Tuesday, December 13, 2011

Ranting Berduri


Di suatu kesempatan seorang Guru sedang duduk bersama seorang Muridnya, dan Sang Guru pun memulai perbincangan, "Wahai Muridku maukah engkau aku beritahukan salah sebuah hikmah kehidupan dari banyaknya hikmah kehidupan yang bertebaran di bumi dan langit Allah ini?"

Sang Murid pun menjawab dengan penuh semangat, "Tiada kata yang pantas untuk menjawab pertanyaanmu wahai Guruku selain aku pasti akan menerima ilmu hikmah yang akan engkau berikan tersebut."

Setelah mendengar jawaban dari Sang Murid, Sang Guru akhirnya memberikan suatu perintah kepada muridnya, “Baiklah jika engkau ingin aku beritahukan sebuah hikmah kehidupan tersebut, saat ini engkau akan aku tugaskan untuk mencari duri atau ranting pohon yang ada dijalanan, kemudian jika engkau telah menemukan duri atau ranting pohon dijalan maka singkirkanlah, dan setelah itu duduklah engkau pinggir jalan tersebut sebelum matahari terbenam, kemudian pulanglah dan temuilah diriku di masjid.”

Kemudian Sang Murid dengan penuh rasa penasaran menjawab perintah Sang Guru, “Baiklah Guruku, aku akan menjalankan perintahmu, aku mohon pamit Guru, Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.”

“Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh,” jawab sang guru.

Singkat cerita Sang Murid akhirnya menjalankan apa yang diperintahkan oleh Gurunya. Dia kesana kemari mencari duri atau ranting pohon yang berada di tengah jalan, setelah tidak berapa lama mencari akhirnya ia temukan ranting pohon yang bahkan penuh dengan duri, lalu disingkirkannya ke tempat yang nantinya tidak ada orang yang terganggu dengan ranting penuh duri itu. Setelah selasai dengan tugas pertama, Sang Murid langsung mengerjakan tugas selanjutnya yaitu duduk di pinggir jalan tepat dimana ranting berduri tadi ia ambil dari tengah jalanan.

Sekian lama duduk di pinggir jalan, semakin ia bingung dengan apa yang diperintahkan Sang Guru, karena semenjak ia menyingkirkan ranting berduri hingga menjelang matahari terbenam, yang ia lihat hanyalah orang-orang yang berjalan lalu-lalang, tidak ada hal aneh yang ia rasakan, perasaan ini terus berlangsung hingga matahari hampir terbenam. Ia telah menyelasaikan apa yang Gurunya perintahkan, lalu bergegas menuju Masjid untuk melaksanakan sholat Maghrib.

Setelah selesai Sholat maghrib berjama’ah dan berdzikir, Sang Murid langsung menemui Sang Guru yang memang telah menunggunya di Masjid. Ia pun berkata, “Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,”

“Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh,” jawab Sang Guru.

“Wahai Guruku, tugas yang telah engkau perintahkan kepadaku telah aku jalankan, apakah hikmah yang ingin engkau sampaikan kepadaku wahai Guruku, sungguh sejak aku melakukan apa yang engkau perintahkan, pikiranku terus bertanya-tanya apa hikmah dari semua ini,” jelas Sang Murid dengan mimik wajah penuh pertanyaan.

Sang Gurupun menjawabnya, “Wahai Muridku, sungguh perbuatan yang engkau lakukan adalah perbuatan yang mulia, perbuatan yang diperintahkan oleh Allah dan RasulMu Muhammad SAW, perbuatan yang dianggap remeh oleh banyak orang saat ini, perbuatan yang terlihat kecil di pandangan mata akan tetapi sangat besar dihadapan Allah, satu hikmah yang ingin aku beritahukan kepadamu adalah apakah ketika engkau menyingkirkan ranting berduri tersebut dan kemudian engkau berdiri di pinggir jalan dan kemudian banyak orang yang berlalu lalang dijalanan tersebut adakah terngiang di hatimu agar orang-orang yang berlalu tersebut mengucapkan terima kasih kepadamu atau bahkan memberikan imbalan atas apa yang engkau lakukan tersebut?” tanya Sang Guru.

Sang Muridpun menjawab, “Wahai Guruku, ketika melakukan itu semua dan melihat banyak orang yang berlalu melewati jalan di depanku tidak ada sama sekali terbersit di dalam hatiku agar nantinya ada orang-orang yang mengucapkan terima kasih kepadaku bahkan memberikan imbalan atas apa yang telah aku lakukan tersebut, demi Allah.”

Dengan mata bersinar Sang Guru akhirnya menjalaskan apa hikmah yang tersembunyi dari apa yang telah diperintahkannya kepada Muridnya, “Wahai Muridku, engkau telah menemukan hikmah dari apa yang telah aku perintahkan kepadamu, yaitu senantiasalah engkau berbuat baik dimanapun engkau berada, sekecil apapun itu, dan janganlah engkau mengharapkan sepatah kata terimaksihpun dari lisan orang-orang yang telah engkau bantu, biarlah Allah yang akan membalas semua perbuatan baikmu, biarlah Allah yang akan mengucapkan terima kasih kepadamu, dan jadilah engkau orang-orang yang mengharapkan imbalan dari Allah yaitu berupa ampunanNya.”

Wahai muridku perhatikanlah firman Allah SWT, “Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur, (yaitu) mata air (dalam Surga) yang daripadanya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya. Mereka menunaikan Nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana. Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya Kami takut akan (azab) Tuhan Kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan. Maka Tuhan memelihara mereka dari kesusahan hari itu, dan memberikan kepada mereka kejernihan (wajah) dan kegembiraan hati. Dan Dia memberi Balasan kepada mereka karena kesabaran mereka (dengan) surga dan (pakaian) sutera,” (QS. Al-Insan [76] : 5-12) Dan perhatikanlah bagaimana Nabi Muhammad SAW telah bersabda bersabda. Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dia berkata, “Aku membaca Hadits Malik dari Sumayya —budak— Abu Bakr dari Abu Shalih dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, ‘Ketika seorang lelaki tengah berjalan di suatu jalan ia mendapati batang kayu yang berduri di jalan tersebut, lalu ia mengambil dan membuangnya, maka Allah 'azza wajalla berterima kasih kepadanya dan mengampuninya’.” (HR. Muslim) Dari semua yang telah engkau ketahui di hari ini, semoga dengan hikmah tersebut engkau bisa memahaminya dan menjalankannya di dalam kehidupan keseharianmu.

Dengan wajah yang penuh dengan hikmah kehidupan yang dia alami di hari ini dan diperjelas lagi oleh perkataan Sang Guru, maka Sang Murid pun menjawab, “Terima kasih wahai Guruku atas hikmah yang telah engkau beritahukan kepadaku di hari ini, hikmah ini menyadarkan diriku atas begitu luar biasanya sebuah amal perbuatan yang dikerjakan dan dilakukan dengan berharap balasan kepada Allah semata, Insya Allah aku akan menjalankan hikmah ini dengan baik.”

Oleh Abdul Malik Hakim

Read More..

Mereka Yang Kian Menjadi Setelah Pulang Dari Haji (1)


“Semakin banyak peziarah yang berangkat ke Makkah, semakin meningkatlah fanatisme (Keislaman).” -Koran De Locomotief, 1877-

Seratusan tahun lalu sejak kalimat tersebut dimuat di Koran Hindia Belanda De Locomotief (terbit pertama kali di semarang 1845), umat Islam di Indonesia pernah merasakan bagaimana momentum haji begitu berpengaruh dalam diri pribadi. Ditakuti oleh musuh-musuhNya, tapi dicari-cari oleh perindu tuntunanNya. Tidak ada kisah jema’ah pulang haji menjadi pencuri. Tak ada pula mereka yang setiba dari Tanah Suci kemudian mendekam di bui karena kasus korupsi. Haji adalah momentum suci untuk membawa misi Islam ke dalam negeri.

Padahal pergi berhaji di masa lalu sangatlah sulit. Tiap-tiap jama’ah haji terpaksa merogoh kantong lebih dalam. Tidak jarang mereka menjual hasil apa saja. Baik dari hasil perkebunan, pertanian, maupun perdagangan. Sebab pada awal abad 20, ongkos haji sendiri berkisar antara 570 sampai 856 gulden.

Kendala biaya ternyata datang bersamaan dengan sulitnya transportasi menuju tanah haram. Pada sebelum tahun 1922 saja, embarkasi haji (Pelgrimshaven) hanya terdapat di Batavia dan Padang. Dapat dibayangkan calon jama’ah haji dari Kalimantan mesti menuju Batavia dahulu sebelum berlayar menuju Jeddah.

Di Padang sendiri, embarkasi berada di Masjid Raya Ganting. Mesjid ini merupakan masjid tertua di Padang yang dibangun sekitar tahun 1700. Dari masjid inilah jama’ah haji dipersiapkan sebelum pergi berlayar menunaikan rukun Islam yang ke lima melalui pelabuhan Emmahaven (sekarang Teluk Bayur).


Pelabuhan Emmahaven, Tempat Pemberangkatan Jema'ah ke Tanah Suci

Sulitnya transportasi di masa lalu itu, juga menyebabkan para haji biasanya berperan ganda. Karenanya, selain beribadah, tak jarang para haji juga menuntut ilmu di Tanah Suci guna menunggu kapal pengangkut yang akan datang kemudian. Para calon haji biasanya datang pada bulan puasa agar bisa berpuasa di Haramain.

Syekh Nawawi Al Bantani adalah satu dari sekian ulama nusantara yang berhasil mencatatkan tinta emas selepas naik Haji. Orang-orang Mekkah juga mengenalnya dengan sebutan Nawawi al-Jawi. Sebab sebutan al-Jawi mengindikasikan seseorang yang bermuasal dari Jawah sebagai sapaan untuk para pendatang Nusantara. Nama Indonesia kala itu belum dikenal. Kalangan pesantren sekarang lebih menyebut ulama yang juga digelari asy-Syaikh al-Fakih itu sebagai Nawawi Banten.

Syekh Nawawi Al Bantani menunaikan haji tepat saat berusia 15 tahun. Ia kemudian memilih tinggal selama tiga tahun di Mekkah. Namun kehidupan intelektual Kota Suci itu rupanya mengiang dalam diri si sulung, sehingga tidak lama setelah tiba di Banten ia mohon dikembalikan lagi ke Mekah. Dan di sanalah ia tinggal sampai akhir hayatnya. Ia wafat pada 25 Syawwal 1314 H/1897 M. Kabar lain menyebutkan kembalinya ke Tanah Suci, setelah setahun di Tanara meneruskan pengajaran ayahnya, disebabkan situasi politik yang tidak menguntungkan. Agaknya keduanya benar.

Di Mekah, selama 30 tahun Nawawi belajar pada ulama-ulama terkenal seperti Syekh Abdul Gani Bima, Syekh Yusuf Sumbulaweni, Syekh Nahrawi, dan Abdul Hamid Daghestani. Syekh Nawawi menjadi terkenal dan dihormati karena keahliannya menerangkan kata-kata dan kalimat-kalimat Arab yang artinya tidak jelas atau sulit dimengerti yang tertulis dalam syair terkenal yang bernafaskan keagamaan.

Kemasyhuran Nawawi terkenal di hampir seluruh dunia Arab. Karya-karyanya banyak beredar terutama di negara-negara yang menganut faham Syafi’iyah. Di Kairo, Mesir, ia sangat terkenal. Tafsirnya Murah Labib yang terbit di sana diakui mutunya dan memuat persoalan-persoalan penting sebagai hasil diskusi dan perdebatannya dengan ulama al-Azhar.

Sebab Kedalaman ilmunya, beliau dijadikan sebagai guru besar di Masjid al-Haram. Bahkan Syekh Nawawi memiliki tiga gelar kehormatan prestisius; “Sayyid ‘Ulama al-Hijaz” yang dianugerahkan olah para ulama Mesir, “Ahad Fuqaha Wa Hukama al-Muta’akhirin” dan “Imam ‘Ulama al-Haramain”. Layaknya seorang Syekh dan ulama besar, Syekh Nawawi sangat menguasai berbagai disiplin ilmu agama.

Syekh Nawawi tidak hanya terkenal dalam bidang keilmuan, tapi juga pada gerakannya melawan kolonialime. Snouck Hugronje pernah berkata, “Andaikata Kesultanan Banten akan dihidupkan kembali, atau andaikata sebuah negara Islam independen akan didirikan di sana, pasti dia akan betul-betul merupakan kegiatan suatu kelompok orang fanatik yang tidak teratur.”

Tak heran, banyak murid Syeikh Nawawi al-Bantani yang memimpin secara langsung barisan jihad di Cilegon melawan penjajahan Belanda pada tahun 1888 Masehi. Di antaranya seperti Haji Wasit, Haji Abdur Rahman, Haji Haris, Haji Arsyad Thawil, Haji Arsyad Qasir, Haji Aqib dan Tubagus Haji Ismail. Para ulama pejuang keIslaman ini adalah murid Syeikh Nawawi al-Bantani yang dikader di Mekkah.

Jauh sebelum Syekh Nawawi Al Bantani, kita juga memiliki ulama sekaligus pejuang hasil tempaan di Mekkah, yakni Syekh Yusuf Al Makassari (1626-1699 M). Tak jauh beda dengan Syekh Nawawi, Syekh Yusuf Al Makassari menunaikan haji di usia relatif muda: 18 tahun!

Syahdan, sekembali dari Mekah pada 1664, Syekh Yusuf Al-Makassari yaang waktu itu berusia 38 tahun tidak langsung pulang ke Gowa, tapi tinggal di Banten. Berbeda dari 15 tahun yang lalu ketika dia tinggalkan, Banten sekarang sudah ramai. Sahabat karibnya, Pangeran Surya, sudah menduduki tahta Kesultanan Banten dengan nama Sultan Abul Fath Abdul Fattah, atau lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683). Kini, sahabat dan rakyat Banten tidak lagi memanggil dengan nama kecilnya Muhammad Yusuf. Ia dipandang sebagai ulama, dengan panggilan syekh.

Jemaah Haji dari Banten sudah menyaksikan kedudukan Yusuf di antara ulama-ulama di Mekkah dan memperkenalkan namanya pada rakyat Banten. Jadi, rakyat dan Sultan Banten sudah mengenalnya sebelum ia tiba di Banten dan sudah diduga Sultan Banten memesannya lebih dahulu untuk pulang ke tanah air guna memperkuat barisan dalam menghadapi Kompeni.(Pz/bersambung)


Read More..

Mereka Yang Kian Menjadi Setelah Pulang Dari Haji (2)


Ada yang menarik dari para ulama nusantara yang berhaji ke Mekkah, yakni kebiasaan mereka berhaji selagi muda. Jika Syekh Yusuf Al Makassar berhaji pada umur 18 tahun, maka Muhammad Darwis alias KH. Ahmad Dahlan menginjakkan kaki di Mekkah pada umur 15 tahun.

Lima tahun lamanya ulama kelahiran 1868 ini mengabiskan waktu di Mekkah. Disana KH. Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah.

Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Mekkah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini pula, KH. Ahmad Dahlan sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, KH. Hasyim Asyari.

Sepulang dari Mekkah, pendiri Muhammadiyah tersebut menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Namun kepulangannya ke tanah air untuk berdakwah tidak semudah yang dibayangkan.

Pemerintah kolonial kala itu menerapkan kebijakan untuk mengawasi orang-orang yang baru pulang dari Mekkah. Mereka menyita semua kitab-kitab dan bacaan lainnya yang mereka bawa, Akan tetapi KH. Ahmad Dahlan berhasil menyelundupkan kitab-kitab dan bacaan lainnya, seperti majalah Al Urwah Al Wutsqa dan Al Manar melalui pelabuhan Tuban. Maklum saja saat itu bacaan-bacaan dari Timur Tengah dianggap “tabu” oleh Belanda. Gelar Haji identik dengan ajaran Pan Islamisme yang digagas oleh tokoh-tokoh seperti Muhammad Rasyid Ridha, Muhammad Abduh, dan Jamaluddin Al Afghani.

Selama periode 1850-1930, sebagian besar koran-koran Belanda sudah memprovokasi atas bahayanya para alumni Mekkah yang kembali ke tanah air. Mereka menulis bahwa semua masalah Belanda di Indonesia dimulai dari kegiatan ibadah haji Muslim Indonesia ke Mekkah. Hal ini seperti ditulis oleh seorang analis di Koran Algemeen pada tahun 1859. Ia mengatakan, “Opini publik mengatakan bahwa penyebab kerusuhan terutama dapat ditemukan atas meningkatnya jumlah jamaah haji ke Makkah, dan peningkatan itu mengakibatkan meningkatnya fanatisme, yang karenanya penduduk pribumi memiliki motif untuk memberontak terhadap Kekristenan dan dominasi Eropa.”

Betul saja, sepulangnya dari Haji KH. Ahmad Dahlan mulai prihatin dengan tumbuh suburnya sekolah-sekolah Kristen yang mendapat subsidi dari Belanda. Menurut Artawaijaya dalam bukunya Jaringan Yahudi di Nusantara, semua sekolah-sekolah ini selain mendapat dukungan pemerintah kolonial, juga mendapat mendapat sokongan elit pemerintahan setempat yang kebanyakan sudah berada dalam pengaruh gerakan Kemasonan.

Keprihatinan itulah yang membuat KH. Ahmad Dahlan mendirikan Persyarikatan Muhammadiyah pada 18 November 1912 yang secara tegas menonjolkan identitas keIslamannya. Dengan berdirinya Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan dan beberapa aktivis Islam lainnya berusaha melakukan dakwah dalam bidang pengajaran dan membendung usaha-usaha Kristenisasi yang didukung Pemerintah Kolonial.

Dalam sejarahnya, Gerakan mengkristenkan pribumi itu dimulai pada tahun 1910 oleh kelompok konservatif di Nederland dengan tokohnya Gubernur Jenderal A.W.F Idenburg.

Selain itu, salah satu tantangan dakwah di Tanah Air pada masa KH. Ahmad Dahlan datang dari Boedi Oetomo. Kelompok Ningrat Jawa yang dekat dengan kaum theosofi ini gencar melecehkan Islam sebagai agama. KH. Ahmad Dahlan sendiri pernah bergabung dengan Boedi Oetomo, akan tetapi keberadaannya di dalam organisasi primordialis itu berjalan tidak begitu lama karena inflitrasi Kemasonan dalam tubuh kelompok yang didirikan Dr. Soetomo sudah sangat kuat.

Selain KH. Ahmad Dahlan, tokoh lain yang patut dikaji dalam perlawanannya terhadap Belanda sepulan haji adalah H. Agus Salim. Tokoh Perjuangan Kemerdekaan ini adalah salah satu tokoh yang terkenal gigih melawan pemikiran orientalis seperti Snouck Hugronje. Islamisasi nusantara, menurut Haji Agus Salim, bukanlah proses tanpa rencana yang dilakukan oleh para pedagang dan penjelajah bahari 600 tahun setelah pengutusan Nabi Muhammad SAW (sekitar abad ke-13 M), sebagaimana pendapat para orientalis. Sangat tidak masuk akal jika agama Islam yang telah menyebar ke hampir seluruh negeri dan dipeluk oleh mayoritas penduduk itu disiarkan dengan sambil lalu begitu saja.(M. Isa Anshory, Haji Agus Salim Menjawab Orientalis)

Selama kurang lebih enam tahun, H. Agus Salim berada di Arab Saudi. Di Jeddah, Agus Salim memperoleh kesempatan untuk memperdalam agama Islam dan bahasa Arab kepada para ulama yang bermukin di Mekkah. Agus Salim juga belajar agama Islam pada saudara sepupunya, Sheikh Ahmad Khatib yang telah bermukim disana.

Akhirnya pada tahun 1911, Agus Salim pulang ke Indonesia. Kepulangannya dari Tanah Suci ini boleh dikatakan sebagai titik tolak perjuangannya melawan Belanda. Pada tahun 1915, H.Agus Salim menjadi Redaktur II di Harian Neratja dan tidak lama kemudian menjadi pemimpin redaksi. Pada Harian Neratja terbitan 25 September 1917, Agus Salim secara lantang menulis, "dalam negeri kita, janganlah kita yang menumpang". Itu adalah sebuah bentuk kritikannya akan kuatnya pengaruh penjajahan belanda di bumi nusantara.

Jiwa perlawanan Agus Salim terhadap kolonialisme memang sudah tertanam sejak muda. Pada tahun 1903, setelah KH. Agus Salim menyelesaikan pendidikan di HBS dengan nilai tertinggi, Kartini berkeinginan agar beliau disekolahkan ke Belanda dengan mengambil jurusan kedokteran.

Kartini berniat mengalihkan beasiswanya sebesar 4.800 Gulden hanya untuk KH. Agus Salim yang dinilainya berpotensial untuk mengasah karir keilmuannya di Barat. Namun apa yang terjadi? Tanpa mengurangi rasa hormatnya atas Kartini, tawaran beasiswa itu ditolak oleh KH. Agus Salim, karena menurut beliau bantuan dari penjajah tidak layak diterima! (Pz/Bersambung)



Read More..

Takabbur atau Sombong


Pengertian takabbur berarti sombong atau menampakkan keagungan pribadi. Dalam kitab Lisanul Arab, antara lain disebutkan bahwa at-takabbur wal istikbaar berarti 'atta'azzhum' (sombong). Firman Allah Ta'la menyebutkan pengertian tersebut antara lain, terdapat dalam surah al-A'araaf [7] ayat 146, yakni:
سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ ...
"Allah akan memalingkan orang-orang yagn menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar".

Maksudnya, orang-orang itu telah mengganggap bahwa dirinya merupakan makhluk yang paling mulia yang tidak dimiliki oleh orangn lain. Sedangkan menurut istilah, takabbur ialah sikap seorang aktivis yang terlalu membangga-banggakan diri (ujub) yang berakibat dirinya selalu menghina atau meremehkan diri dan pribadi orang lain serta tida pantas untuk menerima kebenaran dari mereka.

Rasulullah shallahu alaihi wassalam bersabda, "Tidak masuk surga barangsiapa yang di dalam hatinya terdapat kibr (sombong) sebesar biji zarrah".
Kemudian salah seorang sahabat bertanya, "Bagaimana jika ada seorang yang menyukai baju yang baik dan sandal yang bagus?".
Rasulullah shallahu alaihi wassalam menjawab, "Sesungguhnya Allah itu indah dan suka kepada yang indah".

Sedangkan takabbur dan izzah mempunyai perbedaan yang sangat mendasar sekali. Takabbur merupakan sikap sombong dalam kebathilan, sedangkan izzah merupakan sikap bangga dalam kebenaran. Atau dengan kata lain, takabbur adalah penolakan dan pengingkaran terhadap nikmat, sedangkan izzah adalah pengakuan terhadap nikmat, kemudian orang yang bersangkutan membicarakannya, sebagaimana yang telah disebutkan hadist diatas.

Faktor-Faktor Penyebab Takabbur
Karena sikap takabbur bararti sikap sangat ujub yang berdampak pada sikap menghina orang lain serta menganggap dirinya lebih tinggi dan unggul atau merasa lebih tinggi dibandingkan orang lain, maka pada dasarnya faktor-faktor penyebab dan pendorongnya hampir sama dengan sikap ujub dan ghurur. Mungkin yang berbeda hanya tingkat keparahan gradasinya saja. Berikut akan saya coba kemukakan tambahan-tambahannya saja.

Pertama, sikap tawadhu' yang berlebihan oleh orang lain.
Ada sebagian manusia yang bersikap berlebihan dalam hal tawadhu', sampai-sampai mereka mencoba menjalankan hidupnya dengan sangat sederhana atau terlalu bersahaja.
Misalnya, mencoba meninggalkan kepantasan dan kelaziman dalam berpakaian atau dalam hal makan dan minum. Padahal, mereka itu merupakan orang-orang yang berkecukupan. Contoh lain, mereka tidak ikut serta menyumbangkan pemikiran dan pendapat yang dimilikinya kepada orang lain, atau selalu berusaha menolak kepercayaan, tanggungjawab, serta amanah yang diberikan orang lain kepadanya. Padahal, dia memiliki kemampuan untuk melaksanakan semua itu.

Setan akan menggoda dan membisiki mereka bahwa sikap yang telah diambilnya itu merupakan bentuk keunggulannya yang tidak dimiliki oleh orang lain, atau orang yang hebat lagi mulia. Karena mampu bersikap tawadhu'. Selain itu, juga merendahkan mereka akan merendahkan dan menghina orang lain.

Faktor yang dapat mengeliminasi sikap takabbur ini telah diingatkan oleh Allah dalam al-Qur'an dan Sunnah, yaitu tatkala kita diharuskan untuk senantiasa menyebut-nyebut nikmat yang dianugerahi Allah Ta'ala. Firman-Nya:
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ ﴿١١﴾
"Dan nikmat Tuhanmu, maka sebut-sebutlah". (QS. Adh-Dhuha [93] : 11)
Atau sabda Rasulullah shallahu alaihi wassalam, "Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan". (HR. Muslim)
"Dan jadikanlah kami termasuk orang-orang yang mensyukuri nikmat-Mu, yang memuji-Mu karenanya, yagn memperolehnya, dan yang telah disempurnakan nikmat itu kepada kami". (Hadist dari kitab Ibnu Katsir).

Malik bin Nadhlah al-Jasyaimi berkata, "Aku mendatangi Rasulullah dengan mengenakan baju yang buruk. Kemudian Rasulullah bersabda, 'Apakah engkau memiliki harta?' Aku menjawab, 'Punya, ya Rasulullah'. Rasulullah bertanya lagi, 'Harta apa yang engkau miliki?'. Aku menjawab, 'Allah telah menganugerahiku onta, kambing, kuda, dan budak'. Mendengar jawabanku itu Rasulullah bersabda, 'Jika engkau dianugerahi harta oleh Allah, maka perlihatkanlah bekas nikmat Allah itu, dan kemuliaan-Nya kepadamu'." (HR. Abu Dawud)

Para ulama salaf telah memahami benar makna hadist itu, sehingga mereka selalu menjalankannya dan menegur orang yang tidak menyadari. Hasan bi Ali ra pernah berkata, "Jika engkau memperoleh suatu kebaikan atau engkau mengerjakan suatu kebaikan, maka bicarakanlah hal itu kepada saudaramu yang engkau percayai".
Abu Bakar bin Abdillah al Muzni pernah pula berkata, "Barangsiapa yang diberi kebaikan (kekayaan) lalu tidak tampak pada dirinya, maka ia termasuk orang yang dibenci oleh Allah dan menentang nikmat Allah (yang telah diberikannya)". (Kitab al-Jaami' li ahkaamil Qur'an. Qurthubi, 20/102).


Read More..

Benarkah Orang-Orang Sulit Itu Sulit?


Salah satu tantangan pelik dalam tugas kepemimpinan adalah orang-orang yang kita sebut sebagai orang sulit. Nyaris disemua organisasi ada saja orang yang disebut sebagai orang sulit ini. Alasan mereka disebut orang sulit adalah karena sikapnya menimbulkan kesulitan bagi orang lain, khususnya atasan dan orang-orang yang mempunyai hubungan kerja dengannya. Pertanyaannya adalah; Apakah mereka yang menjadi ’orang sulit bagi kita’? Ataukah kita yang justru merupakan orang sulit bagi mereka? Merenungkan pertanyaan itu bisa membantu kita untuk melihat lebih jernih dan mengambil tindakan yang lebih konstruktif.

Film The Horse Whisperer berkisah tentang seekor kuda yang mengalami trauma setelah tertabrak trailer di New York City. Mengingat lukanya yang parah, dokter hewan menyarankan untuk lakukan eutanasia. Namun pemiliknya bersikukuh untuk mempertahankannya. Kuda itu sembuh secara fisik, tapi secara mental tetap sakit. Dia berubah menjadi sangat ganas melebihi keganasan kuda liar dialam bebas. Kuda itu membenci manusia, khususnya sang pemilik yang menungganginya saat kecelakaan terjadi. Di pegunungan Montana, ada seorang koboi yang cakap mengurus kuda hingga dijuluki sebagai Sang Pembisik Kuda. Melalui perjalanan panjang dan melelahkan, akhirnya kuda itu berhasil disembuhkan kembali. Manusia, bisa lebih liar dari hewan. Tetapi manusia memiliki perangkat akal dan nurani dengan derajat yang jauh melampaui mahluk manapun. Makanya, seliar-liarnya manusia; selalu punya peluang untuk menjadi pribadi yang berbudi. Apalagi sekedar orang yang kita sebut sebagai
, tentu bisa menjadi orang yang mudah bekerjasama. Bagi Anda yang tertarik menemani saya belajar memahami orang sulit, saya ajak memulainya dengan menerapkan 5 prinsip Natural Intelligence berikut ini:

1. Jadilah orang yang mudah bagi orang lain. Ini adalah prinsip paling mendasar yang sering dilupakan orang. Dalam pengamatan saya, begitu banyak orang yang menilai orang lain sebagai orang yang sulit padahal dia tidak menyadari bahwa dirinyalah sebenarnya orang yang sulit itu. Sebuah hubungan tidak bisa disokong oleh satu pihak; Anda saja, atau dia saja. Harus Anda dan dia. Jika Anda dan dia sama-sama sulit, maka hubungan itu tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Jika Anda mudah dan dia sulit, maka Anda masih punya peluang untuk tetap menjaga performa. Namun jika yang sulit itu justru Anda bukan dia, maka Anda nyaris tidak memiliki harapan untuk memperbaiki keadaan selama tidak menyadarinya. Jadi, langkah paling awal yang mesti kita ambil adalah memastikan bahwa kita sendiri bisa menjadi orang yang mudah bagi orang lain. Maka sekarang, mata kita tidak sepenuhnya tertuju kepada orang lain; melainkan berintrospeksi kedalam diri sendiri
juga. Anda yakin Anda bukan orang sulit? Tidak ada salahnya jika mengeceknya sekali lagi.

2. Fahami kebutuhan emosionalnya. Perhatikanlah sekali lagi orang-orang yang kita beri label sebagai orang sulit itu. Ternyata mereka bisa bekerjasama dengan sangat baik bersama orang-orang tertentu. Apa yang menyebabkannya tidak bisa bekerjasama dengan kita? Begitulah pertanyaan yang selayaknya kita ajukan. Hambatan emosional sering menjadi faktor penyebab yang paling menonjol. Akarnya bisa dari hal yang sangat sederhana, sampai kepada hal yang rumit hingga tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Untuk memahaminya, Anda bisa mengamati dari jauh, atau berdiskusi dengan orang-orang yang bisa bekerjasama dengannya. Atau lebih banyak menyediakan diri untuk mengenal orang itu lebih mendalam. Seseorang yang sulit misalnya, ternyata hanya membutuhkan pengakuan atas senioritasnya dari atasannya yang lebih muda. Setelah pengakuan itu didapatkan, dia menjadi respek kepada sang atasan. Merasa lebih berpengalaman atau pernah memimpin lebih banyak orang
juga demikian. Boleh jadi, ada kebutuhan emosi lainnya yang perlu kita kenali dan fahami. Jika dengan orang lain dia bisa bekerjasama dengan baik, maka tentu kita pun bisa mengelola orang itu dengan lebih baik melalui pemahaman terhadap kebutuhan emosionalnya.

3.Fahami masalah yang melatarbelakanginya. Setiap orang memiliki alasan untuk suka atau tidak dalam berhubungan dengan orang lain. Maka apakah seseorang suka atau tidak suka bergaul dan bekerjasama dengan Anda, tentu ada latar belakangnya. Misalnya, seseorang mengatakan kepada saya sambil marah-marah; �saya ini juga pernah menjabat seperti kamu selama 10 tahun, bla bla bla,� Lalu beliau membeberkan fakta tentang betapa mengecewakannya kepemimpinan saya. Saya menghormati penilaiannya, namun saya tegaskan bahwa caranya berbicara dengan saya sama sekali tidak bisa memperbaiki keadaan. �Anda ingin semuanya berjalan lebih baik?�. Tidak ada jawaban yang lebih pintar atas pertanyaan itu selain mengiyakan. �Jika demikian,� lanjut saya �marilah kita bicarakan baik-baik.� Dalam perbincangan selanjutnya beliau bercerita tentang masalah yang sedang dihadapinya di rumah hingga menjadi mudah marah dan cepat emosi. Saya hanya menunjukkan
respek dan empati, tidak lebih dari itu. Di akhir pembicaraan saya dipeluknya sambil dihujani permintaan maaf atas sikapnya selama ini. Dan saya mengimbanginya dengan kesadaran bahwa memang sudah menjadi kewajiban saya untuk melayani orang-orang yang saya pimpin semaksimal mungkin. Sejak saat itu, hubungan kami menjadi sangat baik. Ini kejadian sungguhan. Pada awalnya saya pun ikut terbawa suasana sehingga menilai beliau sebagai orang yang sulit. Tetapi setelah memahami latar belakangnya, terbukalah jalan untuk memperbaiki kualitas hubungan.

4. Seimbang antara tuntutan dan kemanfaatan. Sulitnya seseorang untuk diajak kerjasama bisa jadi karena mereka tidak melihat manfaat bagi dirinya sendiri. Misalnya, seorang bawahan yang menilai atasannya tidak bisa memperjuangkan kepentingannya. Mereka tentu akan cuek melebihi bebek. Terlebih lagi jika atasannya terlalu banyak menuntut. Bawahan Anda, akan semakin sulit dikelola jika Anda tidak dapat menyeimbangkan antara tuntutan dengan manfaat yang bisa Anda berikan kepada mereka. Bahkan sahabat baik Anda pun cepat atau lambat akan mempertanyakan; ‘mengapa gue mesti mendukung elu yang cuma bisa membesarkan nama elu doank? Faktanya, masih banyak atasan yang terlalu sibuk mempertahankan posisi atau imej pribadinya dihadapan atasan yang lebih tinggi. Hingga mereka lupa bahwa kinerjanya justru sangat ditentukan oleh bawahan. Sama seperti halnya Anda yang ‘mengharapkan’ sesuatu dari atasan Anda, maka bawahan Anda pun mengharapkannya dari
Anda. Seseorang yang percaya bahwa atasannya bisa melakukan sesuatu untuk membantu pengembangan karirnya, tentu akan lebih respek dan mudah diajak kerjasama. Maka menunjukkan kepada orang lain bahwa kehadiran kita bisa memberi manfaat bagi mereka merupakan faktor penting untuk melunakkan orang-orang sulit. Kelinci liar sekalipun, kalau ditawari wortel; tentu mendekat juga, bukan?

5. Lakukan dengan ketulusan. Menjadi pemimpin itu memang perlu tulus. Pemimpin yang tulus, jarang sakit hati. Meski ditentang atau dipersulit oleh orang-orang yang sulit. Dia terus berusaha mengajaknya untuk berubah menjadi lebih baik demi kepentingan orang itu sendiri. Dia terus mengupayakannya, meski tetap ditentang atau diremehkan. Sampai kapan? Sampai lepas kewajibannya selama dia memimpin. Artinya, selama jabatan itu melekat dia berkewajiban untuk mengupayakan rekonsiliasi dengan orang-orang sulit agar kinerjanya tetap tinggi. Tapi perlu juga diingat, bahwa jabatan kita mempunyai konsekuensi 2 arah, yaitu; kita sebagai atasan dan/atau kita sebagai bawahan. Faktanya, setinggi apapun jabatan Anda, tetap saja Anda adalah bawahan bagi orang yang jabatannya lebih tinggi. Maka konteks pembicaraan kita ini berlaku baik kita memposisikan diri sebagai atasan yang berhubungan dengan bawahan yang kita anggap sulit. Juga berlaku pada saat kita
memposisikan diri sebagai bawahan yang mengira bahwa atasan kita adalah orang yang sulit. Dan selama kita melakukannya dengan ketulusan, maka kita bisa menikmatinya terlepas dari posisi apa yang kita mainkan. Karena dengan ketulusan, Anda bisa mengelola orang-orang sulit dengan lebih baik. Termasuk jika yang sulit itu ternyata adalah diri Anda sendiri.

Tidak hanya atasan yang suka menilai bawahannya sebagai orang sulit. Banyak juga bawahan yang menilai atasannya yang justru sulit. Di banyak organisasi atau perusahaan hal seperti itu terjadi. Walhasil kedua pihak saling tuduh sebagai orang yang tidak bisa diajak kerjasama. Atasan memvonis anak buahnya sebagai pembangkang, sedangkan bawahan menganggap atasannya sebagai pemimpin yang sewenang-wenang. Mana yang benar? Yang jelas, seorang pribadi yang baik bersedia melakukan introspeksi kedalam dirinya sendiri sebelum mengarahkan telunjuk kepada orang lain. Lalu dia berusaha untuk melayani demi kebaikan orang lain. Entah dia sebagai atasan, atau bawahan. Entah orang lain membalasnya dengan kebaikan, atau tetap menyulitkannya dengan beragam polah dan keburukan. Dia terus konsisten dalam usahanya mewujudkan perbaikan. Sedangkan untuk dirinya sendiri, dia cukupkan Tuhannya sebagai penyantun. Hasbunallah wani mal wakil,katanya. Cukuplah Allah
bagiku, dan Dialah sebaik-baiknya pelindung. Dengan prinsip itu, dia tetap teguh untuk mengupayakan rekonsiliasi dan perbaikan. Dan dengan cara itu, dia memastikan bahwa dirinya sendiri bukanlah orang yang sulit itu.

Mari Berbagi Semangat!

Catatan Kaki:
Orang yang kita anggap sulit belum tentu benar-benar sulit. Boleh jadi, kita belum mengetahui cara untuk bekerjasama dengannya.


Read More..

Thursday, November 10, 2011

Tunjukkan kami Jalan Yang Lurus


Dalam suarat Ali Imran:51, dijelaskan bahwa jalan lurus adalah menyembah Allah, artinya jika menyembah selain Allah maka ia berada pada jalan yang sesat. Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah Tuhanku dan Tuhanmu maka sembahlah Dia, inilah jalan yang lurus".
Ditegaskan lagi dalam surat yang sama:101: "Dan barang siapa yang berpegang teguh dengan (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus". Dalam surat Maryam:36, hakikat yang sama ditegaskan lagi:" Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Dia oleh kamu sekalian, ini adalah jalan yang lurus".
Tunjukkan kami jalan yang lurus. Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugrahkan nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat". (Al Fatihah:6-7) Ayat di atas yang selalu kita baca dalam salat adalah bagian dari surat Al-Fatihah.
Dalam sehari minimal kita membacanya lima kali setiap permulaan rakaat sembahyang yang kita tegakkan. Didalamnya terkandung permohonan agar ditunjukkan jalan yang lurus. " Ihdinash shiraathal mustaqiim" demikian teks aslinya, suatu istilah yang selalu berulang dengan versi yang berbeda di berbagai tempat dalam Al-Qur'an.
Dalam Al-Baqarah:142 Allah berfirman: "Katakan: Timur dan Barat kepunyaan Allah, Dia beri petunjuk kepada siapa yang dikehendakinya ke jalan yang lurus".
Istilah yang sama juga disebutkan dalam Azzukhruf:64, Al Mulk:22 dan lain sebagainya. Para ahli tafsir menyebutkan bahwa bila suatu hal diulang berkali-kali dalam Al-Qur'an itu menunjukkan penting dan agungnya hal tersebut.
Sudah barang tentu bahwa merambah jalan lurus adalah merupakan dambaan setiap insan. Hanya saja masih banyak dari manusia yang belum mengetahui atau pura-pura tidak tahu apa maksud dari jalan lurus ini? Secara sederhana –seperti yang diungkap Imam Tabari-jalan lurus adalah jalan yang jelas dan tidak berliku-liku.

Jalan yang segera menghantarkan ke tempat tujuan. Surat Al-Fatihah sendiri menjawab: Jalan lurus yang dimaksud adalah: jalan orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, itulah orang-orang yang bahagia, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan pula orang-orang yang sesat.
Rasulullah shollallaahu alaihi wasallam mengartikan orang yang dimurkai adalah kaum Yahudi, dan orang yang sesat adalah kaum Nasrani. (lihat, Ibn Katsir, Tafsirul Qur'anil azhiim, jild,I, hal5-54, Riyadh, 1998).
Ibn Abi Hatim, seperti dinukil Ibn Katsir menyebutkan hasil penelitiannya yang mendalam bahwa tidak ada satupun ulama yang mengingkari penafsiran ini. Dan ini benar, sebab setiap kali para Nabi datang kepada mereka (baca:Yahudi) menunjukkan jalan yang lurus, mereka menolaknya. Mereka memilih jalan yang mereka sukai.
Yang diharamkan mereka halalkan dan yang dihalalkan mereka tinggalkan. Tidak hanya itu, para nabi yang berusaha menunjukkan jalan lurus itu, malah mereka bunuh. Perhatikan surat Al-baqarah:61 berkisah begaimana kebejatan akhlak kaum Yahudi itu: "…Hal itu (terjadi) karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh nabi-nabi tanpa kebenaran, yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan adalah mereka melalmpawi batas".
Adapun kesesatan kaum Nasrani adalah karena ajaran agama Kristen yang ada sekarang –sebagaimana diakui sejarawan Barat sendiri- bukan agama yang asli, melainkan banyak di dalamnya karangan Jhon Paul.
Sementara Jhon Paul sendiri adalah orang Yahudi. Dari sini nampak mengapa Rasulullah mengartikan adh-daalliin dengan orang Nasrani. Karena mereka secara fakta sejarah disesatkan oleh seorang Yahudi bernama Jhon Paul.
(lihat misalnya: Hyam Maccoby, The Mythmaker Paul and Invention of Christianity, Gorge Weiden feld and Nicalson Limited London, 1986) Jelasnya, baik yang dimurkai Allah maupun orang yang sesat mereka dalam kategori Al-Qur'an –sebagimana ditegaskan surat Al-Fatihah- tidak berada dalam jalan yang lurus.
Dalam suarat Ali Imran:51, dijelaskan bahwa jalan lurus adalah menyembah Allah, artinya jika menyembah selain Allah maka ia berada pada jalan yang sesat. Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah Tuhanku dan Tuhanmu maka sembahlah Dia, inilah jalan yang lurus".
Ditegaskan lagi dalam surat yang sama:101: "Dan barang siapa yang berpegang teguh dengan (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus". Dalam surat Maryam:36, hakikat yang sama ditegaskan lagi:" Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Dia oleh kamu sekalian, ini adalah jalan yang lurus".
Dalam surat Al An'am:39, disebutkan bahwa kebalikan dari jalan lurus adalah kesesatan. Artinya siapapun yang tidak mengikuti ajaran Allah ia pasti sesat: "Barangsiapa dikehendaki Allah (menjadi sesat) niscaya akan disesatkan-Nya, dan barangsiapa dikehendaki Allah untuk diberinya petunjuk niscaya Dia akan menjadikannya berada di atas jalan yang lurus".
Di surat yang sama:161, ditegaskan bahwa agama Islam yang dibawa Rasulullah shollallaahu alaihi wasallam adalah agama yang sama dengan agama Nabi Ibrahim, dan inilah jalan yang lurus: "Katakanlah: sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, yaitu agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik".
Para ulama yang mendalami ilmu munasabat (keterkaitan antar ayat dan antar surat-surat Al-Qur'an) banyak yang menafsirkan makna sirathal mustaqim dengan Al-Qur'an. Perhatikan – kata mereka – hubungan antara Al-Fatihal dan Albaqarah? Mengapa Surat Al-Baqarah langsung dimulai dengan ungkapan "dhalikal kutaabu laa raiba fiihi" (itulah kitan yang tiada keraguan di dalamny).
Di sini seakan terkandung sebuah jawaban: yaitu ketika seorang hamba mohon
"ihdinashshiraathal mustaqiim" (yaa Allah tunjukilah kami jalan yang lurus), Allah langsung mejawabnya : "dhalikal kutaabu laa raiba fiihi". Dengan pemahaman ini jalan lurus itu Al-Qur'an. Di dalamnya terdapat seluruh petunjuk kebenaran yang tidak akan pernah menyesatkan. Kebenaran yang menghantarkan pengikutnya menuju tujuan kebahagaiaan di dunia dan akhirat.
Dalam surat AnNur:46 Allah berfirman: "Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat(Al-Qur'an) yang menjelaskan (halal dan haram). Dan Allah memimpin siapa yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus". Di sini nampak dengan jelas bahwa jalan lurus itu Al-Qur'an.
Siapa yang mengiktui Al-Qur'an maka ia berada pada jalan yang lurus dan siapa yang mengingkarinya atau mengingkari sebagian isinya maka ia tersesat. Sudah barang tentu bahwa dinatara ajaran Al-Qur'an mengikuti sunnah Raslullah.
Dengan demikian pengertian jalan lurus di sini bukan semata mengikuti Al-Qur'an dengan meninggalkan As-Sunnnah seperti yang dilakukan "qur'aniyyuun". Melainkan keduanya: Al-Qur'an dan As Sunnah harus sama-sama ditegakkan. Dr. Amir Faishol Fath/Ditulis oleh Dewan Asatidz


Read More..

Kisah Seorang Ahli Ibadah Yang Tertipu Dengan Ibadahnya


Diriwayatkan dari sahabat Jabir radliyallahu’anhu, beliau berkata; Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mendatangi kami kemudian beliau bersabda:

Jibril berkata; Wahai Muhammad, demi Dzat yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, sesungguhnya Allah Azza wa Jall memiliki seorang hamba dari hamba-hambanya yang lain, hamba tersebut telah beribadah kepada Allah Azza wa Jall selama lima ratus tahun di puncak sebuah gunung di sebuah pulau yang dikelilingi dengan lautan yang lebar dan tinggi gunung tersebut adalah tiga puluh dzira’.

Jarak dari setiap tepi lautan yang mengelilingi gunung tersebut adalah empat ribu farsakh. Di gunung tersebut terdapat sebuah mata air yang selebar beberapa jari, dari mata air tesebut mengalir air yang sangat segar dan berkumpul ke sebuah telaga dikaki gunung.

Disana juga terdapat pohon-pohon delima yang selalu berbuah setiap hari sebagai bekal hamba tersebut beribadah kepada Allah dihari-harinya. Setiap kali menjelang sore, hamba tersebut turun dari atas gunung menuju telaga untuk mengambil air wudlu, sekaligus untuk memetik buah delima lalu memakannya, baru kemudian mengerjakan shalat.

Setelah usai shalat, hamba tersebut selalu berdo’a kepada Allah Ta’ala, supaya kelak ketika ajalnya datang menjemput, dia dicabut nyawanya dalam keadaan sujud kepada Allah dan dia juga berdo’a supaya setelah kematiannya, jasadnya tidak dirusakkan oleh bumi dan oleh apapun juga sampai datangnya hari kebangkitan.

Jibril berkata; Allah Ta’ala mengabulkan semua do’a-do’a sang hamba. Kemudian kami melintasi hamba tersebut, ketika kami turun dan naik lagi, kami menemukan sebuah pengetahuan bahwa; Nanti pada hari dibangkitkan, hamba tersebut akan dihadapkan pada Allah Ta’ala, kemudian Allah Ta’ala akan bersabda;

“Masukkan hambaku ini ke surga dengan sebab rahmat-Ku”.

Hamba tersebut berkata; “dengan sebab amalku Ya Rabb”.

Allah bersabda; “Masukkan hambaku kesurga dengan sebab rahmat-Ku”.

Sekali lagi hamba tersebut berkata; “dengan sebab amalku Ya Rabb”.

Kemudian Allah Ta’ala bersabda; “Sekarang coba timbang amal hambaku ini dengan nikmat yang telah aku berikan kepadanya”.

Dan ternyata setelah ditimbang, nikmat penglihatan yang telah diberikan Allah kepada hamba tersebut, menyamai dengan timbangan amal ibadah yang telah dilakukannya selama lima ratus tahun. Dan masih tersisa anggota tubuh lain yang belum ditimbang, sedangkan amal hamba tersebut ternyata sudah habis.

Kemudian Allah Ta’ala bersabda; “sekarang masukkan hambaku ini ke neraka”.

Dengan perintah Allah tersebut, kemudian para malaikat menggiring hamba ke neraka. Tiba-tiba ketika akan digiring ke neraka, hamba tersebut berteriak sambil menangis;

“Ya Rabb……Masukkan aku ke surga dengan rahmat-Mu”.

Kemudian Allah Ta’ala bersabda kepada para Malaikat; “Tahan dulu wahai malaikat, dan bawa kesini”.
Hamba tersebut lalu dibawa oleh para malaikat kehadapan Allah Ta’ala. Kemudian Allah Ta’ala bersabda;

“Wahai hambaku, siapakah yang telah menciptakanmu yang sebelumnya kamu bukan apa-apa??”

Hamba tersebut menjawab; “Engkau Ya Rabb”.

Allah Ta’ala bersabda; “siapakah yang telah memberikan kekuatan kepadamu, sehingga kamu mampu beribadah kepadaku selama lima ratus tahun??”

Hamba menjawab; “Engkau Ya Rabb”.

Allah Ta’ala bersabda: “siapakah yang telah menempatkanmu disebuah gunung yang berada ditengah-tengah laut yang luas, mengalirkan dari gunung tersebut air yang segar sedangkan di sekelilingnya adalah air yang asin, yang menumbuhkan buah delima setiap malam yang seharusnya hanya setahun sekali berbuah, serta siapa yang telah memenuhi permintaanmu, ketika engkau berdo’a supaya dimatikan dengan cara bersujud??”

Hamba tersebut menjawab dengan wajah menunduk malu dan bersuara pelan; “Engkau Ya Rabb”.

Allah Ta’ala bersabda: “itu semua tak lain adalah atas berkata rahmat-Ku, dan dengan rahmat-Ku juga engkau Aku masukkan surga”.

Kemudian Allah Ta’ala bersabda kepada para malaikat; “masukkan hambaku ini ke surga, engkau adalah sebaik-baik hamba wahai hamba-Ku”.

Dan dimasukkanlah hamba tersebut kedalam surga berkat rahmat Allah Ta’ala.
Kemudian Jibril berkata; “Sesungguhnya, segala sesuatu itu adalah berkat rahmat Allah wahai Muhammad”.

*Diterjemahkan secara bebas dari hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Jabir dan terdapat dalam kitab Jami’ al-Kabir Imam As-Suyuthi juz 1 hlm 12093 hadits nomor 12200……semoga bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. Seperti biasa, jika berkenan mohon untuk disebar luaskan, supaya saldo amal kembali bertambah…^_^

Allahummaghfirlii….Allahummaghfirlanaa….Allahummaghfirlanaa wal Muslimiin.

Read More..

Pandangan Al Ghazali Tentang Ketuhanan Yesus


Yesus Kristus Dijadikan Tuhan Oleh Kaum Nashrani

Imam al-Ghazali adalah salah seorang ulama klasik yang berusaha keras mematahkan hujjah ketuhanan Yesus. Melalui bukunya yang berjudul al-Raddul Jamil li-Ilahiyati ‘Isa, al-Ghazali membantah ketuhanan Yesus dengan mengutip teks-teks Bibel. Buku ini menarik untuk dikaji karena diterbitkan oleh UNESCO dalam bahasa Arab.

Imam al-Ghazali adalah ulama yang sangat terkenal di zamannya sampai zaman sekarang ini. Nama lengkapnya, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad At-Thusi Asy-Syafi’i (pengikut mazhab Syafi’i). Al-Ghazali lahir 450 H/1058 M dan wafat pada tahun 505H/1111M dalam usia 55 tahun.

Karyanya tidak kurang dari 200 buku, dan di antara karyanya yang sangat monumental adalah “Ihya ‘Ulumiddin” (Revival of Religious Sciences). Ia dikenal sebagai seorang filosof, ahli tasawwuf, ahli fikih, dan juga bisa dikatakan sebagai seorang Kristolog. Ini terbukti lewat karyanya al-Raddul Jamil, yang ditulisnya secara serius dan mendalam.

Dalam bukunya, Al-Ghazali memberikan kritik-kritik terhadap kepercayaan kaum Nasrani yang bertaklid kepada akidah pendahulunya, yang keliru. Kata al-Ghazali dalam mukaddimah bukunya: “Aku melihat pembahasan-pembahasan orang Nasrani tentang akidah mereka memiliki pondasi yang lemah. Orang Nasrani menganggap agama mereka adalah syariat yang tidak bisa di takwil”

Imam al-Ghazali juga berpendapat bahwa orang Nasrani taklid kepada para filosof dalam soal keimanan. Misalnya dalam masalah al-ittihad, yaitu menyatunya zat Allah dengan zat Yesus. Al-Ghazali membantah teori al-ittihad kaum Nasrani. Menurutnya, anggapan bahwa Isa a.s. mempunyai keterkaitan dengan Tuhan seperti keterkaitan jiwa dengan badan, kemudian dengan keterkaitan ini terjadi hakikat ketiga yang berbeda dengan dua hakikat tadi, adalah keliru. Menurutnya, bergabungnya dua zat dan dua sifat (isytirak), kemudian menjadi hakikat lain yang berbeda adalah hal yang mustahil yang tidak diterima akal.

Dalam pandangan al-Ghazali, teori al-ittihad ini justru membuktikan bahwa Yesus bukanlah Tuhan. Al-Ghazali menggunakan analogi mantik atau logika. Ia berkata, ketika Yesus disalib, bukankah yang disalib adalah Tuhan, apakah mungkin Tuhan disalib? Jadi, Yesus bukanlah Tuhan. Penjelasannya dapat dilihat pada surat an-Nisa ayat 157: ”Dan tidaklah mereka membunuhnya (Isa a.s..) dan tidak juga mereka menyalibnya akan tetapi disamarkan kepada mereka”.

Selain al-ittihad, masalah al-hulul tak kalah pentingnya. Menurut Al-Ghazali, makna al-hulul, artinya zat Allah menempati setiap makhluk, sebenarnya dimaksudkan sebagai makna majaz atau metafora. Dan itu digunakan sebagai perumpamaan seperti kata “Bapa” dan ”Anak”. Misalnya seperti dalam Injil Yohannes pasal 14 ayat 10: “Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku. Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diriKu sendiri tetapi Bapa yang diam di dalam Aku, Dia-lah yang melakukan pekerjaan-Nya.”

Dalam melakukan kajiannya, Imam al-Ghazali merujuk kepada Bibel kaum Nasrani. Dalam al--Raddul Jamil, al-Ghazali mencantumkan enam teks Bibel yang menurutnya menafikan ketuhanan Yesus, dan dikuatkan dengan teks-teks Bibel lainnya sebagai tafsiran teks-teks yang enam tadi.

Di antara teks yang dikritisi oleh al-Ghazali adalah Injil Yohannes pasal 10 ayat 30-36, “Aku dan Bapa adalah satu. Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. Kata Yesus kepada mereka: “banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-ku yang kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah diantaranya yang menyebabkan kamu mau melempari aku? Jawab orang-orang Yahudi itu: “bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari engkau, melainkan karena engkau menghujat Allah dan karena engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan dirimu dengan Allah. Kata Yesus kepada mereka: “tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu: Aku telah berfirman: kamu adalah Allah? Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut Allah – sedangkan kitab suci tidak dapat dibatalkan- masihkan kamu berkata kepada dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia.” (Teks dikutip dari Bibel terbitan Lembaga Al-kitab Indonesia; Jakarta 2008.)

Teks ini, menurut al-Ghazali, menerangkan masalah al-ittihad (menyatunya Allah dengan hamba-Nya). Orang Yahudi mengingkari perkataan Yesus “aku dan Bapa adalah satu”. Al-Ghazali berpendapat, perkataan Yesus, Isa A.S. “..aku dan Bapa adalah satu” adalah makna metafora. Al-Ghazali mengkiaskannya seperti yang terdapat dalam hadits Qudsi, dimana Allah berfirman,

“Tidaklah mendekatkan kepadaKu orang-orang yang mendekatkan diri dengan yang lebih utama dari pada melakukan yang Aku fardhukan kepada mereka. Kemudian tidaklah seorang hamba terus mendekatkan diri kepadaKu dengan hal-hal yang sunnah sehingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya maka Aku adalah pendengaran yang ia mendengar dengannya, penglihatan yang ia melihat dengannya, lisannya yang ia berbicara dengannya dan tangannya yang ia memukul dengannnya.”

Menurut Al-Ghazali, adalah mustahil Sang Pencipta menempati indra-indra tersebut atau Allah adalah salah satu dari indra-indra tersebut. Akan tetapi seorang hamba ketika bersungguh-sungguh dalam ta’at kepada Allah, maka Allah akan memberikannya kemampuan dan pertolongan yang ia mampu dengan keduanya untuk berbicara dengan lisan-Nya, memukul dengan tanganNya, dan lain-lainnya Makna metafora dalam teks Bibel dan hadits Qudsi itulah yang dimaksudkan bersatunya manusia dengan Tuhan, bukan arti harfiahnya.

Demikianlah, di abad ke-12 M, Imam al-Ghazali telah melalukan kajian yang serius tantang agama-agama selain Islam. Kajian ini tentu saja sesuatu yang jauh melampaui zamannya. Kritiknya terhadap konsep Ketuhanan Yesus jelas didasari pada keyakinannya sebagai Muslim, berdasarkan penjelasan al-Quranul Karim. Al-Ghazali bersifat seobjektif mungkin saat meneliti fakta tentang konsep kaum Kristen soal Ketuhanan Yesus. Tapi, pada saat yang sama, dia juga tidak melepaslan posisinya sebagai Muslim saat mengkaji agama-agama.

Oleh, Rachmat Morado Sugiarto, M.A*
*Alumnus Universitas Mulay Islamil, Meknes, Maroko

Read More..

JANGAN SOMBONG KAMU GAJAHHHH!!!!


Seorang Syekh (Mursyid Thariqat) berceramah di depan para ulama dalam sebuah acara. Ceramah Beliau berisi tentang kehebatan Al Qur’an ditinjau dari segi ilmu metafisika eksakta. Diantara yang hadir termasuk salah seorang yang sudah banyak sekali mempelajari tentang segala hal yang berhubungan dengan Islam, mulai dari sejarah sampai kepada hokum-hukum Islam dan ayat-ayat Al-Qur’an sudah hapal diluar kepala juga telah membaca ratusan kitab-kitab klasik dan merasa dirinya sudah banyak tahu tentang agama dan menganggap ceramah Syekh itu masih sangat rendah dibandingkan dengan ilmu yang dipelajarinya. Dalam hati orang yang sombong tadi berkata, “Kalau begini ceramahnya, aku sudah banyak tahu, lebih baik Syekh itu turun aja dari mimbar”.

Seorang Syekh (Muryid) diberi kerunia oleh Allah SWT untuk mengetahui isi hati orang lain dikarenakan hatinya telah bersih sehingga mampu menangkap sinyal atau gelombang apa saja yang datang termasuk gelombang kesombongan yang dipancarkan dari hati ulama itu. Tiba-tiba Tuan Syekh berkata, “Sekarang aku mau cerita tentang gajah. Ada seoekor gajah yang besar badannya. Suatu hari ada orang yang mau memberikan minum kepada sekawanan gajah termasuk gajah yang besar tadi dengan memakai selang air sebesar kelingking. Sang gajah protes, Bagaimana mungkin kami bisa cukup minum dari selang yang kecil ini, untuk saya sendiri saja tidak cukup”. Tuan Syekh tadi diam setelah ceritanya sampai kepada gajah besar yang protes, tiba-tiba Beliau berkata sambil menunjuk ulama yang sombong tadi, “Jangan kau sombong gajah, selang ini memang hanya sebesar kelingking, akan tetapi selang ini tersambung langsung dengan lautan yang sangat luas, seribu gajah sepertimu tidak akan sanggup menghabiskan air ini”. Orang yang di tunjuk tadi merasa tersindir dan malu, kemudian menyadari bahwa apa yang terlintas dalam hatinya diketahui oleh Syekh, dan setelah acara ceramah ulama tadi mendatangi Tuan syekh dan menyatakan diri ingin berguru. “Pandangan mata batin tuan tajam sekali, saya mohon maaf atas kesombongan saya dan mohon sudi kiranya tuan menerima saya menjadi murid”.

Seorang Guru Mursyid kadangkala secara zahir nya sama seperti manusia lain tidak terkecuali bentuk ceramahnya, akan tetapi setiap yang diucapkannya memgandung Nur Ilahi yang tersambung langsung kehadirat Allah SWT lewat “selang-Nya” sehingga apapun yang diucapkan oleh Guru Mursyid merupakan ucapan Allah SWT.

Bagi pengamal thariqat, tidak terkecuali saya sendiri, seringkali mengalami hal-hal yang ajaib saat bersama Guru Mursyid. Bimbingan yang diberikan oleh Guru Mursyid berbeda sekali dengan bimbingan yang diberikan oleh Guru pada tataran syariat. Seorang Mursyid sangat mengetahui isi hati dari muridnya, sehingga walaupun jumlah muridnya ribuan bahkan jutaan pelajaran yang diberikan tidak sama.

Seringkali Mursyid berceramah dan didengar lebih seratus orang, nanti ke-seratus orang itu akan mengambil kesimpulan yang berbeda. Seorang Guru Mursyid yang kamil mukamil bahkan membimbing dan menuntun muridnya secara 24 jam, zahir dan batin dan tidak mengenal tempat karena sesungguhnya rohani dari Guru Mursyid itu telah larut kedalam zat dan fi’il Allah sehingga seluruh gerakannya adalah gerakan Tuhan semata.

Seringlah kita ucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas karunia yang tidak terhingga yang telah memperkenalkan seorang kekasih-Nya kepada kita dan lewat kekasih-Nya itu pula terbuka dengan lebar sebuah pintu yang langsung berhubungan dengan Allah SWT.

Al-Qur’an memberikan gambaran yang sangat lengkap tentang Para Guru Mursyid sebagai orang-orang yang diberi izin oleh Allah SWT untuk membimbing manusia ke jalan-Nya.

“Dan kami jadikan mereka ikutan untuk menunjuki manusia dari perintah kami dengan sabar serta yakin dengan keterangan Kami” (Surat Asajadah, ayat 24 juz 21).

“Mereka itulah orang yang telah diberi Allah petunjuk, maka ikutlah Dia dengan petunjuk itu” (Surat An Am ayat 10 juz 7)

“Barangsiapa yang berjanji teguh dengan engkau (Dia) sebenarnya mereka telah berjanji teguh dengan Allah, tangan Allah diatas tangan mereka” (Surat Al Fathu ayat 10 juz 26).

Guru Mursyid membimbing murid-muridnya tanpa pamrih dan bukan semata-mata mengharapkan harta, beliau membimbingnya dengan ikhlas tidak peduli siapapun kita, dari mana kita berasal, anak siapa kita tetap akan dibimbing oleh Beliau dengan kasih sayang dan penuh keikhlasan. Ini digambarkan dalam al-Qur’an :

“Ikutilah orang yang tiada meminta upah kepadamu itu, karena mereka mendapat pimpinan yang benar” (Surat Yasin ayat 21 juz 23)

Semoga kita semua diberi karunia oleh Allah SWT untuk menerima Nur Ilahi sebagai sumber kebenaran hakiki lewat dada seorang Kekasih Allah yang akan membimbing kita dari dunia sampai akhirat, Amien ya Rabbal ‘Alamin

Read More..

HITLER yg sebenar...


,Adolf Hitler, semoga ada sepertinya di zaman ini...

Aku berbual dengan seorang ahli keluarga yang sedang menamatkan tesis PhD beliau dan aku amat terperanjat apabila beliau nyatakan tesis beliau berkaitan Adolf Hitler, pemimpin Nazi. Maka aku katakan "Takkan dah habis semua tokoh Islam di dunia ini sampai kamu memilih si bodoh ini dijadikan tajuk?"

Beliau ketawa lalu bertanya apa yang aku ketahui tentang Hitler.

Aku lalu menjawab bahawa Hitler seorang pembunuh yang membunuh secara berleluasa dan meletakkan German mengatasi segala-galanya...lalu dia bertanya dari mana sumber aku. Aku menjawab sumberku dari TV pastinya.

Lalu dia berkata : " Baiklah, pihak British telah melakukan lebih dahsyat dari itu...pihak Jepun semasa zaman Emperor mereka juga sama...tapi kenapa dunia hanya menghukum Hitler dan meletakkan kesalahan malahan memburukkan nama Nazi seolah-olah Nazi masih wujud hari ini sedangkan mereka melupakan kesalahan pihak British kepada Scotland, pihak Jepun kepada dunia dan pihak Afrika Selatan kepada kaum kulit hitam mereka?"

Aku lantas meminta jawapan dari beliau. Beliau menyambung : "Ada dua sebab -

1. Prinsip Hitler berkaitan Yahudi, Zionisme dan penubuhan negara Israel. Hitler telah melancarkan Holocaust untuk menghapuskan Yahudi kerana beranggapan Yahudi akan menjahanamkan dunia pada suatu hari nanti.

2. Prinsip Hitler berkaitan Islam. Hitler telah belajar sejarah kerajaan terdahulu dan umat yang lampau, dan beliau telah menyatakan bahawa ada tiga tamadun yang terkuat, iaitu Parsi, Rome dan Arab. Ketiga-tiga tamadun ini telah menguasai dunia satu ketika dulu dan Parsi serta Rome telah mengembangkan tamadun mereka hingga hari ini, manakala Arab pula lebih kepada persengketaan sesama mereka sahaja. Beliau melihat ini sebagai satu masalah kerana Arab akan merosakkan Tamadun Islam yang beliau telah lihat begitu hebat satu ketika dulu.

Atas rasa kagum beliau pada Tamadun Islam, beliau telah mencetak risalah berkaitan Islam dan diedarkan kepada tentera Nazi semasa perang, walaupun kepada tentera yang bukan Islam.

Beliau juga telah meberi peluang kepada tentera German yang beragama Islam untuk menunaikan solat ketika masuk waktu di mana jua...bahkan tentera German pernah bersolat di dataran Berlin dan Hitler ketika itu mennggu sehingga mereka tamat solat jemaah untuk menyampaikan ucapan beliau...

Hitler juga sering bertemu dengan para Ulamak dan meminta pendapat mereka serta belajar dari mereka tentang agama dan kisah para sahabat dalam mentadbir...

Hitler bersama Syeikh Amin Al-Husainiy

Beliau juga meminta para Sheikh untuk mendampingi tentera beliau bagi mendoakan mereka yang bukan Islam dan memberi semangat kepada yang beragama Islam untuk membunuh Yahudi...

Seorang tentera Nazi melekatkan gambar Mufti Al-Quds

Semua maklumat ini ialah hasil kajian sejarah yang dilakukan oleh saudara aku untuk tesis PhD beliau dan beliau meminta aku tidak menokok tambah apa-apa supaya tidak menyusahkan beliau untuk membentangkannya nanti. Beliau tidak mahu aku campurkan bahan dari internet kerana aku bukan pakar bidang sejarah. Tetapi gambar-gambar yang ada di sini sudah lama tersebar dan semua orang boleh melihatnya di internet.

Aku juga sedaya upaya mencari maklumat tambahan di internet dan berjumpa beberapa perkara :

1: Pengaruh Al-Quran di dalam ucapan Hitler.
Ketika tentera Nazi tiba di Moscow, Hitler berhajat menyampaikan ucapan. Dia memerintahkan penasihat-penasihatnya untuk mencari kata-kata pembukaan yang hebat tak kira dari kitab agama, kata-kata ahli falsafah ataupun dari bait syair. Seorang sasterawan Iraq yang bermastautin di German mencadangkan ayat Al-Quran :

(اقتربت الساعة وانشق القمر) bermaksud : Telah hampir Hari Kiamat dan bulan akan terbelah...

Hitler berasa kagum dengan ayat ini dan menggunakannya sebagai kalam pembukaan dan isi kandungan ucapan beliau. Memang para ahli tafsir menghuraikan bahawa ayat tersebut bermaksud kehebatan, kekuatan dan memberi maksud yang mendalam.

Perkara ini dinyatakan oleh Hitler di dalam buku beliau Mein Kampf yang ditulis di dalam penjara bahawa banyak aspek tindakan beliau berdasarkan ayat Al-Quran, khususnya yang berkaitan tindakan beliau ke atas Yahudi...

2. Hitler bersumpah dengan nama Allah yang Maha Besar

Hitler telah memasukkan sumpah dengan nama Allah yang Maha Besar di dalam ikrar ketua tenteranya yang akan tamat belajar di akademi tentera German.

" Aku bersumpah dengan nama Allah (Tuhan) yang Maha Besar dan ini ialah sumpah suci ku,bahawa aku akan mentaati semua perintah ketua tentera German dan pemimpinnya Adolf Hitler, pemimpin bersenjata tertinggi, bahawa aku akan sentiasa bersedia untuk berkorban dengan nyawaku pada bila-bila waktu demi pemimpin ku"

3. Hitler telah enggan meminum beer (arak) pada ketika beliau gementar semasa keadaan German yang agak goyah dan bermasalah. Ketika itu para doktor mencadangkan beliau minum beer sebagai ubat dan beliau enggan, sambil mangatakan " Bagaimana anda ingin suruh seseorang itu minum arak untuk tujuan perubatan sedangkan beliau tidak pernah seumur hidupnya menyentuh arak?"

Ya, Hitler tidak pernah menjamah arak sepanjang hayat beliau...minuman kebiasaan beliau ialah teh menggunakan uncang khas...

Bukanlah tujuan penulisan ini untuk membela apa yang dilakukan oleh Hitler, tetapi ianya bertujuan untuk menyingkap apa yang disembunyikan oleh pihak Barat. Semoga kita semua beroleh manfaat.

Read More..

Sunday, October 23, 2011

Antara fakta saintis barat dan fakta Al-Quran


Fakta Saintis Barat

1. Jarak diantara Nabi Adam dan kita cuma diantara 10000-20000 tahun dan fossil manusia perempuan tertua dijumpai berusia 4.4 juta di Ethiopia.
2. Manusia dahulu hidup bercawat, tidak tahu memasak, bertani dan tinggal didalam gua (tidak bertamaddun).
3. Manusia dahulu tidak mempunyai bahasa dan berpakaian tidak sempurna.
4. Manusia berevolusi melalui pelbagai zamanà ais/batu

Fakta Al-Quran-1

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi”. Mereka bertanya (tentang hikmat ketetapan Tuhan itu dengan berkata): “Adakah Engkau (Ya Tuhan kami) hendak menjadikan di bumi itu orang yang akan membuat bencana dan menumpahkan darah (berbunuh-bunuhan), padahal kami sentiasa bertasbih dengan memujiMu dan mensucikanMu?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui akan apa yang kamu tidak mengetahuinya”. Dan Ia telah mengajarkan Nabi Adam, akan segala nama benda-benda dan gunanya, kemudian ditunjukkannya kepada malaikat lalu Ia berfirman: “Terangkanlah kepadaKu nama benda-benda ini semuanya, jika kamu golongan yang benar”. Malaikat itu menjawab: “Maha Suci Engkau (Ya Allah)! Kami tidak mempunyai pengetahuan selain dari apa yang Engkau ajarkan kepada kami sesungguhnya Engkau jualah Yang Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana”.
Allah berfirman: “Wahai Adam! Terangkanlah nama benda-benda ini semua kepada mereka”. Maka setelah Nabi Adam menerangkan nama benda-benda itu kepada mereka, Allah berfirman: “Bukankah Aku telah katakan kepada kamu, bahawasanya Aku mengetahui segala rahsia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?”. Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada malaikat: “Tunduklah (beri hormat) kepada Nabi Adam”. Lalu mereka sekaliannya tunduk memberi hormat melainkan Iblis; ia enggan dan takbur, dan menjadilah ia dari golongan yang kafir.

(Al-Baqarah- Ayat 30-34)

BERDASAR AYAT DIATAS BODOHKAH MANUSIA PERTAMA YG BERNAMA ADAM ITU. KEPANDAIAN BELIAU TENTANG BUMI MELEBIHI MALAIKAT DIATAS KUNIAAN ILMU ALLAH.

Fakta Al-Quran-Kisah Habil dan Qabil.

Siti Hawa melahirkan kembar dua pasang. Pertama lahirlah pasangan Qabil dan adik perempuannya yang diberi nama “Iqlima”, kemudian menyusul pasangan kembar kedua Habil dan adik perempuannya yang diberi nama “Lubuda”. Kerana Qabil tetap berkeras kepala tidak mahu menerima keputusan ayahnya dan meminta supaya dikahwinkan dengan adik kembarnya sendiri Iqlima maka Nabi Adam seraya menghindari penggunaan kekerasan atau paksaan yang dapat menimbulkan perpecahan di antara saudara serta mengganggu suasana damai yang meliputi keluarga beliau secara bijaksana mengusulkan agar menyerahkan masalah perjodohan itu kepada Tuhan untuk menentukannya. Caranya ialah bahawa masing- masing dari Qabil dan Habil harus menyerahkan korban kepada Tuhan dengan catatan bahawa barang siapa di antara kedua saudara itu diterima korbannya ialah yang berhak menentukan pilihan jodohnya.

Qabil dan Habil menerima baik jalan penyelesaian yang ditawarkan oleh ayahnya. Habil keluar dan kembali membawa peliharaannya sedangkan Qabil datang dengan sekarung gandum yang dipilih dari hasil cucuk tanamnya yang rosak dan busuk kemudian diletakkan kedua korban itu kambing Habil dan gandum Qabil di atas sebuah bukit lalu pergilah keduanya menyaksikan dari jauh apa yang akan terjadi atas dua jenis korban itu.

BERDASAR KISAH DIATAS MASIH BODOHKAH MANUSIA GENERASI KEDUA SEHINGGA MEREKA MAMPU MENTERNAK HAIWAN DAN TERLIBAT DIDALAM BIDANG PERTANIAN GANDUM? BUKANKAH ITU HASIL DIDIKKAN ILMU DARI MANUSIA PERTAMA YAKNI NABI ADAM A.S YG JUGA MENDAPAT ILMU DARI ALLAH S.W.T JUGA.

Fakta Hadith Hadis al-Bukhari yang berbunyi : Abu Dzar telah meriwayatkan: saya telah bertanya kepada Rasulullah SAW: “Apakah masjid yang pertama dibina di atas muka bumi ini?, Rasulullah SAW menjawab: “Masjid al-Haram”, saya bertanya lagi: “kemudiannya…?”, balas Rasulullah SAW: “Masjid al-Aqsa”. Saya bertanya lagi: “Berapakah jarak di antara keduanya (tempoh dibina kedua-duanya), balas Rasulullah SAW: “empat puluh tahun, di mana sahaja
kamu dapat bersolat pada keduanya, maka bersolatlah (di sana), di sana ada kelebihan (untuk mereka yang bersolat di kedua-dua masjid tersebut)”.Nabi Adam a.s adalah manusia pertama membina Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa didalam selang waktu 40tahun.

MASIH BODOHKAH MANUSIA PERTAMA ITU WALAUPUN DIDALAM ILMU PEMBINAAN.

Fakta Sejarah Islam Nabi Idris dianugerahi kepandaian dalam berbagai disiplin ilmu, kemahiran, serta kemampuan untuk mencipta alat-alat yang dapat mempermudahkan pekerjaan manusia, seperti pengenalan tulisan, matematik, ilmu astronomi.

SEDARKAH PEN, TULISAN, HURUF, ANGKA, DAN ILMU CAKRAWALA ITU ADALAH HASIL TAMADDUN MANUSIA DAHULU LAGI YG KAMU KATAKAN BERCAWAT ITU. MASIH BODOHKAH MANUSIA TERDAHULU ITU?

Sekarang terserah kepada anda sendiri. Fakta mana mahu dijadikan pegangan aqidah/iman. Jika kamu jadikan Saintis Barat kiblat kamu kerana kemampuan mereka menonjolkan teknologi untuk meyakinkan kamu terserahlah. Tapi bagiku, mukjizat AlQuran itu lebih hebat drpd segalanya. Hati hati dengan program National Geography yang terkadang menyesatkan.

Read More..

Jadikan ia bidadari ayah


Kebahagiaan akan disadari oleh manusia, ketika ia mulai pergi...

“Horee ayah beli mobil baru, hore ayah beli mobil baru, horee.....” teriak Dina, bocah kecil berusia lima tahun itu berjingkrak-jingkrak kegirangan, kemudian ia melompat-lompat dan berlarian mengitari sebuah mobil type baru berwarna silver mengkilap yg terparkir di carport depan rumah yg cukup luas itu. Sekali-kali ia memeluk mobil itu seperti memeluk boneka mainannya. Sementara sang istri duduk didepan kemudi mencoba menghidupkan dan mematikan mesin mobil itu sambil memperhatikan semua interior mobil dengan seksama, takut ada cacat sedikitpun barang yang ia terima, mumpung sang pengantar mobil masih ada disini, menyerahkan tanda terima barang plus semua asesories mobil kepadanya.
Ya, hari itu sang suami berhasil memenuhi keinginannya untuk memiliki mobil sendiri, memang bukan mobil mewah tapi cukup bergengsi untuk dimiliki oleh pasangan muda seperti dirinya, mobil sedan toyota Vios type G, seharga dua ratus jutaan rupiah.
Rani, sang istri merasa bahagia sekali, sebab keinginannya untuk pergi bekerja membawa mobil sendiri terkabulkan sementara sang suami hanya tersenyum kecut mengingat cicilan yang akan dibayarnya beberapa bulan kedepan.

Sebenarnya Hadi, sang suami enggan untuk membeli mobil itu pada tahun-tahun ini, mengingat kebutuhan dan penghasilannya masih belum cukup untuk menyicil mobil baru, belum lagi ia harus mencicil rumah baru yang cukup luas yang dibelinya dua tahun lalu. Tapi kecintaannya pada sang istri membuatnya mengambil keputusan itu, apapun resikonya. Ia memang sudah berjanji kepada istrinya tentang dua hal jika ingin menikahinya, rumah luas dan mobil dan janji itu sudah lunas ia tunaikan, meski ia harus menelan ludah dalam-dalam.
Hadi bersandar disamping pintu rumah, dari kejauhan matanya berbinar menatap kegembiraan anak dan istrinya, sesekali ia menarik nafas dan mendesah dalam-dalam, ia berusaha tersenyum saat istrinya melambai meminta komentar dirinya tentang mobil itu.
Senyum yang berat yg harus ia kulum, seberat janjinya kepada sang istri, seberat beban kehidupan rumahtangga yg ia tanggung sendiri.
Pikiran Hadi menerawang kembali ke masa silam, masa dimana ia bertemu dengan Rani, seorang gadis pujaan para mahasiswa kampusnya, yang ia sendiri tidak mengerti mengapa ia nekat memperistri sang primadona itu.
-oOo-

Perkenalan Rani dan Hadi terjadi ketika mereka sama-sama kuliah dijurusan dan fakultas yang sama di universitas terkenal di jakarta, keduanya pun melalui jalur masuk mahasiswa baru yang sama yakni PMDK. Rani yang pintar dan cantik menjadi idola di kampusnya dan Hadi termasuk salah satu penggemarnya, meski hanya dalam hati. Bagi Hadi, mengingat Rani pada masa lalu, seperti mengingat sejarah masa silam yg tak mungkin bisa kembali, Rani yg dulu dikenal selama masa kuliah ternyata telah banyak berubah apalagi setelah lulus kuliah dan bekerja pada bank swasta nasional. Dulu semasa kuliah Rani dikenal sebagai gadis bersahaja, tidak glamour dan tidak neko-neko. Ia supel dan mudah bergaul dengan siapa saja. Meski banyak pria yg jatuh cinta padanya, tapi tak satupun yang ia tanggapi, alasannya, ia tidak mau kisah cinta mengganggu kuliahnya, semua dianggap teman biasa saja. Sikap Rani yang acuh terhadap asmara memang dilatar belakangi oleh kehidupan keluarganya yg amat sederhana bahkan bisa dibilang miskin sama seperti latar belakang dirinya, untuk itu Rani berniat kepada dirinya sendiri untuk tetap fokus pada kuliah dan karir, agar ia bisa menaikan taraf hidup keluarganya, bagi Rani kemiskinan harus menghilang dari kamus hidupnya, apapun caranya itu. Karena sikap Rani yg cuek dan acuh itu, akhirnya banyak para pemuda yg mundur, hanya Hadi yg terus memantau, meski hanya dari jarak jauh.

Selepas kuliah dan telah mendapatkan pekerjaan tetap, Hadi memberanikan diri untuk mengkhitbah Rani, tapi Rani menolaknya, karena ia menginginkan cowok yg sudah mapan, bahkan tanpa tedeng aling-aling ia mengatakan bahwa calon suaminya harus sudah mempunyai rumah luas dan bermobil pula. Akhirnya ia hanya minta waktu kepada Rani untuk mewujudkan semua itu dalam waktu tiga tahun. Tetapi Rani tetap enggan, hingga akhirnya Rani memilih calon lain yg sudah mapan, yakni seorang pns pada departemen keuangan. Jadilah Hadi sedih bukan kepalang, ia hanya bisa meratapi nasibnya yg miskin dan papa. Cinta yg disimpannya disudut hati dan dirawatnya hingga mekar selama lima setengah tahun, kini layu bagai disiram air panas, menyisakan pedih dan perih, merontokkan mimpinya dan mengubur dalam-dalam angan dan khayalnya. Perjuangan mempertahankan rasa cinta harus berakhir sebelum ia sanggup menahan beban kekalahan, sebelum ia sanggup menahan kekecewaan bahwa rencananya tidak semulus yg ia inginkan. Angannya yg terlalu tinggi ingin menikahi gadis pujaan membawanya terbang kealam mimpi yg menyakitkan. Padahal, ia merasa yakin, kehidupan asmaranya akan diridhai tuhan, karena ia tidak pernah melakukan perbuatan melanggar batas pergaulan lawan jenis, boro-boro bersentuhan tangan, menatap wajah perempuan saja ia tdk sanggup, apalagi berpacaran layaknya anak muda jaman sekarang. Haram, itulah yg terpatri dalam hatinya.
Semenjak ditolak Rani, Hadi mulai memperbaiki ibadahnya, mungkin kemarin ia merasa Tuhan belum berkenan memberikan rezeki kepadanya karena ibadahnya belum maksimal dan keikhlasannya belum terbukti, selama ini ia beribadah agar Allah mengijinkan ia menikah dengan Rani, begitu selalu doa yg ia panjatkan dalam setiap kesempatan, tapi kini hatinya mulai sadar, keikhlasan dirinya mulai menggumpal. Ia tak lagi beribadah karena mengharapkan balasan, tapi semata-mata lilahi taala. Kini hatinya lebih tenang dan jiwanya lebih damai, ia pasrahkan jodohnya ke ilahi robbi, siapapun itu.

Dalam kepasrahan dan keikhlasan, Tuhan selalu mendengar doa hamba-hambanya, enam bulan setelah ia ditolak Rani, ternyata calon suaminya membatalkan pernikahan dengan Rani, tanpa alasan yg jelas, rumor yg ia dengar sang calon lebih memilih sekolah lagi diluar negeri atas biaya dinas dan dilarang menikah dahulu tanpa seijin atasannya. Perasaan Hadi bingung mendengar kabar itu, apakah harus sedih atau gembira. Yang jelas, mendengar kabar itu menggumpalkan kembali butiran-butiran semangatnya yg sempat hancur berkeping-keping, merajutkan kembali remah-remah asmaranya kepada sang pujaan hati.
Esoknya, ia kembali mendatangi kediaman Rani dan bertemu dengan orangtuanya untuk melamar Rani. Orangtua Rani yg merasa malu atas pembatalan nikah sebelumnya, langsung menyetujuinnya, sedang Rani, meskipun setuju, ia masih tetap dengan syaratnya itu, yakni rumah cukup luas dan mobil, meski akhirnya bisa ia sanggupi enam tahun kemudian setelah pernikahan mereka.

Kini dengan hadirnya mobil sedan di garasi rumah itu, semua syarat istrinya telah ia penuhi, hatinya sangat bahagia meski semua itu ia penuhi dengan tetesan keringat dan darah, dengan luka dan airmata, dengan tebal muka dan pinggang patah-patah. Bagaimana tidak, ia di deadline oleh istrinya harus mengumpulkan uang ratusan juta dalam waktu lima tahun untuk mewujudkan semua itu. Ia terpaksa bekerja bagai mesin, pagi sampai malam, belum lagi mencari tambahan pada hari libur. Kadang ia harus menebalkan muka untuk mencari hutangan untuk menutupi DP pembelian kedua asset itu yg nilainya pun tidak sedikit. Kadang harus bekerja sampai larutmalam mencari sambilan mengerjakan proyek kecil-kecilan. Pada tahun-tahun pertama ia tak perduli, tapi menginjak tahun keempat, ia mulai tidak kuat, semua energinya sudah terkuras habis, tapi hasil yg didapat belum seberapa. Nasib baik masih belum berpihak kepadanya. Disaat gundah gulana seperti itu, pada saat keheningan malam memeluk erat sang waktu, bersamaan dengan saat Hadi pulang bekerja, Hadi hanya bisa duduk mematung di teras rumah, tak tega membangunkan istrinya yg telah lelap tertidur bersama sang bocah. Sejumput kemudian ia melangkah menuju keran di pinggir carport dan mengambil wudhu untuk menghilangan kelelahan jiwa dan raganya, lalu ia sholat dua rakaat di teras rumah dan meneruskan dengan tangisan penuh harap kepada sang pencipta sampai ia tertidur di sajadahnya, begitu seterusnya yg ia lakukan setiap malam sampai azan subuh terdengar dan udara dingin menusuk-nusuk tulangnya, membangunkan dirinya yg terlelap di beranda rumah. Barulah kemudian ia membangunkan istrinya untuk menyiapkan sarapan pagi dan bersiap berangkat lagi, sang istri, hanya mengetahui bahwa suaminya pulang pagi karena sibuk mencari nafkah.
-oOo-

Demi cintanya pada sang istri, Hadi terpaksa bekerja siang malam tanpa henti, demi sebuah janji yg harus ditunaikan, ia relakan dirinya bersakit-sakitan, demi keutuhan keluarganya yang ia banggakan, terpaksa ia gadaikan separuh nafasnya demi kebahagiaan orang yg sangat dicintainya itu. Ia lakukan semuanya itu dengan ikhlas, demi sang bidadari pujaan hatinya.

Kehidupan mengalir mengikuti lekuk-lekuk sungai waktu, hanyut bersama cita-cita, mimpi dan angan-angan manusia. Dengan bermodalkan sebongkah harapan, bekal keimanan dan jala asa, mereka mengayuh bahtera rumah tangga menyelusuri sungai kehidupan itu, seraya berharap tiba ditujuan dengan selamat. Tapi takdir Tuhan jualah yg menentukan roda kehidupan mereka, tanpa seorang manusiapun yg sanggup mengetahuinya.
Karena bekerja terlalu keras, Hadi jatuh sakit, ia terserang lever akut, dan terpaksa dilarikan kerumah sakit. Dokter yang merawatnya hanya menyarankan agar ia mengikhlaskan semuanya, supaya penyakitnya tidak bertambah parah, ia paham apa maksud pernyataan dokter, sebab dokter tidak akan membohongi pasiennya yg tidak sanggup ia tangani.
Dalam lirih suara, hadi memanggil istrinya, yg tampak begitu terpukul akan kondisi hadi, ia hanya bisa menangis sesenggukan. "Rani sayangku" panggilnya,"ya sayang aku disini disampingmu.." jawab Rani, "dari hati yg paling dalam aku sangat mencintai kamu, aku sangat menyayangi kamu",Hadi berbisik lemah, "ya sayangku aku tahu itu, cintamu padaku tak pernah aku ragukan" Hibur Rani, "izinkan aku bicara sebentar saja, aku khawatir jika aku menundanya aku tak bisa lagi berbicara denganmu" Hadi berkata dengan perkataan yg membuat tubuh Rani semakin tak berdaya, ia hampir kehilangan keseimbangan, tapi berusaha untuk mendengar lantunan suara suaminya yg semakin lirih, "Sayangku Rani, sejak pertama kali kita berjumpa, aku sudah menyisakan ruang kosong disudut hatiku untuk dirimu, aku jaga jangan sampai ia terisi oleh yg lain, dan aku simpan rapat-rapat sampai aku yakin bahwa aku siap untuk melamar dirimu. Keyakinanku atas dirimu begitu kuat, kesabaranku menantimu begitu dalam, meski ditengah jalan aku sempat terluka karena rupanya aku hanya bertepuk sebelah tangan". Hadi berhenti sejenak, ia memperhatikan kelopak mata istrinya yg makin penuh dengan airmata, airmata penyesalan karena pernah menolak manusia yg begitu sabar dan telaten menyayanginya. Hadi meneruskan ucapannya "Tapi sayangku, ternyata Tuhan sangat sayang kepadaku, ia mengembalikanmu kepadaku diriku lagi, bahkan menjadikan dirimu belahan jiwaku hingga engkau bisa menemaniku disini, disaat-terakhirku ini, sayangku, hanya satu permintaanku, aku ingin engkau menjadi bidadariku di dunia dan akhirat, meski aku tahu, setelah kepergianku, engkau bebas memilih kembali pangeranmu, memilih orang yg akan mendampingimu meneruskan sisa-sisa hidupmu. Sayangku, tapi aku sudah sangat puas atas nikmat yg allah berikan kepadaku selama ini, selama aku menjadi suamimu. Memilikimu merupakan anugerah terbesar dalam hidupku, maka demi menghargai anugrah itu akupun melakukan apapun demi kebahagiaanmu. Jika Tuhan berkehendak lain, percayalah itu sudah menjadi takdir antara kita dan aku tak pernah menyesal menikahimu. Sayangku ketika lidah ini masih bisa berucap, maka aku berucap kepadamu, maafkanlah atas kesalahanku selama ini, maafkan aku yg memaksamu menjadi belahan jiwaku, meski aku takbisa memenuhi harapan-harapanmu. Jangan kau sesali pernikahan kita, sebab aku bangga dengan apa yg telah kita lakukan bersama, jaga dan rawatlah baik-baik anak kita, sampaikan salam kepadanya bahwa ayah hanya pergi sebentar, menunggu kalian dipintu surgaNya nanti.
Rani tak kuasa mendengar kelanjutan lirihan suara suaminya, rasa bersalah menusuk hatinya dalam-dalam, ia terlalu egois, ia terlalu naif, memaksakan beban kehidupan dirinya ditanggung suaminya sendiri, ia yang trauma terhadap kemiskinan, memaksakan kompensasinya ke orang yg begitu baik kepadanya, yang begitu sayang kepadanya, ia begitu otoriter. Sebelum habis Hadi bicara, Rani sudah tak ingat apa-apa lagi, rasa sesal yg dalam ditambah rasa takut kehilangan membuat syaraf kesadarannya terlepas perlahan, ia pingsan disamping tubuh suaminya, yang makin lama suaranya makin tak terdengar, hanya suara maafkan aku sayang, maafkan aku..., maafkan aku sayang... yang muncul bergantian dengan kalimat tasbih, tahlil dan tahmid. Terus berucap hingga hembusan nafas berhenti, dan jantung tak lagi berdetak. Hanya airmata terlihat mengalir dari kelopak mata sang suami, meski bibir tersenyum puas karena sudah memberikan yg terbaik untuk orang yang paling disayanginya.

Hampir dua jam Rani pingsan disisi suaminya, yg kini telah menjadi jenazah. Saat ia terbangun, Rani belum menyadari, ia terus menangis seraya memohon maaf kepada suaminya atas sikapnya selama ini, sampai kedatangan dokter yg menyadarkan Rani bahwa suaminya telah pergi untuk selama-lamanya.

Nasi telah menjadi bubur, tetapi pintu maaf dari sang pencipta masih terbuka lebar. Rani yg telah menyadari bahwa kebahagiaan bukan hanya kekayaan, dan kemiskinan bukanlah suatu aib, kini perlahan mulai meluruskan jalan hidupnya, dan ia bertekad akan merawat anak sematawayangnya sendiri.

Empat puluh tahun kemudian di sebuah pusara yg masih basah, seorang wanita berjilbab masih tercenung dihadapan makam ibunya, perempuan itu, Dina, masih mendoakan ibu dan ayahnya agar dipertemukan kembali di syurga. Ia adalah harapan orangtuanya yg tersisa, yang melempangkan jalan pertemuan mereka kembali sebagai pasangan abadi, doa dari anak yang saleh yang menjadi pelipur lara kedua orang tuanya. "Ya allah ya rabbi, ampuni kedua orang tua kami, dan kabulkan permintaan ibu yg sering ia ceritakan kepadaku, melanjutkan mendampingi ayah kami di syurgaMu, dan jadikanlah ia bidadari ayahku, amin"
Read More..

Apakah Kamu Ridha Kepada Ku?


Malam kian larut, diluar sana hujan gerimis masih membasahi bumi, semilir angin meniup lembut memasuki lorong-lorong jendela, udara yang sejuk memanjakan para insan melelapkan tidur-tidur mereka. Dinginnya malam mampu membuat tulang rusuk menggigil meskipun tanpa pendingin ruangan sekalipun. Tetapi suhu yang dingin itu tidak mampu membuat mata Rina terpejam, ia masih duduk dipinggiran tempat tidur, disamping suaminya yang sedari tadi telah lama mendengkur.
Malam itu, Rina sulit sekali terpejam, ia merasa bersalah kepada suaminya, karena meminta sesuatu diluar kesanggupan suaminya yang berpenghasilan pas-pasan, tapi karena sindiran para tetangga, akhirnya ia beranikan diri mengutarakan keinginannya dihadapan suaminya, meski ia tahu, suaminya tidak akan mampu mewujudkannya saat ini.


Pikirannya menerawang kembali pada kejadian beberapa hari lalu, siang itu, ia bertemu dengan orangtua wali murid teman sekolah anaknya. Temannya itu mengundang dirinya untuk hadir pada acara syukuran menempati rumah baru, ya rumah baru yg menjadi impian tiap pasangan yg telah menikah. Mendengar undangan itu hatinya tertegun, ia yg sudah menikah hampir limabelas tahun masih menumpang di rumah orangtuanya, bukan tanpa alasan tapi karena ia dan suaminya memang belum mampu mewujudkannya. Setiap kali ada teman lama yg menanyakan kabarnya pastilah pertanyaannya selalu membuat hatinya gundah, "tinggal dimana sekarang jeng", ia hanya bisa menjawab "masih ditempat yg lama" , begitulah seterusnya. Padahal ingin sekali ia menjawab, "Sekarang kami tinggal di perumahan A atau di kompleks B" tapi tidak bisa dan tidak tahu kapan ia bisa menjawab seperti itu. Belum lagi sindiran tetangga yg selalu menyakitkan hatinya, betapa tidak, ia bersama suaminya masih tinggal dirumah orangtuanya, padahal kedua adiknya sudah pergi dibawa suaminya tinggal dirumah masing-masing. Memang dirinya tidak persis tinggal dirumah orangtua, tetapi di bekas garasi dan kamar yg dibuat menjadi rumah petakan dan dibatasi dengan tembok dan sedikit pagar untuk menunjukan bahwa rumah itu terpisah tapi tetap saja dalam lingkup halaman yg sama dan satu atap pula. Padahal pernah ia mendengar rumor dari neneknya almarhum bahwa malaikat mengirim rezeki kepada manusia satu atap-satu atap, bukan satu keluarga-satu keluarga dan rumor inilah yg selalu menggayuti benaknya senantiasa. Apa mungkin rezekinya seret karena masih tinggal satu atap dengan orangtua hingga ia sulit untuk memiliki rumah sendiri. Kadang ketika ia sedang kalut ia sangat mempercayai rumor itu, tapi ketika ia sadar bahwa rezeki allah yg mengatur ia pun hanya bisa menghela nafas dan istighfar dalam-dalam.

Sore itu ia membulatkan tekad untuk meminta haknya kepada suaminya, ia tak lagi menunggu suaminya berganti pakaian sepulang mengajar di sebuah sekolah swasta. Ketika suaminya tiba langsung ia berondong dengan pertanyaan dan komplain tentang kehidupan rumahtangganya yg dirasakan belum layak, ia tanpa tedeng aling-aling mengatakan bahwa ia iri dengan kedua adiknya, ia juga membandingkan penghasilan suaminya dengan penghasilan suami adiknya, kehidupan materi dirinya dan kehidupan materi adiknya. Sang suami yang kaget karena tidak siap dengan pertanyaan bertubi-tubi hanya diam membisu, hanya sudut matanya terlihat bening membulat yg makin lama makin membesar. Jujur dalam hati sang suami memang ia belum mampu memberikan kehidupan yg layak seperti yg diminta istrinya, ia pasrahkan sang istri mengeluarkan emosi dan amarahnya tanpa membantah satu patah kata pun. Ia hanya bisa menunduk tak mampu menahan tajam mata istrinya, ia sadar bahwa itu memang tanggungjawabnya memberikan nafkah, sandang serta papan merupakan tugas dirinya tapi apa mau dikata, ia belum bisa mewujudkan semua itu. Di helanya nafas dalam-dalam, kemudian ia hembuskan lagi secara perlahan. Perlahan buliran-buliran di ekormatanya mulai menggumpal, ia menangis bukan karena meratapi nasibnya, tapi karena sedih melihat istrinya menderita karena ketidakberdayaannya. Betapa tidak, ia sangat mencintai istrinya yg dinikahinya limabelas tahun lalu, dan selama itu istrinya tetap sabar atas kekurangan dirinya, tetap tersenyum meski lapar dan dahaga kerap menerpa keluarga mereka. Kadang ia malu ketika ibu mertuanya membawa lauk pauk untuk dirinya, istrinya dan anak-anaknya. Semasa ayah mertuanya masih hidup, ia masih bisa menahan malu, karena ayah mertuanya mempunyai penghasilan dari pensiunan tentara, dengan uang pensiun itu sang kakek kerap mengajak cucunya pergi jalan-jalan ke minimarket di ujungjalan dan pulang dengan membawa sekantong makanan kesukaan anaknya. Tapi kini, sang ibu mertua hanya mengandalkan sisa pensiun almarhum suaminya dan ia tidak tega jika ibu mertuanya itu memberi makanan kepada keluarganya.
Ia menangis karena tidak tega melihat istrinya menderita secara batin akibat sindiran para tetangga yg kerap datang menyinggungnya. Ia merasa bersalah tak mampu memberikan kebahagiaan yg sudah patut diterima istrinya. Kekuatan cinta istrinya kepada dirinya selama bertahun-tahun itulah yg membuat hatinya semakin miris, betapa begitu tega dirinya membiarkan sang istri menderita, padahal pengorbanan yg telah dilakukan kepadanya sangat begitu besar. Dulu ketika ia hendak melamar istrinya, sebenarnya ada pemuda kaya yg akan melamar istrinya, tapi sang istri menolak. Istrinya memilih dirinya karena pemahaman agamanya lebih bagus dari pada pemahaman agama pemuda kaya itu. Dan itulah yang membuat istrinya bangga menikah dengannya, karena ia yakin cinta dan kesalehan akan membawa kepada kebahagiaan abadi.
Mengingat hal itu hati sang suami bagai diiris-iris sembilu, ia yg dibanggakan istrinya ternyata tidak mampu membahagiakan balik istrinya. Ia hanya bisa berharap kepada rabb pencipta semesta, untuk memberikan kekuatan kepada dirinya dan diri istrinya untuk tetap tegar menghadapi kehidupan ini. Tapi sebagai manusia, kesabaran menjadi terbatas ketika waktu yg berlalu ternyata melewati batas toleransi. Apalagi ditambah hasutan syetan yg senantiasa memanas-manasi keadaan. Ketika orang lain bisa, mengapa dirinya tidak bisa, itulah perkataan terakhir Rina kepada suaminya saat sebelum meninggalkan dirinya dan pergi masuk kamar untuk menangis tersedu-sedu. Tinggal sang suami duduk lesu tak mengerti harus berkata apa, dalam rasa bersalah yg mendalam, dalam rasa iba kepada istrinya yg merasuk kedalam buluh-buluh nadi lalu mencengkrap kuat ototjantungnya. Saat itu kehidupan dirasakannya seperti berhenti berdetak, sementara azan maghrib sayup-sayup mengalun, mengabarkan dunia akan waktu sholat telah tiba.

-o0o-

Malam pun kian larut, Rina masih memandang wajah lelah suaminya yg telah bekerja seharian, ia tahu suaminya pasti belum makan karena marahnya sore tadi. Sang suami pasti enggan meminta disediakan makan malam untuknya melihat ia dalan keadaan marah seperti itu. Setelah sholat isya, sang suami lebih memilih tidur untuk menenangkan fikiran. Ia tidak perduli perutnya bergejolak karena lapar. Dalam keheningan, Rina memandangi guratan-guratan diwajah suaminya, guratan yg membuat wajahnya terlihat lebih tua dari usia seharusnya. Rina merasa bersalah, mengapa ia menyakiti suami yg tidak pernah menyakiti dirinya sedikitpun selama perkawinan mereka. Ia seakan lupa bahwa dulu ia memilih suaminya bukan karena hartanya, tapi karena kekayaan hati suaminya. Dan ia sangat bahagia akan hal itu. Tapi kini mengapa ia harus menggugat, meskipun gugatannya itu adalah gugatan wajar, ketika seorang istri menuntut hak kepada suaminya untuk mendapatkan tempat tinggal yg layak. Tapi bagi dirinya, hal itu sudah mencederai janji tulus kepada suaminya. Ia yang selama ini tetap tegar dan sabar ternyata bisa lepas kendali hanya karena sindiran tetangganya. Seorang suami yg paling baik, yg tidak pernah memarahinya, yg tidak pernah menuntutnya, yg tidak pernah menyakitinya seujung kukupun kini terluka oleh lidahnya. Ia yg sangat sabar dan telaten, penyayang dan santun, yg selalu mengajarkan tentang kebaikan dan keutamaan wanita solehah kepada dirinya kini harus tersudut oleh ucapan kerasnya. Rina begitu sangat menyesal sekali. Dipandangnya wajah lelap suaminya berkali-kali, diusapnya keringat yg mengalir dikening suaminya. Melihat pemandangan yg menyentuh pada raut muka suaminya,membuat mata Rina berkaca-kaca, nafasnyapun mulai sesenggukan, perlahan airmatanya menetes, butiran demi butiran mengalir dan jatuh menimpa kelopak mata sang suami. Sang suami kaget, ia terbangun dan perlahan membuka matanya lantas berkata. "Ada apa sayang, mengapa engkau bangunkan aku dengan airmatamu, biasanya engkau membangunkan aku dengan kecupan didahiku". Bukannya menjawab, tangisan Rina malah semakin pecah, ia menangis tersedu-sedu dibahu suaminya. Suaminya yg merasa tidak enak karena merasa Rina belum puas atas amarahnya tadi sore kini memberanikan diri untuk berkata. "Istriku sayang, kali ini aku mohon maaf kepadamu lagi, dan aku tidak tahu, sudah berapa kali aku meminta maaf kepadamu atas kelemahan diriku ini, akupun sudah malu karena seringnya aku meminta maaf kepadamu, jika engkau tidak puas kepadaku. Aku pasrahkab diriku atas keputusan yg engkau berikan, apapun keputusanmu itu." Sayangku, izinkan aku membela diri atas kelemahanku sebelum engkau memvonis aku, izinkan aku berbicara tentang hakikat rezeki sebelum engkau pergi dari ku, izinkan aku bicara atas nama cinta dan kasih sayang keluarga kita. Sayangku, aku tahu engkau menikahiku bukan karena melihat latarbelakang diriku yg papa, engkau memilih aku atas dasar keimanan yg aku punya, dan memang hanya itu harta yg aku punya ketika aku melamarmu. Itupula yang membuat aku bangga kepadamu melebihi kebanggaan apapun didunia ini. Aku tahu sebagai istri, kamu ingin seperti adik-adikmu atau seperti wanita lain, memiliki rumah sendiri meskipun kecil, memiliki "rumahku syurgaku" seperti idaman para remaja putri ketika hendak menikah. Memiliki taman kecil dihalaman depan, atau kolam ikan dihalaman belakang, memiliki hiasan kaligrapi diruang tamu, atau pancuran shower dikamar mandi. Bisa berksperimen membuat kue untuk anak-anak kita didapur yg mungil, atau sekedar berteduh di gazebo kecil di depan rumah. Semua itu adalah wajar bagi seorang istri. Semua itu adalah kesempurnaan dalam hidup dan kesenangan dalam rumah tangga. Tapi istriku, aku ingin engkau melihatnya dari sisi lain. Ketika adik-adikmu mempunyai kebahagiaan dan kebanggaan karena memiliki rumah sendiri, kamu pun memiliki kebanggaan dan kebahagiaan juga, karena Tuhan menakdirkan kita masih tetap disini, disamping orangtua kita saat mereka memasuki usia senja, ketika orang lain sulit untuk berbakti kepada orangtua, kita justru menerima anugerah itu, bakti kita kepada mereka, merawatnya ketika sakit, menemaninya ketika sepi, menghiburnya ketika sedih dan membantunya dalam segenap aktifitas sehingga ia bisa melewati masa tuanya dengan tenang tanpa beban bukankah menjadi rezeki tersendiri bagi kita, rezeki berupa pahala yang akan diberikan allah kelak karena bakti kita kepada orangtua. Mungkin dari sisi materi, orangtua lebih bangga kepada adik-adikmu, tetapi dari sisi pengabdian dan kasih sayang kepada orangtua, justru kamulah yg dibanggakannya, berapa kali ibu memujimu dihadapanku karena ketelatenanmu merawatnya. Bukankah itu rezeki yg luarbiasa istriku? Ketika adikmu memiliki dua kebahagiaan yakni kebahagiaan karena memiliki rumah sendiri dan kebahagiaan karena kehidupan yang layak, kamupun memiliki dua kebahagiaan pula, kebahagiaan yg belum tentu dimiliki oleh seorang istri sekaligus, yakni kebahagiaan karena keridhaan orangtua atas baktimu, dan kebahagiaan karena ridha suamimu atas pengorbanan dan kesetiaanmu. Bukankah dua keridhaan itu yg bisa mengangkat derajatmu menuju syurgaNYA".
Rina tak bisa bicara, mulutnya tercekat, betapa suaminya telah berhasil merobohkan tiang kebodohannya, ia telah berhasil membukakan mata batinnya, keluguannya memahami kebahagiaan seolah lenyap, digantikan pencerahan akan kebahagiaan sesungguhnya. Dalam bisik ia bertanya kepada suaminya, "apakah kau ridha kepadaku sayang?" Sang suami pun tersenyum sambil berkata "Ya, aku ridha kepadamu, atas semua bakti yg kamu lakukan selama ini dan aku pun berharap, engkaupun ridha kepadaku" kuharap dengan dua keridhaan yang kau miliki, engkau berdoa kepada Allah untuk memuluskan langkah kita kedepan, mengabulkan semua impian kita dan meneguhkan langkah-langkah kaki kita agar kuat menahan godaan". Rina pun bergumam "amin" seraya berbisik hangat ia berkata" maafkan aku sayang, akupun ridha kepadamu..."

Angin sepoi sejuk bertiup perlahan, memasuki sela-sela pintu dan jendela. Udara dingin yg mengkristal tak mampu membekukan dua hati manusia yang saling mencintai karena Allah, kehangatan yg hadir dari para hati yg saling ridha mendamaikan kehidupan dikamar yg sempit itu, tetapi sempitnya kamar tidak membuat hati mereka ikut sempit, dengan ridha di hati justru meluaskan dan melapangkan kebahagiaan mereka, seluas samudera yang tak bertepi...

Pagi hari, 08 mei 2010
Read More..