Thursday, June 25, 2009

Blog, Blogger dan New Wave Marketing



Apa itu "new wave marketing" dan apa hubungannya dengan blog dan blogger?

Saya bukan pakar pemasaran.

Saya bukan Pak Hermawan Kartajaya, sang "guru" pemasaran Indonesia yang menulis 100 artikel soal new wave marketing di koran Kompas. Saya, tentu saja, juga tidak mungkin bisa menjelaskan tema besar ini dengan gamblang atau serenyah Pak Hermawan.

Saya sekedar blogger. Sebagai blogger, saya cuma melihat ada selisik celah peluang bagi para blogger dalam diskusi soal gelombang baru pemasaran ini.

Ya, hemat saya, sebagai blogger nampaknya kita bakalan punya daya tawar menawar cukup tinggi di era new wave marketing.

Kenapa?

Karena blog dan blogger, bersama forum online, message boards, wiki, podcast, picture-sharing, vlogs, instant messaging, music-sharing, social bookmarking dan crowdsourcing, nantinya akan menjadi ujung tombak era new wave marketing.

Sebenarnya apa sih new wave marketing? ...


Secara sederhana, new wave marketing adalah sebuah kecenderungan terkini di dunia pemasaran dimana pemasar kini tidak bisa lagi menjadikan konsumen sebagai semata “obyek penderita”, melalui serbuan iklan TV, radio dan koran dengan arah "one-way" dan bersifat "one-to-many". Lahirnya media baru seperti blog, forum online, message boards, wiki, podcast, picture-sharing, vlogs, instant messaging, music-sharing, social bookmarking dan crowdsourcing kini memungkinkan konsumen untuk berinteraksi secara secara intens, membentuk komunitas, mengekspresikan aspirasi, bisa curhat dan berkeluh-kesah dengan leluasa. Berkat media-media baru inilah new wave marketing yang berarah two-way dan bersifat ”many-to-many” lahir.

Tahun depan, nyaris semua pelaku bisnis yang menyadari perubahan gaya pemasaran ini akan mati-matian menggunakan media-media baru, termasuk blog, dalam taktik strategi pemasaran mereka. Dengan kata lain, blog dan blogger punya peluang luar biasa besar untuk urun peran dalam gelombang pasang pemasaran baru ini.

Nah, sudah siapkah Anda sebagai blogger untuk menjadi tokoh utama dari sebuah episode sejarah yang bernama new wave marketing? Atau dengan ungkapan yang lebih lugas: "Sudah siapkah Anda menyongsong datangnya gelombang rezeki besar ini dengan blog Anda?"

Jika belum, tidak ada kata terlambat. Kenapa tidak memulai saat ini dan dari diri sendiri. Paling tidak masih ada waktu dua bulan untuk memulai sebelum kita menginjak tahun 2009. Jika belum punya blog, mulailah belajar membuat blog. Jika sudah punya blog, mulailah belajar meningkatkan kualitas blog Anda. Satu hal yang pasti (dan saya sangat meyakininya): tahun depan aktivitas blogging dan profesi blogger akan semakin dihargai.

Menjadi blogger, ringkasnya, adalah sebuah kehormatan. Bukan keterpaksaan. Apalagi aib. :)

Bagaimana menurut Anda? Sudah siap turut menikmati kue new wave marketing? :)

Just my two cents.
Read More..

Sunday, June 21, 2009

The 12 Cs of New Wave Marketing


ERA New Wave Marketing memang sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi. Perkembangan peradaban manusia berjalan seiring dengan perkembangan teknologi. Dalam berbagai literatur seperti dalam The 8th Habit: From Effectiveness to Greatness karya Stephen Covey, A Whole New Mind karya Daniel Pink, dan The Rise of the Creative Classkarya Richard Florida, bisa disimpulkan bahwa sebenarnya ada lima tahap perkembangan peradaban manusia.

Awalnya, untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, manusia berperan sebagai pemburu binatang atau pengumpul tumbuh-tumbuhan. Karena itu mereka hidup berpindah-pindah alias nomaden, tergantung ada di mana hewan buruannya itu atau di mana tumbuh-tumbuhan yang bisa dimakan. Di tahap ini manusia hanya mengenal teknologi yang sangat primitif seperti tombak, panah, pisau, dan sebagainya, yang dipakai untuk aktivitasnya tadi.

Kemudian, di tahap kedua, manusia mulai menetap dan bercocok tanam. Manusia sudah mengenal sistem pengairan dan cara membiakkan hewan ternak. Manusia sudah mampu mengolah lahan agar bisa subur untuk bercocok tanam. Pekerjaan manusia yang dominan di sini adalah bertani. Sampai pada masa inilah yang dikenal sebagai Era Agrikultural. Era agrikultural ini berlangsung kira-kira sampai pertengahan abad ke-19.


Di tahap ketiga perkembangan peradabannya, mulai tumbuh berbagai industri dengan mesin-mesinnya. Revolusi industri yang dipelopori oleh penemuan mesin uap oleh James Watt pada pertengahan abad ke-18 menandai hal ini. Pada Era Industrial inilah orang mulai banyak yang bekerja di pabrik. Orang juga mulai sering bepergian jauh setelah dibangunnya kapal yang modern dan juga diciptakannya pesawat udara. Era Industrial ini berlangsung kira-kira sejak pertengahan abad ke-18 sampai pertengahan abad ke-20.

Kemudian di tahap selanjutnya, mulai tumbuh adanya kebutuhan yang berbasis jasa (service-based) dan pengetahuan (knowledge-based). Karena itulah muncul berbagai bidang pekerjaan yang berhubungan dengan hal tersebut. Di bidang jasa tumbuh sektor perbankan untuk mendukung industri manufaktur dan juga bisnis penginapan/hotel untuk memenuhi kebutuhan orang yang mulai sering bepergian.

Setelah itu, pada dasawarsa 1980-an, bidang teknologi informasi mulai berkembang pesat yang ditandai dengan kehadiran personal computer (PC). Kehadiran PC ini membuat pengetahuan berkembang dengan sangat pesat karena PC memudahkan orang untuk mengakses informasi. Perkembangan peradaban manusia yang ditandai oleh lahirnya sektor jasa dan teknologi informasi inilah yang disebut sebagai Era Informasi, yang berlangsung dari pertengahan abad ke-20 sampai awal abad ke-21.

Dan saat ini, manusia mulai memasuki tahap perkembangan peradaban yang kelima, yaitu sebagai pekerja kreatif (creative worker). Akumulasi pengetahuan (reservoir of knowledge) yang sebelumnya sudah didapat pada Era Informasi menjadikan orang mampu melahirkan kebijakan (wisdom) untuk menciptakan berbagai hal yang jauh lebih kreatif. Era inilah yang merupakan eranya New Wave.

Jika sebelumnya kehadiran teknologi mendorong produktivitas (technology driving productivity), maka pada era New Wave ini teknologi yang ada mendorong lahirnya kreativitas (technology driving creativity). Perbedaannya dengan pada Era Informasi, teknologi pada Era New Wave mendorong tumbuhnya partisipasi. Semakin banyak orang yang bisa ter-connect satu sama lain untuk berpartisipasi, untuk belajar, dan untuk menciptakan sesuatu.

Seperti yang dikatakan Scott McNealy, Chairman Sun Microsystems, di Era Informasi alias Era Legacy Marketing, yang akan menguasai pasar adalah mereka yang mampu mengendalikan proses penciptaan dan pendistribusian informasi. Sementara di Era Partisipasi alias Era New Wave Marketing, yang penting adalah akses. Akses ini memungkinkan terciptanya value secara bersama melalui jaringan orang yang saling berbagi, berinteraksi, dan menyelesaikan masalah.

Karena itulah, elemen-elemen marketing yang selama ini kita kenal dalam Legacy Marketing juga harus mengalami penyesuaian. Sekadar mengingatkan, dalam Legacy Marketing dikenal Sembilan Elemen Marketing yang terdiri dari Segmentation, Targeting, Positioning, Differentiation, Marketing-Mix (Product, Price, Place, Promotion), Selling, Brand, Service, dan Process.

Nah, dalam New Wave Marketing, elemen-elemen tersebut menjadi apa yang saya sebut sebagai “The 12 Cs of New Wave Marketing”. Kedua belas C ini adalah Communitization, Confirming, Clarifying, Coding, Crowd-Combo (Co-Creation, Currency, Communal Activation, Conversation), Commercialization, Character, Caring, dan Collaboration.(Hermawan Kartajaya )




Read More..

Monday, June 8, 2009

Kerja Adalah Ibadah (Are You Sure?)


Sibuk Mas, kerja. Lagian kerja kan juga ibadah!” katanya ketika kuajak ikut pengajian. Aku maklum, dan mengatakan semoga lain kali dia ada waktu.

Kerja adalah ibadah merupakan kalimat yang sering kudengar, dan kuamini alias kusetujui. Kerja adalah perwujudan konkret dari rasa syukur seorang hamba terhadap potensi amaliah yang dia miliki. Jadi kalau ada seseorang yang semangat bekerja, mencari nafkah halal untuk keluarga, tentu perlu diacungi jempol.

”Maka apabila telah dilaksanakan shalat, bertebaranlah kam di muka bum; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”. (Q.S. Al-Jumu’ah (62): 10)

Diriwayatkan dari Al Miqdam ra. : Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, “tidak ada makanan yang lebih baik bagi seseorang kecuali makanan yang ia peroleh dari uang hasil keringatnya sendiri. Nabi Allah, Daud as. , makan dari hasil kerjanya sendiri”..

Aku jadi teringat masa-masa seusai lulus kuliah dahulu. Bekerja sebagai profesional IT, membuatku bangga dan bersyukur, karena mampu mengamalkan ilmu yang kumiliki. Ini juga sekaligus wujud bakti kepada orang tua yang sudah susah payah menguliahkanku, selain perwujudan tanggung jawab terhadap anak dan istri. Pagi, ketika matahari baru saja menggeliat muncul di timur, aku sudah berangkat. Malam hari, ketika matahari telah lama terbenam, aku baru pulang. Semangat pembuktian diri begitu menggebu-gebu. Pembuktian bahwa ilmu yang kumiliki tidaklah sia-sia, bahwa diriku adalah orang yang berguna bagi orang lain. Dan bukankah ada janji pahala ibadah bagi orang yang berpayah-payah mencari nafkah? Lengkaplah sudah.

Namun benarkah semua seindah kelihatannya?

Meski ini adalah kejadian bertahun-tahun yang lalu, namun masih segar dalam ingatanku, ketika aku lebih sering tidak sholat shubuh di Masjid karena kesiangan. Pulang kerja sudah larut malam. Sangat letih. Letih secara fisik, letih pula pikiran karena berbagai urusan kantor. Jangankan untuk bangun malam untuk qiyamul Lail, bangun tatkala adzan shubuh berkumandang pun sudah merupakan prestasi. Tapi dalih masih bisa dicari. Toh aku lelah bekerja untuk mencari nafkah? Bukankah mencari nafkah adalah ibadah?

Sholat-sholat lain pun tidak bisa di awal waktu. Jangankan sunnah dhuha, untuk bisa berjamaah on time di Masjid kantor pun seringkali tak bisa kulakukan. Pekerjaan yang kubanggakan menjadi prioritas utama. Sholat masih bisa belakangan, dengan alasan pekerjaan yang kulakukan berkaitan dengan kepentingan orang banyak. Tentu Allah bisa maklum kan? Demikian pikirku secara keterlaluan.

Posisi dan gajiku memang melesat cepat. Namun jelas ada harga yang tak sebanding yang harus kubayar. Uang banyak ternyata tak mampu menenangkan hatiku. Pengajian-pengajian semakin jarang kuikuti, menambah parah ritme ibadah yang tidak karuan. Silaturahim semakin jarang. Pekerjaan ternyata telah menjadi Tuhan baru, menggantikan Allah Yang Maha Memberi rizki.

Bagaimana mungkin kita dapat berbahagia dengan kehidupan yang berfokus pada kerja, kantor, kerja, kantor dan seterusnya? Bagaimana kita bisa yakin kita berada di tempat yang benar, jika setiap tiba hari senin kita mengeluh, ”Yaah, sudah harus masuk kerja lagi.” Bagaimana kita bisa yakin telah mengerjakan sesuatu yang benar jika setiap kali jam pulang kita justru merasa lega?

Kicau burung yang riang gembira menyambut pagi tak berarti apa-apa bagiku yang harus memburu waktu. Tenggelamnya matahari senja, yang sebenarnya kunikmati dari pelataran musholla, tak pernah bisa kusaksikan. Bahkan tawa canda riang bersama anak-anak hanya seminggu sekali dapat kulalui. Itu pun diiringi dengan bayang-bayang keletihan. Allah seperti mengingatkanku bahwa aku telah terjerat dalam perangkap yang kubuat sendiri.

Akhirnya aku menyadari bahwa tidak semua orang boleh atau berhak mengatatakan bahwa kerja adalah ibadah. Bagaimana mungkin disebut ibadah, jika membuat kita semakin tidak mengenalNya dan mensyukuri segala anugerahNya? Bagaimana bisa bernilai ibadah, jika justru menghasilkan kegelisahan dan ketidakberkahan dalam hidup? Bagaimanalah kerja itu bisa dianggap ibadah jika justru saat-saat sholat fardhu kita hanya menggelar sajadah sekenanya, di sela-sela kaki kursi dan meja, karena tak bisa berpisah jauh dari komputer kerja kita? Kita tak mampu merasakan kehadiranNya bahkan saat kita tengah beribadah mahdhoh di hadapanNya!

Mungkin waktu itu aku salah memaknai doa: ”Ya Allah berilah aku kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat ...”

Karena sejatinya indikasi kebaikan – hasanaat – adalah ketika dibukanya pintu-pintu ketaatan. Ketika kita dimudahkan untuk berkomunikasi mesra denganNya. Ketika tibanya waktu-waktu sholat kita sambut dengan semangat, tidak dengan malas-malasan. Indikasi hasanaat bukanlah pada capaian-capaian duniawi apapun bentuknya, selama ia tidak mendekatkan hubungan kita dengan Sang Pemberi Kebaikan.

Lalu, apakah kemudian kerja menjadi tidak berarti.

Ah, tentu bukan itu pointnya. Pointnya adalah yang utama bagi kita menjaga hubungan dengan Allah. Meski Ia adalah dekat, bahkan lebih dekat dari urat leher kita sendiri, namun belum tentu kita merasa dekat denganNya. Bahkan belum tentu pula Ia menganggap kita adalah orang-orang yang dianggap memiliki kedekatan khusus denganNya.

Dengan kedekatan tersebut, dalam segala aspek kehidupan kita, yang kemudian kita minta adalah petunjukNya. Dalam bekerja misalnya, kita mulai dengan meminta agar Ia memudahkan urusan kita. Bukankah doa-doa yang Rasulullah ajarkan menunjukkan bahwa kita perlu selalu meminta kemudahan dalam berbagai urusan?

“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, rahmat dari sisi-Mu. Dengan rahmat-Mu Engkau menerangi hatiku. Dengan rahmat-Mu Engkau mengumpulkan dan memudahkan urusanku. Dengan rahmat-Mu Engkau balikkan sesuatu yang tiada dariku. Dengan rahmat-Mu Engkau Angkat kesaksianku. Dengan rahmat-Mu Engkau sucikan amalku. Dengan rahmat-Mu Engkau ilhamkan kedewasaanku. Dengan rahmat-Mu Engkau kembalikan sesuatu yang hilang dariku. Dengan rahmat-Mu Engkau jaga aku dari segala keburukan.” (lihat Ar Rasul, karya Said Hawwa)

Dengan demikian, segala ikhtiar yang kita lakukan merupakan ikhtiar yang terilhami, karena kebersamaan kita denganNya. Mudah-mudahan dengan demikian Ia pun akan memudahkan kita dalam bekerja dan berbagai urusan. Sehingga – misalnya – waktu prime time sholat lima waktu untuk audiensi denganNya dapat kita penuhi dengan lapang.

Setelah itu, barulah agaknya kita bisa mencoba mengatakan kembali, meski tetap dengan hati-hati, ”ya, kerja saya bernilai ibadah, insya Allah”.....oleh Sabrul Jamil

Wallahu a’lam bishshowwab
Read More..

Tuesday, June 2, 2009

MENDETEKSI SEHATNYA QOLBU


Qalbu yang sehat memiliki beberapa tanda, sebagaimana yang disebutkan oleh al-Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah di dalam kitab 'Ighatsatul Lahfan min Mashayid asy-Syaithan. Dan di antara tanda-tanda tersebut adalah mampu memilih segala sesuatu yang bermanfaat dan memberikan kesembuhan. Dia tidak memilih hal-hal yang berbahaya serta menjadikan sakitnya qalbu. Sedangkan tanda qalbu yang sakit adalah sebaliknya. Santapan qalbu yang paling bermanfaat adalah keimanan dan obat yang paling manjur adalah al-Qur'an. Selain itu, qalbu yang sehat memiliki karakteristik sebagai berikut:

1.Mengembara ke Akhirat

Qalbu yang sehat mengembara dari dunia menuju ke akhirat dan seakan-akan telah sampai di sana. Sehingga dia merasa seperti telah menjadi penghuni akhirat dan putra-putra akhirat. Dia datang dan berada di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing, yang mengambil sekedar keperluannya, lalu akan segera kembali lagi ke negeri asalnya. Nabi shallallhu 'alaihi wasallam bersabda, "Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau (musafir) yang melewati suatu jalan." (HR. al-Bukhari)

Ketika qalbu seseorang sehat, maka dia akan mengembara menuju akhirat dan terus mendekat ke arahnya, sehingga seakan-akan dia telah menjadi penghuninya. Sedangkan bila qalbu Tersebut sakit, maka dia terlena mementingkan dunia dan menganggapnya sebagai negeri abadi, sehingga jadilah dia ahli dan hambanya.

2.Mendorong Menuju Allah subhanahu wata'ala

Di antara tanda lain sehatnya qalbu adalah selalu mendorong si empunya untuk kembali kepada Allah subhanahu wata'ala dan tunduk kepada-Nya. Dia bergantung hanya kepada Allah, mencintai-Nya sebagaimana seseorang mencintai kekasihnya. Tidak ada kehidupan, kebahagiaan, kenikmatan, kesenangan kecuali hanya dengan ridha Allah, kedekatan dan rasa jinak terhadap-Nya. Merasa tenang dan tentram dengan Allah, berlindung kepada-Nya, bahagia bersama-Nya, bertawakkal hanya kepada-Nya, yakin, berharap dan takut kepada Allah semata...


Maka qalbu tersebut akan selalu mengajak dan mendorong pemiliknya untuk menemukan ketenangan dan ketentraman bersama Ilah sembahan nya. Sehingga tatkala itulah ruh benar-benar merasakan kehidupan, kenikmatan dan menjadikan hidup lain daripada yang lain, bukan kehidupan yang penuh kelalaian dan berpaling dari tujuan penciptaan manusia. Untuk tujuan menghamba kepada Allah subhanahu wata'ala inilah surga dan neraka diciptakan, para rasul diutus dan kitab-kitab diturunkan.

Abul Husain al-Warraq berkata, "Hidupnya qalbu adalah dengan mengingat Dzat Yang Maha Hidup dan Tak Pernah Mati, dan kehidupan yang nikmat adalah kehidupan bersama Allah, bukan selain-Nya."

Oleh karena itu terputusnya seseorang dari Allah subhanahu wata'ala lebih dahsyat bagi orang-orang arif yang mengenal Allah daripada kematian, karena terputus dari Allah adalah terputus dari al-Haq, sedang kematian adalah terputus dari sesama manusia.

3.Tidak Bosan Berdzikir

Di antara sebagian tanda sehatnya qalbu adalah tidak pernah bosan untuk berdzikir mengingat Allah subhanahu wata'ala. Tidak pernah merasa jemu untuk mengabdi kepada-Nya, tidak terlena dan asyik dengan selain-Nya, kecuali kepada orang yang menunjukkan ke jalan-Nya, orang yang mengingatkan dia kepada Allah subhanahu wata'ala atau saling mengingatkan dalam kerangka berdzikir kepada-Nya.

4. Menyesal jika Luput dari Berdzikir

Qalbu
yang sehat di antara tandanya adalah, jika luput dan ketinggalan dari dzikir dan wirid, maka dia sangat menyesal, merasa sedih dan sakit melebihi sedihnya seorang bakhil yang kehilangan hartanya.

5. Rindu Beribadah

Qalbu yang sehat selalu rindu untuk menghamba dan mengabdi kepada Allah subhanahu wata'ala, sebagaimana rindunya seorang yang kelaparan terhadap makanan dan minuman.

6.Khusyu' dalam Shalat

Qalbu yang sehat adalah jika dia sedang melakukan shalat, maka dia tinggalkan segala keinginan dan sesuatu yang bersifat keduniaan. Sangat memperhatikan masalah shalat dan bersegera melakukannya, serta mendapati ketenangan dan kenikmatan di dalam shalat tersebut. Baginya
shalat merupakan kebahagiaan dan penyejuk hati dan jiwa.

7.Kemauannya Hanya kepada Allah

Qalbu yang sehat hanya satu kemauannya, yaitu kepada segala sesuatu yang diridhai Allah subhanahu wata'ala.

8. Menjaga Waktu

Di antara tanda sehatnya qalbu adalah merasa kikir (sayang) jika waktunya hilang dengan percuma, melebihi kikirnya seorang yang pelit terhadap hartanya.

9. Introspeksi dan Memperbaiki Diri

Qalbu yang sehat senantiasa menaruh perhatian yang besar untuk terus memperbaiki amal, melebihi perhatian terhadap amal itu sendiri. Dia terus bersemangat untuk meningkat kan keikhlasan dalam beramal, mengharap nasihat, mutaba'ah (mengontrol) dan ihsan (seakan-akan melihat Allah subhanahu wata'ala dalam beribadah, atau selalu merasa dilihat Allah). Bersamaan dengan itu dia selalu memperhatikan pemberian dan nikmat dari Allah subhanahu wata'ala serta kekurangan dirinya di dalam memenuhi hak-hak-Nya.

Demikian di antara beberapa fenomena dan karakteristik yang mengindikasikan sehatnya qalbu seseorang.

Dapat disimpulkan bahwa qalbu yang sehat dan selamat adalah qalbu yang himmah (kemauannya) kepada sesuatu yang menuju Allah subhanahu wata'ala, mencintai-Nya dengan sepenuhnya, menjadikan-Nya sebagai tujuan. Jiwa raganya untuk Allah, amalan, tidur, bangun dan bicaranya hanyalah untuk-Nya. Dan ucapan tentang segala yang diridhai Allah lebih dia sukai daripada segenap pembicaran yang lain, pikirannya selalu tertuju kepada apa saja yang diridhai dan dicintai-Nya.

Berkhalwah (menyendiri) untuk mengingat Allah subhanahu wata'ala lebih dia sukai daripada bergaul dengan orang, kecuali dalam pergaulan yang dicintai dan diridhai-Nya. Kebahagiaan dan ketenangannya adalah bersama Allah, dan ketika dia mendapati dirinya berpaling kepada selain Allah, maka dia segera mengingat firman-Nya, "Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Rabbmu dengan hati yang puas lagi diridhoi-Nya. " (QS. 89:27-28)

Dia selalu mengulang-ulang ayat tersebut, dengan harapan dia akan mendengarkannya nanti pada hari Kiamat dari Rabbnya. Maka akhirnya qalbu tersebut di hadapan Ilah dan Sesembahannya yang Haq akan terwarnai dengan sibghah (celupan) sifat kehambaan. Sehingga jadilah abdi sejati sebagai sifat dan karakternya, ibadah menjadi kenikmatannya bukan beban yang memberatkan. Dia melakukan ibadah dengan rasa suka, cinta dan kedekatan kepada Rabbnya.

Ketika disodorkan kepadanya perintah atau larangan dari Rabbnya, maka hatinya mengatakan, "Aku penuhi panggilan-Mu, aku penuhi dengan suka cita, sesungguhnya aku mendengarkan, taat dan akan melakukannya. Engkau berhak dan layak mendapatkan semua itu, dan segala puji kembali hanya kepada-Mu.

Apabila ada takdir menimpanya maka dia mengatakan, " Ya Allah, aku adalah hamba-Mu, miskin dan membutuhkan- Mu, aku hamba-Mu yang fakir, lemah tak berdaya. Engkau adalah Rabbku yang Maha Mulia dan Maha Penyayang. Aku tak mampu untuk bersabar jika Engkau tidak menolongku untuk bersabar, tidak ada kekuatan bagiku jika Engkau tidak menanggungku dan memberiku kekuatan. Tidak ada tempat bersandar bagiku kecuali hanya kepada-Mu, tidak ada yang dapat memberikan pertolongan kepadaku kecuali hanya Engkau. Tidak ada tempat berpaling bagiku dari pintu-Mu, dan tidak ada tempat untuk berlari dari-Mu.

Dia mempersembahkan segalanya hanya untuk Allah subhanahu wata'ala, dan dia hanya bersandar kepada-Nya. Apabila menimpanya sesuatu yang tidak dia sukai maka dia berkata, "Rahmat telah dihadiahkan untukku, obat yang sangat bermanfaat dari Dzat Pemberi Kesembuhan yang mengasihiku. " Jika dia kehilangan sesuatu yang dia sukai, maka dia berkata, "Telah disingkirkan keburukan dari sisiku."

Semoga Allah subhanahu wata'ala memperbaiki qalbu kita semua, dan menjaganya dari penyakit-penyakit yang merusak dan membinasakan, Amin.

Sumber: Mawaridul Aman al Muntaqa min Ighatsatil Lahfan fi Mashayid asy-Syaithan, penyusun Syaikh Ali bin Hasan bin Ali al-Halabi.

sumber : alsofwah.or. id
Read More..

Monday, June 1, 2009

Mengukur Angan-angan


Hidup kadang seperti rangkaian bias-bias sinar terik yang membentuk fatamorgana. Terlihat begitu indah. Segar menawan. Ia melambai-lambai, membuat ruhani yang haus kian terpedaya.

Seperti itulah rupa hidup buat sebagian orang. Seperti itulah ketika kesenjangan antara idealita dengan realita tak lagi menumbuhkan kesadaran. Bahwa, hidup penuh perjuangan. Yang muncul selanjutnya adalah angan-angan. Andai saya bisa. Andai saya kaya!

Kesenjangan makin parah ketika tarikan-tarikan idealita punya dua tangan. Adanya obsesi hidup serba lengkap di satu sisi, serta pergaulan yang begitu akrab dengan dunia serba mewah. Entah kenapa, ingatan begitu kuat menyimpan sederet merek mobil mewah, lokasi wisata kelas tinggi, trend baru seputar busana, handphone dan sebagainya. Ada selera hidup yang, boleh jadi, di luar kemestian.

Padahal, kenyataan diri berkali-kali menegaskan bahwa semua tuntutan gaya hidup itu di luar kemampuan. Bahwa, membayang-bayangkan sesuatu di luar kesanggupan hanya menguras energi tanpa manfaat. Seolah diri ingin mengatakan, “Inilah kenyataan. Terimalah. Jangan mimpi. Jangan terbuai angan-angan!”


Namun, penegasan itu sulit diterima diri yang terus dipermainkan nafsu. Pada saat yang sama, kesadaran jiwa kian tenggelam dengan angan-angan. Terus tersiksa dengan segala ketidakmampuan. Cahaya iman meredup. Hati pun menjadi gelap.

Seorang sahabat Rasulullah saw., Abdullah bin Mas’ud, pernah memberikan nasihat. Ada empat hal yang menyebabkan hati manusia menjadi gelap. Yaitu, perut yang terlalu kenyang, berakrab-akrab dengan orang-orang zalim, melupakan dosa-dosa masa silam tanpa ada perasaan menyesal. Dan terakhir, panjang angan-angan.

Beliau radhiyallahu‘anhu juga memberikan nasihat sebaliknya. Ada empat hal yang membuat manusia memiliki hati yang terang. Yaitu, adanya kehati-hatian dalam mengisi perut, bergaul dengan orang-orang yang baik, mengenang dosa-dosa dengan penuh penyesalan. Dan keempat, pendek angan-angan.

Seperti itulah nasihat singkat dari seorang sahabat Rasul yang sejak kecil hidup apa adanya. Tapi kemudian, tumbuh menjadi seorang pakar Alquran, ahli fikih, dan beberapa penguasaan ilmu lain. Umar bin Khattab pernah berkomentar tentang sosok Abdullah bin Mas’ud. “Sungguh ia terpelihara oleh kefaqihan dan ketinggian ilmunya.”

Ada beberapa sebab kenapa angan-angan kian memanjang. Pertama, keringnya hati dalam mengingat Allah swt. Kekosongan-kekosongan itulah yang menjadi lahan subur tumbuhnya angan-angan. Allah swt. berfirman, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Alkitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hadiid: 16)

Kedua, adanya kecintaan pada dunia. Luqman Al-Hakim pernah berkata kepada anaknya: “Wahai anakku, sesungguhnya dunia itu laut yang dalam. Telah banyak orang yang tenggelam di dalamnya. Maka hendaklah perahu duniamu itu senantiasa takwa kepada Allah ‘Azza Wajalla. Isinya iman kepada Allah Ta’ala. Dan layarnya berupa tawakkal penuh pada Allah swt.
Anakku, berpuasalah dari dunia dan berbukalah pada akhirat.”

Seorang ulama seperti Ibnu Qayyim Al-Jauziyah pernah memberikan nasihat soal ini. Janganlah sekali-kali menatap dan merenungi harta orang lain. Karena di situlah peluang setan menyusupkan godaannya.

Ketiga, menghinakan nikmat Allah. Sangan wajar jika seorang manusia ingin hidup kaya. Dan Islam sedikit pun tidak melarang umatnya menjadi orang kaya. Justru, ada hadits Rasulullah saw. yang mengatakan, “Kaadal faqru ayyakuuna kufron” (Boleh jadi kefakiran menjadikan seseorang kepada kekafiran)

Masalahnya tidak pada sisi itu. Ketika seseorang tidak mampu menerima kenyataan apa adanya, ada sesuatu yang hilang. Itulah syukur terhadap nikmat Allah. Rasulullah saw. bersabda, “Dua hal apabila dimiliki seseorang dia dicatat oleh Allah sebagai orang yang bersyukur dan sabar. Dalam urusan agama (ilmu dan ibadah) dia melihat kepada yang lebih tinggi lalu meniru dan mencontohnya. Dalam urusan dunia dia melihat kepada yang lebih bawah, lalu bersyukur kepada Allah bahwa dia masih diberi kelebihan.” (HR. Attirmidzi)

Jika seorang hamba Allah kurang bersyukur, yang terjadi berikutnya adalah buruk sangka pada Allah swt. Menganggap Allah kurang bijaksana. Menganggap Allah tidak adil. Padahal, semua kebijaksanaan Allah adalah pilihan yang terbaik buat hamba-Nya. Boleh jadi, kemiskinan buat seseorang memang merupakan situasi yang tepat buat hamba Allah itu.

Seperti itulah firman Allah dalam surah Asy-Syura ayat 27. “Dan jikalau Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya tentulah mereka akan melampaui batas di muka bumi, tetapi Allah menurunkan apa yang dikehendaki-Nya dengan ukuran. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.”

Terakhir, adanya kekaguman terhadap seseorang karena sisi kekayaannya. Begitulah mereka yang kehilangan identitas keimanannya. Gampang kagum dengan sesuatu dari kulit luarnya: penampilan dan kekayaan. Padahal, kenyataan hidup yang terlihat tidak seindah yang dibayangkan. Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Janganlah sekali-kali kamu terpedaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri.” (QS. Ali Imran: 196)

Kehidupan memang tak bisa lepas dari pemandangan menipu sejenis fatamorgana. Tapi semua itu tidak akan mampu menggoda hati-hati yang tidak dahaga. Karena nikmat Allah yang ada sudah teramat layak untuk disyukuri. Muhammad Nuh
Read More..

Antara lobak, telur dan kopi


Seorang anak mengeluh pada ayahnya mengenai kehidupannya dan bertanya mengapa hidup ini terasa begitu sukar dan menyakitkan baginya. Dia tidak tahu bagaimana untuk menghadapinya dan hampir menyerah kalah dalam kehidupan. Setiap kali satu masalah selesai, timbul pula masalah baru.

Ayahnya yang bekerja sebagai tukang masak membawa anaknya itu ke dapur. Dia mengisi tiga buah periuk dengan air dan menjerangkannya diatas api. Setelah air didalam ketiga periuk tersebut mendidih, dia memasukkan lobak merah didalam periuk pertama, telur dalam periuk kedua dan serbuk kopi dalam periuk terakhir.

Dia membiarkannya mendidih tanpa berkata-kata. Si anak tertanya-tanya dan menunggu dengan tidak sabar sambil memikirkan apa yang sedang dilakukan oleh ayahnya. Setelah 20 minit, si ayah mematikan api.

Dia menyisihkan lobak dan menaruhnya dalam mangkuk, mengangkat telur dan meletakkannya dalam mangkuk yang lain dan menuangkan kopi di mangkuk lain.


Lalu dia bertanya kepada anaknya, "Apa yang kau lihat, nak?" "Lobak, telur dan kopi", jawab si anak. Ayahnya meminta anaknya merasa lobak itu. Dia melakukannya dan berasa bahawa lobak itu sedap dimakan.

Ayahnya meminta mengambil telur itu dan memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, dia dapati sebiji telur rebus yang isinya sudah keras.

Terakhir, ayahnya meminta untuk merasa kopi. Dia tersenyum ketika meminum kopi dengan aromanya yang wangi. Setelah itu, si anak bertanya, "Apa erti semua ini, ayah?" Ayah menerangkan bahawa ketiga-tiga bahan itu telah menghadapi kesulitan yang sama, direbus dalam air dengan api yang panas tetapi masing-masing menunjukkan reaksi yang berbeza.

Lobak sebelum direbus kuat, keras dan sukar dipatahkan. Tetapi setelah direbus, lobak menjadi lembut dan mudah dimakan. Telur pula sebelumnya mudah pecah dengan isinya yang berupa cairan. Tetapi setelah direbus, isinya menjadi keras.

Serbuk kopi pula mengalami perubahan yang unik. Setelah berada didalam rebusan air, serbuk kopi mengubah warna dan rasa air tersebut.
"Kamu termasuk golongan yang mana? Air panas yang mendidih itu umpama kesukaran dan dugaan yang bakal kamu lalui. Ketika kesukaran dan kesulitan itu mendatangimu, bagaimana harus kau menghadapinya ?

Apakah kamu seperti lobak, telur atau kopi ?" tanya ayahnya.

Bagaimana dengan kita ? Apakah kita adalah lobak yang kelihatan keras, tapi dengan adanya penderitaan dan kesulitan, kita menyerah menjadi lembut dan kehilangan kekuatan. Atau, apakah kita adalah telur yang pada awalnya memiliki hati lembut, dengan jiwa yang dinamis ? Namun setelah adanya kematian, patah hati, perpisahan atau apa saja cabaran dalam kehidupan akhirnya kita menjadi menjadi keras dan kaku.

Dari luar kelihatan sama, tetapi apakah kita menjadi pahit dan keras dengan jiwa dan hati yang kaku? Atau adakah kita serbuk kopi ? Yang berjaya mengubah air panas, sesuatu yang menimbulkan kesakitan, untuk mencapai rasa yang maksimum pada suhu 100 darjah celcius.

Ketika air mencapai suhu terpanas, kopi akan terasa semakin nikmat. Jika kita seperti serbuk kopi, ketika keadaan menjadi semakin buruk atau memuncak, kita akan menjadi semakin baik dan membuat keadaan disekitar kita juga menjadi semakin baik.

Samalah halnya dengan serbuk kopi yang berjaya mengubah air panas yang membakarnya menjadikan ia lebih sedap dan enak untuk diminum. Antara lobak, telur dan kopi, kita yang mana?

Read More..

The Secret, Sebuah Pendalaman ataukah Pendangkalan?


Saya tidak tahu apakah tulisan saya ini termasuk basi atau tidak, karena hiruk pikuk bahasan tentang the secret saat ini sudah mulai agak surut. Booming the secret sendiri sudah terjadi kira-kira dua atau tiga bulan yang lalu. Tapi, ah saya tidak peduli. Saya hanya ingin berbagi perspektif saya pribadi atas teori law of attraction tersebut. Saya juga tidak ingin berbicara tetang benar atau salah. Karena saya yakin kita sudah mampu mencernanya dalam hati nurani masing-masing. Okey, mari kita mulai.

Membaca buku the secret rasanya seperti kembali membaca diri saya sendiri beberapa waktu yang lalu. Saat saya masih kuliah dulu, meskipun tidak persis berada pada sudut pandang yang sama dengan Rhonda Byrne, saya menganggap bahwa diri pribadi saya berperan sangat penting pada setiap langkah dalam hidup ini. Saya adalah penguasa kehidupan saya di dunia. Sedangkan Allah saya letakkan pada barisan terakhir penentu nasib. Saat itu saya sangat yakin bahwa apabila saya selalu mengafirmasi diri melalui pikiran ataupun tulisan maka keinginan saya pasti akan terwujud. Hanya tinggal menunggu waktu saja.

Akan tetapi seiring dengan perjalanan waktu, prinsip tersebut juga ikut berubah. Bagi saya selalu ada Allah di balik apapun yang terjadi di alam semesta ini. Dalam lauhil mahfudz sudah tertulis semua perjalanan hidup setiap manusia. Saya haya tinggal menjalaninya saja. Tidak lebih dari itu.

Membaca buku the secret terasa seperti membaca pikiran manusia yang sangat rasional. Logika-logika yang diketengahkan juga disertai dengan argumen yang rasa-rasanya sulit untuk dibantah. Namun rasa yang berbeda muncul saat saya membaca the alchemist-nya Paulo Coelho. Meskipun sama-sama berbicara tentang semesta yang akan membantu mewujudkan keinginan kita, namun sense yang muncul dari the alchemist jauh lebih lembut. Jauh lebih spiritual. Rasanya the alchemist seperti berasal dari hati, sedangkan the secret berasal dari otak.

Sebenarnya the secret juga mengakui kekuatan yang tak kasat mata. Rhonda mengajak pembacanya untuk mengimani dan meyakini kekuatan yang maha hebat diluar dimensi manusia. Kekuatan itu dia definisikan sebagai kekuatan semesta yang bernama hukum tarik menarik.

Selain tentang iman dan yakin, beberapa hal lain dari the secret yang saya kagumi adalah ajakan untuk selalu berpikir positif, optimis, selalu membangun perasaan baik, segera bertindak untuk mewujudkan, bersyukur dan menghargai atas apa yang kita miliki saat ini, dan selalu berterimakasih. Dua hal terakhir inilah yang menurut
saya menjadi sisi spiritual dari the secret meskipun bahasa yang digunakan juga sangat rasional.

Saya jadi ingat firman Allah dalam QS Ibrahim ayat 7 yang menyatakan bahwa "sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". Bersyukur, sebuah kata yang sangat indah menurut saya. Konsep syukur ini kemudian diaplikasikan dengan selalu mengucap terimakasih dalam kondisi apapun dalam setiap kejadian keseharian di kehidupan kita.

Syukur dan terimakasih inilah yang seringkali terlupakan oleh mayoritas dari kita. Padahala apabila dua hal ini "diugemi" dan dijadikan sebagai panduan hidup, sungguh hasilnya akan menjadi sangat hebat. Tidak ada lagi intrik yang muncul akibat ego masing-masing. Yang ada hanya rasa optimis dan pikiran positif. Tidak akan ada lagi terminologi musuh ataupun pesaing. Yang ada hanya kawan dan partner. Mengasyikkan rasanya apabila hidup dalam dunia seperti itu.

Satu hal dari the secret yang tak kalah menarik adalah pemahaman bahwa tidak ada papan tulis di langit yang ditulis oleh Tuhan mengenai maksud dan tujuan hidup kita. Menurut Rhonda, akal atau pikiran kita sendirilah yang membentuk semesta. Tidak ada campur tangan siapapun atau apapun dalam perjalanan hidup manusia. Kita adalah penguasa kehidupan kita sendiri, kata Rhonda.

Secara eksplisit terlihat bahwa the secret tidak mengakui adanya takdir. Padahal beberapa tahun terakhir ini masyarakat barat melalui film-filmnya sudah banyak yang mulai memahami bahwa tidak ada yang kebetulan di semesta ini. Ada grand design yang melatarbelakangi segala kejadian di dunia. Grand design itulah yang mereka sebut
sebagai destiny. Takdir. Bahkan as sekop, dalam buku miteri soliter, mengatakan bahwa yang mengetahui takdirnya harus menjalaninya.

Dalam pemahaman saya, memang semuanya akan selalu bermuara kepada diri sendiri. Apapun yang kita cari, jawabannya ada di hati dan diri kita. Dalam bahasa salah seorang kenalan, kambing hitam tidak berada di mana-mana tetapi ada di diri sendiri. Namun tidak berarti bahwa manusia kemudian merasa sombong dan mengatakan bahwa "saya yang menciptakan semesta, sehingga semesta ini milik saya, dan hanya saya yang berhak untuk mengaturnya".

Dalam keyakinan yang saya anut, wajib hukumnya untuk meyakini dan mengimani enam hal yang salah satunya adalah percaya pada qadha dan qadar. Percaya pada ketentuan Allah yang sudah tertulis bahkan sebelum kita diciptakan ke dunia. Keyakinan tersebut mengkristal dalam konsep "la haula wala quwwata illa billah". Tiada daya dan tiada upaya kecuali hanya milik Allah.

Seakan-akan manusia memang memiliki free will untuk memilih. Namun pada hakikatnya sama sekali manusia tidak memiliki kemampuan untuk berbuat apapun. Segala sesuatu terjadi atas izin Allah. Pada hakikatnya manusia dan semesta ini sesungguhnya tidak ada, yang ada hanya Allah.

Pada posisi manakah the secret berada? Saya yakin bahwa sebenarnya
Rhonda dan rekan-rekannya yang memunculkan konsep the secret adalah para filosof yang telah mengalami begitu banyak hal di dalam kehidupannya. Saya juga yakin sesungguhnya mereka adalah para spiritualis dan shaman yang dalam proses perjalanan dan pencariannya telah menemukan sangat banyak hal. Namun apabila kesimpulan yang
mereka ambil adalah tidak ada papan tulis kehidupan di langit yang ditulis oleh Tuhan mengenai maksud dan tujuan hidup kita, apakah merupakan sebuah penggalian yang lebih dalam? Ataukah malah sebuah pendangkalan?

Mari kita tanyakan jawabannya kepada hati nurani kita masing-masing.

Banyuwangi, 16 Desember 2007
Aziz Fajar Ariwibowo
Read More..