Wednesday, June 2, 2010

Perempuan dan Pasangan Hidup, Sebuah Opini


Dialog Metro TV tadi pagi (22/02/2010) menghadirkan motivator kondang Mario Teguh dan Direktur Eksekutif Jurnal Perempuan, Mariana. Topiknya, seputar postingan Mario Teguh di situ jejaring sosial Twitter yang memicu kontroversi sehingga Mario sampai memutuskan untuk menutup akun Twitternya.

Postingan yang kontroversial itu menyangkut wejangan Mario soal memilih calon pasangan hidup yang baik. Salah satu point wejangan yang ditulis Mario adalah "Wanita yang pantas untuk teman pesta, clubbing, begadang sampai pagi, chitcat yang snob, merokok dan kadang mabuk, tidak mungkin direncanakan jadi istri" yang ternyata memicu polemik.

Saya tidak tahu sedahsyat apa polemik yang terjadi (karena akunnya keburu ditutup dan saya tidak bisa menelusuri tanggapan-tanggapan atas pernyataan tersebut). Tapi saya menduga, banyak kaum perempuan yang keberatan dengan point yang ditulis Mario itu ditambah melihat nara sumber pembanding yang dhadirkan dalam dialog Metro TV tadi pagi adalah aktivis perempuan dari Jurnal Perempuan.

Saya pribadi, sebagai perempuan, tidak keberatan apalagi tersinggung dengan pernyataan itu dan merasa tidak ada yang salah dengan apa yang dikatakan Mario Teguh itu. Jadi, kenapa harus diributkan? Kalau dugaan saya benar bahwa banyak kaum perempuan yang keberatan dengan pernyataan itu, adakah argumen yang masuk akal untuk menyalahkan pernyataan itu?

Rasanya dari sisi manapun, sulit mengatakan bahwa kaum perempuan yang suka melakukan hal yang disebutkan Mario di atas adalah perempuan yang baik. Nilai-nilai moral dan sosial yang berlaku universal saja, rasanya sulit menerima jika keluar malam, begadang sampai pagi, merokok dan mabuk (apalagi dilakukan oleh seorang perempuan) dianggap sebagai sebuah kepantasan. Bahkan di negara Barat yang pergaulannya bebas sekalipun.

Perempuan yang baik tentu paham mana yang pantas dan tidak pantas. Dan saya yakin, laki-laki manapun pasti berpikir dua kali untuk menjadikan perempuan seperti yang disebut Mario sebagai calon isteri, kecuali laki-laki yang bersangkutan punya kebiasaan yang sama.

Ini sekedar pendapat pribadi saja, tanpa bermaksud memandang rendah siapa pun atau membanggakan diri sebagai perempuan baik-baik. Pengalaman pernah meliput dunia hiburan memberi pemahaman pada saya, bahwa kehidupan (hiburan) malam hampir pasti dekat dengan kemaksiatan.

Anyway, saya salut dengan sikap Mario Teguh yang rendah hati mau minta maaf atas pernyataannya itu, meski menurut saya hal itu tidak perlu dilakukan seorang Mario Teguh.

Tapi sebenarnya ada hal penting yang saya catat dari dialog di Metro TV tadi pagi. Ini terkait dengan pernyataan Direktur Eksekutif Jurnal Perempuan, Mariana yang mengatakan bahwa Mario Teguh sudah mirip seorang ahli agama dan bukan motivator terkait pernyataan Mario di atas.

Jujur saja, saya sempat tercengang mendengar tudingan itu dilontarkan seorang aktivis perempuan yang organisasinya selama ini dikenal sebagai pembela hak-hak asasi perempuan. Kalau Mariana memprotes Mario berdasarkan alasan bias gender, saya mungkin masih maklum. Biasalah, wacana feminisme. Tapi kalau sudah disangkutpautkan dengan agama, menurut saya sangat serius. Adakah agama yang merendahkan kaum perempuan sedemikian rupa, sehingga membolehkan kaum perempuannya keluyuran malem untuk tujuan bersenang-senang, apalagi merokok dan mabuk? Rasanya enggak ada yang agama yang seperti itu.

Pernyataan Mariana mengisyaratkan bahwa masalah mencari jodoh tidak ada sangkut pautnya dengan agama. Sebuah karakter sekularisme yang ingin menjauhkan agama dari aspek kehidupan manusia. Buat kaum Muslimin, tentu saja pernyataan Mariana tak berlaku. Karena agama adalah pertimbangan penting ketika seseorang mencari pasangan hidup.

Nabi Muhammad Saw. dalam sebuah hadisnya yang mengatakan, "Perempuan dinikahi karena empat faktor. Karena hartanya, nasabnya, kecantikannya dan karena agamanya. Maka menangkanlah wanita yang baik agamanya, maka engkau akan beruntung."

(Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, al-Nasa’i, Abu Dawud Ibn Majah Ahmad ibn Hanbal, dan al-Darimi dalam kitabnya dari sahabat Abu Hurairah ra.)

Pada akhirnya, saya cuma mengelus dada mendengar pernyataan Mariana dan membuat saya makin skeptis dengan wacara feminisme dan perjuangan membela hak asasi perempuan yang didengung-dengungkan para aktivis perempuan yang cenderung sekular ini. Buat mereka, atas nama hak asasi perempuan, perempuan yang suka keluar malam dan begadang sampai pagi adalah hal wajar.

Suara mereka begitu lantang ketika ada kaum perempuan dari kelompok ini yang mereka anggap sudah dilanggar hak-haknya. Tapi ketika ada perempuan, muslimah yang dilanggar hak-haknya, seperti dilarang mengenakan jilbab di tempat kerjanya, suara para aktivis perempuan itu nyaris tak terdengar. Membela hak kaum perempuan seharusnya juga memuliakan kaum perempuan. Bukankah begitu? (Magdalena. K)


Read More..

Jualan Iman Dalam Bis


Malam itu seperti biasa aku pulang dengan bus kota Patas AC 11 ke arah timur Jakarta. Lalu lintas yang padat menjelang Jalan Jenderal Sudirman memberi kesempatan pada dua orang pengamen untuk unjuk kebolehan “showbis” alias show di atas bis, demikian para pengamen jalanan menyebutkan media seni mereka.

Aku yang sedang terfokus pada dinginnya cuaca awalnya kurang perhatian pada penyanyi showbis tersebut. Setelah aku simak, barulah paham, mereka berdua membawakan lagu-lagu rohani kristiani. Hal yang lumrah bagi pemakai jasa bus kota mendengar lagu-lagu mereka. Sama halnya aku juga sering menyaksikan lagu-lagu Islami baik shalawat, nasyid, atau laug-lagu pop Islam lainnya.

Tetapi duo penyanyi rohani malam itu belum pernah aku lihat sebelumnya di Patas AC 11 yang setiap hari aku naiki pergi dan pulang kerja. Saat menyanyi, sang vokalis sering menyebarkan pandangannya ke seluruh tempat duduk. Mereka duduk di bagian depan menghadap ke samping bus. Sepertinya sedang menyapu siapa saja penumpang saat itu. Beberapa kali tanpa sengaja matanya menatapku yang duduk di bangku deretan tengah dekat jendela, sehingga ia harus memutar lehernya sekitar 100 derajat ke arah kanan untuk melihatku.

Beberapa kali handphone-ku bergetar pertanda sms masuk, dan aku harus membalasnya, sehingga tatapan penyanyi rohani itu kurang aku perhatikan. Ketika sekitar 3 lagu sudah selesai, bus sudah memasuki Jalan Imam Bonjol. Si pemetik gitar masih memainkan gitarnya secara instrumentalia, si vokalis berorasi tentang nikmatnya bila beriman pada Yesus Kristus. Aku menyimaknya. Entah kenapa, pandangan matanya sering ke arahku yang harus memutar lehernya itu, kurang bersahabat. Kaget aku jadinya. Apa salahku? Selama dia menyanyi, aku tak bersuara, hanya sesekali membalas sms. Penumpang bus memang tidak sedang panuh, aku bisa duduk sendiri dalam deretan kursi bus. Oooh, mungkin karena aku berjilbab, sehingga mudah sekali baginya mengenali aku sebagai orang muslim? Bathinku menduga-duga.

Ucapan-ucapan orasinya jelas sekali, “Yesus bukan Tuhan, tapi Juru Selamat. Anda salah sendiri bila tidak beriman kepadanya. Anda semua dalam kesesatan. Terus terang saya bukan orang Kristen. Saya orang Islam yang karena kasih Yesus Kristus saya bisa berada di sini dan merasakan nikmatnya.” Aduh, kenapa juga pandangannya harus sinis ke arahku? Kalau mau orasi, ya silakan. Tapi jangan melecehkan begitu dong, dalam hati aku ngedumel. Seandainya dia memang benar-benar murtad dan menggadaikan keimanannya, tetapi kenapa harus mengajak orang lain dan berpandangan tak ramah kepada orang-orang muslim? Mereka bahkan melakukannya di atas bus kota. Memang sih bisa saja dia memang asli kristen dari kecil, tapi kenapa harus pakai cara culas? Aku mengomel sendiri dalam hati.

Ketika mereka sudah turun dari bus, aku ceritakan kejadian ke dua teman dekat lewat sms. Yang satu muslim, satunya lagi Kristen. Aku berani mengutarakan isi hati kepada teman yang non muslim itu karena kami sudah akrab sekali, jadi tak ada ganjalan untuk terus terang, meski soal keimanan kami yang berbeda.

Jawaban sms dari teman yang muslim sampai ratusan karakter karena banyaknya, “Orang seperti itu jangan dimarahi, justru haurs dikasih senyum, setelah nyanyi kasih dia uang 2 ribu, sambil ditanya, kurang apa tidak? Sebelum dia menajawb langsug kasih lagi 2 ribu. Diulang lagi kalau perlu. Insya Allah dia akan berpikir, kok cewek berjilbab PD banget dengan keIslamannya. Semoga kemudian hari nanti dia merenung kejadian itu dan memilih iman yang benar. Atau kemudian hari dia nangis karena taubat dan bersyukur telah bertemu cewek berjilbab seperti kamu ini.”

Sedangkan dengan santainya, teman non muslim menanggapi kejadian itu adalah bagian dari demokrasi. Katanya lewat sms, “Itulah demokrasi tanpa batas, bisa beropini bebas tentang apa saja, di mana saja, termasuk keimanan dan keyakinan. Dunia memang aneh, tapi nyata.”

Bus terus melaju menuju Rawamangun. Aku siap-siap turun di halte Arion Plaza. Balasan sms dari temanku yang muslim terus memenuhi kepalaku. Benar katanya, menghadapi orang seperti pengamen kristiani itu jangan dengan senewen atau jengkel. Aku jadi ingat kisah pengemis Yahudi buta yang setiap hari disuapi makan oleh Rasulullah meski dia selalu memaki-maki Rasul sebagai penyebar agama Islam. Tapi tak setitik pun rasa sakit hati di benak Rasulullah. Subhanallah, keikhlasan dan kesabaran yang seluas samudera. Rasul tanpa sakit hati tetap bersedekah memberi makan padanya, sampai suatu ketika Rasul wafat dan sahabat Rasul Abu Bakar r.a. menggantikannya menyuapi pengemis yahudi tersebut. Si pengemis merasakan benar jauh perbedaan tangan yang menyuapinya. Dia menangis menyesal, ketika sahabat Utsman bin Affan memberitahu bahwa yang selama ini menyuapinya dengan lembut adalah orang yang dia caci maki. Masya Allah, si Yahudi pun bersyahadat demi melihat kesopanan, kesantunan, dan kelembutan hati Rasulullah.

Aku meneruskan perjalanan ke rumah dengan bajaj. Ingin lekas-lekas sampai rumah. Kemudian mandi, berwudhu, dan shalat. Aku malu pada diri sendiri, kenapa harus jengkel dan menggerutu menerima pandangan mata sinis dari pengamen bus kota tadi. Bukankah dikisahkan, seorang ahli ibadah belum dikatakan ahli ibadah bila ia tinggal di gunung atau gua yang sepi. Ia boleh dikatakan ahli ibadah bila tinggal di kota besar dengan segala masalahnya dari masyarakatnya yang majemuk. Siapalah aku? Aku bukan ahli ibadah. Aku hanya seorang umat yang sedang mencoba khusuk dengan keimananku agar tak goyah diterpa godaan. Kenapa tidak sabar dengan ujian seperti itu? Maafkan aku, ya Allah. .Oleh Sri Haryati

Read More..

Rumput Tetangga Lebih Hijau


Kulihat harta dunia di tangan seseorang
Lahirlah gundah semakin ia berlipat bilangan
Hinalah siapa yang memandang dengan keagungan
Agung lah siapa yang memandang dengan kehinaan
(Suara Persaudaraan)

“Rumput tetangga lebih hijau”. Ungkapan yang berarti bahwa orang lain memiliki kenikmatan atau kebaikan yang lebih dari pada diri kita. Bagaimana sikap kita ketika menghadapi kenyataan tersebut? Dengki, iri, atau ikut senang?

Mudah-mudahan tidak ada penyikapan negatif. Berikut ini kemungkinan dan penyikapan yang tepat saat melihat rumput tetangga lebih hijau…

- Mungkin rumput kita lebih hijau, atau sama hijau dari rumput tetangga, tetapi rumput tetangga terlihat lebih hijau karena kita memandangnya dari jauh.
Jarak sering menipu pandangan. Bulan yang terlihat indah dengan sinarnya yang kuning keemasan di malam hari, sebenarnya bila dilihat lebih dekat, adalah sebuah padang tandus yang berlubang-lubang oleh meteor. Sebuah bukit yang sebenarnya agak gundul, bila dilihat dari jauh tetap saja terlihat biru.
Semuanya jelas bila dilihat lebih dekat. Bahwa mungkin orang lain terlihat lebih bahagia dari kita, tetapi ketika kita mengetahui dari dekat kehidupannya, bisa jadi kita akan mengkoreksi pandangan kita, dan tersadarlah bahwa kita memiliki kehidupan yang lebih bahagia.

- Mungkin rumput kita lebih hijau, atau sama hijau dari rumput tetangga, tetapi rumput tetangga terlihat lebih hijau karena ketamakan dan kurangnya rasa syukur pada diri kita.

Rasulullah pernah bersabda “Sekiranya Anak Adam mempunyai sebuah lembah emas , niscaya dia akan meminta tambah satu lagi. Sekiranya dia telah mempunyai dua lembah emas, niscaya dia akan meminta lagi. Tidak akan puas kantong mulut seseorang kecuali jika sudah penuh dengan tanah” (dalam Jami’ ash-Shaghir karya Suyuthi)
Inilah mental yang menghadirkan fatamorgana. Rasa tak pernah puas menyebabkan kita melihat segalanya lebih indah dan selalu ingin memiliki. Introspeksilah, dan semoga kita terhindar dari sifat buruk ini.

- Mungkin rumput kita lebih hijau, atau sama hijau dari rumput tetangga, tetapi rumput tetangga terlihat lebih hijau karena mental pecundang yang ada pada diri kita.
Mental pecundang ini berlawanan dengan mental juara. Seseorang yang memiliki mental pecundang, ia punya rasa rendah diri yang berlebihan. Atau inferiority complex. Selalu under estimate terhadap dirinya.
Dalam persaingan, orang yang memiliki mental pecundang, akan tersingkir. Ia akan selalu melihat kompetitornya lebih baik darinya, lalu diikuti dengan rasa pesimis. Kalah sebelum bertanding. Seharusnya tidak begitu sifat orang mukmin.
"Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman." (Ali Imran 139)

- Boleh saja rumput tetangga lebih hijau dari kita, Memangnya kenapa?
Sifat cuek hadir pada saat yang tepat dalam urusan seperti ini. Jangan sifat cuek hanya ada pada kritik atas kesalahan kita saja. Atau seperti istilah begini: “gw sih asik asik aja… Selama dia gak nyenggol gw.”

- Rumput tetangga terlihat lebih hijau karena rumputnya dicat oleh pemiliknya.
Kadang kala ada orang yang seleranya melompat dari kemampuannya. Seleranya berada di kebutuhan tersier, sedangkan kemampuannya berada di kebutuhan primer. Dan orang tersebut memaksakan diri meraih apa yang ia selerakan. Sehingga terlihat lah ia parlente, dan mewah. Keadaannya palsu. Hijau rumputnya adalah karena cat, bukan hijau alami.
Jadi, jangan buru-buru takjub lah terhadap orang yang kehidupannya terlihat mewah.

- Alhamdulillah, rumput tetangga lebih hijau. Saya ikut senang.
Rasulullah bersabda, "Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri" (HR Bukhari-Muslim) Maka melihat saudaranya seiman memiliki nikmat yang lebih, seharusnya sikap seorang mukmin seperti apa yang telah Allah ceritakan dalam Al-Qur’an tentang kaum Anshor, “ …Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan…” (QS 59 : 9)

- Rumput tetangga yang lebih hijau memberi motivasi bagi diri saya!!
Maka telah hadir energi positif, alih-alih energi negative berupa kedengkian. Motivasi seperti ini adalah bahan bakar yang baik untuk kehidupan.

- Rumput tetangga memang lebih hijau, tapi dibanding tetangga yang lain, alhamdulillah rumput saya masih lebih hijau…
Dalam urusan akhirat, kita seharusnya melihat ke atas, tetapi dalam urusan dunia, lihat lah ke bawah. Kalau kesyukuran itu hadir karena perbandingan, maka seharusnya kita lebih banyak bersyukur kepada Allah, karena masih banyak yang tidak seberuntung kita.

- Biarkan saja rumput tetangga lebih hijau, karena orientasi saya adalah surga dan keridhoan Allah, bukan rumput.
Ya, seharusnya orientasi seorang mukmin adalah surga dan keridhoan Allah. Allah berfirman, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS 3 : 14)
Maka seharusnya seorang mukmin sibuk menghijaukan rumput surganya daripada mengurusi hijaunya rumput tetangganya.

- Asyik.. rumput tetangga lebih hijau. Bisa buat makan si dombi, domba kesayangan saya.
Waaa… parah niiih…..

Read More..

Keberkahan di Ruang Tamu


Ada sebuah ruangan di rumah kita yang menyimpan potensi keberkahan yang besar apabila kita bisa memanfaatkannya. Ruangan apakah itu? Ya, ruang itu adalah ruang tamu (udah baca judulnya sih ya.)

Keberkahan itu muncul karena ada dua amal yang berhubungan dengan ruang tamu. Dan kedua amal itu Allah iming-imingi dengan balasan rezeki, keberkahan dan ampunan. Dua amal yang sering dilakukan di ruang tamu itu adalah: Bertamu/silaturahim dan Memuliakan Tamu.

Silaturahim

Acara silaturahim biasanya dilakukan di ruang tamu. Kalau kita mampir ke toilet rumah orang lain, itu namanya numpang buang air.

Ada banyak dalil yang memerintahkan kita untuk silaturahim. Salah satu diantaranya: Diriwayatkan dari Anas r.a., "Barangsiapa senang diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahim" (Muttafaq Alaih)

Ada yang memberi penjelasan mengapa silaturahim dapat meluaskan rezeki. Karena silaturahim memperluas dan mengukuhkan relasi. Relasi itu penting dalam bisnis. Dengan relasi, maka kita mudah memasarkan produk atau memperkokoh jaringan bisnis.

Ya, itu salah satu hikmahnya. Sewaktu kecil, saya juga mendapatkan hikmah tersendiri dari silaturahim. Biasanya kalau saya silaturahim ke rumah om/tante/kakek, saya diberi uang saat hendak pulang. Lumayan

Kalau kita bersilaturahim dengan orang yang punya hubungan baik dengan kita, itu baik. Kita sebut dengan "memelihara silaturahim". Tapi di atas amal itu, ada yang lebih baik. Yaitu menyambung silaturahim. Apa definisinya? Rasulullah salallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

“Orang yang menyambung silaturahim itu, bukanlah yang menyambung hubungan yang sudah terjalin, akan tetapi orang yang menyambung silaturahim ialah orang yang menjalin kembali hubungan kekerabatan yang sudah terputus”. (Muttafaqun ‘alaihi).

Dalam hadits lain, ada seorang sahabat yang mengadu pada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, aku mempunyai kerabat. Aku menyambung hubungan dengan mereka, akan tetapi mereka memutuskanku. Aku berbuat baik kepada mereka, akan tetapi mereka berbuat buruk terhadapku. Aku berlemah lembut kepada mereka, akan tetapi mereka kasar terhadapku,” maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila engkau benar demikian, maka seakan engkau menyuapi mereka pasir panas, dan Allah akan senantiasa tetap menjadi penolongmu selama engkau berbuat demikan.” (Muttafaq ‘alaihi).

Subhanallah besar sekali manfaat silaturahim, amal yang terlaksana di sebuah ruang dalam rumah yang disebut ruang tamu. Dengan catatan kalau tamunya disuruh masuk oleh empunya rumah. Kalau tidak disuruh masuk, walau pun di teras, tetap saja namanya silaturahim.

Memuliakan Tamu.

Memuliakan tamu, sebagaimana silaturahim, adalah bukti keimanan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Rasulullah saw bersabda "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia menyambung tali silaturrahmi. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata baik-baik saja atau hendaklah ia diam" (HR Bukhari Muslim)

Menarik dari hadits di atas, ada tiga hal yang disebut beriringan: memuliakan tamu, silaturahim, dan berkata baik. Kita bisa sambung dari tiga hal itu: dalam menyambut tamu dan bersilaturahim, hendaklah jaga perkataan baik, karena persaudaraan yang terjalin apik oleh silaturahim itu bisa terganggu oleh perkataan yang tidak baik.

Apabila tamu datang, jangan lah menggerutu karena takut rezki kita berkurang. Rasulullah saw bersabda, "Apabila seorang tamu memasuki (rumah) suatu kaum, ia masuk dengan membawa rezekinya sendiri. Jika ia keluar (pulang), maka ia keluar dengan membawa ampunan bagi mereka".(Hr. Ad Dailami)

Bila kita anak kos, kemudian datang kawan untuk bertamu ke rumah, jangan ragu untuk mengambil sedikit uang kiriman orang tua untuk kita belikan kue atau minuman untuk kawan kita itu. Karena rezeki kita tidak akan berkurang. Makanan yang kita berikan itu menjadi amal bagi kita dan kemudian yang sesungguhnya terjadi adalah kita menyerahkan rezeki milik tamu kita itu tanpa mengurangi rezeki kita. Begitu yang dipahami dari hadits Ad-Dailami di atas.

Dan dari hadits di atas juga ada kabar gembira bagi yang mampu memuliakan tamu: ampunan dari Allah Azza wa Jalla. Itu lah keberkahan yang hadir dari ruang tamu bagi pemilik rumah.

Seorang sahabat mempunyai cara yang unik untuk memperoleh rahmat melalui amal memuliakan tamu. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, At Tirmizi dan An Nasa’i dari Abu Hurairah, ia berkata: “Seorang laki-laki telah datang kepada Rasulullah SAW. Ia berkata: “Aku lapar”. Maka Rasulullah mengutus kepada istri-istrinya (menanyakan makanan), tapi tidak ada, beliau bersabda: “Adakah orang yang mau menerima orang ini sebagai tamu malam ini ? Ketahuilah bahwa orang yang mau menerima laki-laki ini sebagai tamu (dan memberi makan) malam ini akan diberi rahmat oleh Allah”. Berkata seorang dari golongan Ansar (Abu Talhah): “Saya ya Rasulullah”. Maka ia pergi menemui istrinya dan berkata “Hormatilah tamu Rasulullah”. Istrinya menjawab: “Demi Allah tidak ada makanan kecuali makanan untuk anak-anak kita. Suaminya berkata: “Apabila anak-anak hendak makan malam, tidurkanlah mereka, padamkanlah lampu biarlah kita menahan lapar pada malam ini, agar kita dapat menjamu tamu Rasulullah”. Maka hal itu dilakukan istrinya. Pagi-pagi esoknya Abu Talhah menghadap Rasulullah SAW. menceritakan peristiwa malam itu dan beliau bersabda: “Allah SWT benar-benar kagum malam itu terhadap perbuatan kalian berdua.”

Rentang Waktu yang Wajar Dalam Menjaring Keberkahan

Ada batas waktu bertamu yang wajar yang dalam rentang waktu itu seorang muslim diperintahkan untuk memuliakan tamunya. Di luar batas waktu itu, dikhawatirkan tuan rumah mulai terbebani dan kebaikan silaturahim mulai luntur. Batas waktu itu adalah tiga hari. Rasulullah memerintahkan tuan rumah untuk memuliakan seorang tamu dalam waktu tiga hari itu.

Abu Syuraih khuwailid bin ‘Am ia berkata: "saya mendengar rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya pada saat istimewanya". Para sahabat bertanya: "wahai rasulullah, apakah saat istimewanya itu?, beliau bersabda: hari dan malam pertamanya, bertamu itu adalah tiga hari. Kalau lebih dari tiga hari. Maka itu adalah sedekah". (HR bukhari dan Muslim)

Jadi, bagi pembaca yang terbiasa ‘ngambek’ dan ‘minggat’ dari rumah orang tua, jangan menyusahkan kawan tempat pelarian dengan menginap dalam waktu yang lama.

Read More..