak terasa enak di sisi makluk ketika di dunia.

Inilah beberapa keutamaan di balik puasa. Inilah yang akan diraih bagi seorang hamba yang melaksanakan amalan puasa yang wajib di bulan Ramadhan maupun amalan puasa yang sunnah dengan dilandasi keikhlasan dan selalu mengharap ridha Allah. (*)

(*) Pembahasan ini disarikan dari Latho’if Al Ma’arif, Ibnu Rajab, 268-290.

Read More..