Tuesday, May 21, 2013

Bos Jangan Tahu

Kiki sedang bingung. Sebenarnya bukan dia yang seharusnya bingung, tapi Erna. Masalahnya, Kiki ikut-ikutan bingung karena dia juga terlibat. Erna sudah sering datang terlambat di kantor. Bukan itu saja. Dia juga sering pulang lebih awal kalau atasan mereka sedang tidak di kantor. Seperti bermain kucing-kucingan deh. Kalau atasan pergi, Erna pulang lebih cepat. Malah, kadang-kadang pada jam makan siang, Erna bisa keluar makan hingga dua jam lamanya. Tapi kalau atasan ada di kantor, Erna tampaknya rajin bekerja.

Kiki dan teman-teman lainnya sebenarnya tidak senang dengan sikap Erna. Mereka sendiri tidak pernah berbuat demikian. Bahkan ada yang sudah bekerja enam tahun lamanya, tapi tidak pernah berbuat seperti Erna. Sulitnya, setiap kali Erna akan terlambat, dia minta tolong teman-temannya agar mewakilinya mengisi buku absensi. Demikian pula ketika dia pulang lebih awal, dia titip absensi. Selain itu, dia selalu bilang:"Jangan bilang-bilang Bos ya?"

Kiki dan teman-temannya merasa sungkan dan tidak enak sehingga mereka terpaksa diam saja dan tidak melapor ke atasan. Tapi sebenarnya dalam hati kecilnya mereka merasa bersalah dan takut ketahuan atasan juga.

Hari ini, tanpa disangka-sangka, atasan mereka datang ke kantor setelah makan siang. Erna belum kembali dari istirahat makan siang. Ketika atasan menanyakan Erna kemana, Kiki mengatakan Erna sedang makan siang. Tapi setelah hampir pukul dua Erna belum kembali, atasannya bertanya lagi. Kiki bingung. Terpaksa dia menjawab bahwa dia tidak tahu kemana Erna pergi. Ternyata Erna kembali ke kantor pukul dua lebih. Atasan langsung menanyakan Erna dari mana. Sambil terbata-bata Erna mengatakan tadi dia makan siang. Tapi ketika ditanya mengapa sampai demikian lama, dia tidak bisa menjawab.

Merasa ada sesuatu yang tidak wajar, atasan mereka langsung bertanya kepada bagian keamanan yang berjaga di depan kantor. Bagian keamanan mengatakan apa adanya dengan jujur. Dari mereka, akhirnya ketahuan bahwa Erna selalu pergi makan siang hingga dua jam lebih. Dia juga sering datang terlambat dan pulang lebih awal.

Tentu saja atasan marah sekali. Selama ini beliau tidak pernah marah karena memang bukan termasuk orang yang emosional. Tapi dalam kasus ini, mau tak mau beliau marah. Erna dipanggil dan diajak bicara mengenai hal itu. Beliau bertanya mengapa Erna berbuat semacam itu. "Apakah karena tidak suka bekerja di sana? Atau apa?" Dengan perasaan bersalah, Erna meminta maaf dan mengaku sebenarnya dia suka bekerja di perusahaan itu. Hanya saja dia memang sering terlambat bangun pagi. Kemudian rumahnya jauh, sehingga kalau dia bisa pulang lebih awal, maka dia tidak perlu bermacet-macet di jalan.

Adapun dia perlu waktu agak lama untuk makan siang karena dia selalu makan siang bersama pacarnya. Tempat makannyapun selalu berpindah-pindah dan agak jauh dari kantor, sehingga dia terlambat tiba di kantor.

Atasannya sangat menyayangkan hal itu. Beliau berpendapat, kalau dari awal sudah tidak suka bekerja di sana, apalagi nanti. Kalau sejak awal bekerja, Erna sudah tidak jujur, bagaimana beliau bisa percaya lagi? Apalagi Erna masih dalam masa percobaan. Belum tiga bulan bekerja. Akhirnya, terpaksa Erna diminta mengundurkan diri.

Setelah itu, Kiki dan teman-teman lain dipanggil atasan. Beliau menanyakan mengapa selama ini tidak ada yang melaporkan masalah Erna kepadanya. Beliau berkata:"Satu hal yang saya paling tidak suka adalah perkataan 'Jangan bilang-bilang Bos', atau 'Bos jangan sampai tahu.'

Beliau menjelaskan bagi beliau, kepercayaan adalah nomor satu dalam bekerja. "Saya percaya pada kalian. Saya harap kalian percaya saya dan kalian juga memang bisa dipercaya. Dengan demikian, bekerja menjadi nyaman dan menyenangkan.

Hanya orang yang melakukan kesalahan yang akan mengucapkan kata-kata 'Bos jangan tahu'. Hanya orang yang merasa bersalah yang akan merasa takut kalau ketahuan. Selama kita berbuat benar, tidak ada yang perlu ditakuti bukan? Supaya tidak takut, berbuatlah benar dan juga jangan berpihak kepada yang salah."

Betul juga sih, pikir Kiki. Kiki bersyukur. Untung beliau bijaksana. Kiki dan teman-temannya dimaafkan. Tapi kini Kiki dan semua temannya mengerti bahwa selama ini mereka ikut merasa bersalah karena telah ikut melindungi kesalahan Erna. Tanpa sadar, mereka ikut merasa takut ketahuan, padahal yang bersalah bukan mereka semua. Mereka semua hanya menjadi korban perbuatan Erna.

Sekarang, Kiki berniat menghindari ungkapan 'Bos jangan tahu!'. Caranya? Tidak melakukan kesalahan. Kalaupun salah, lebih baik
mengaku dan meminta maaf serta berniat mengubahnya. Toh, akhirnyapasti ketahuan juga. Mana ada sih perbuatan buruk yang pada akhirnya tidak ketahuan? Do the right thing! It will set you free from fear!

Read More..

Indahnya poligami?

Dear all, sedikit kisah dari saya......buat para poligamiers.......(baik yang menentang maupun yang mendukung).......Dan mudah2 calon istri saya bisa jadi satu2nya istri dan ibu bagi anak2 saya.....

Beberapa hari yang lalu sepulang kerja di atas Bis Kota yang penuh sumpek pengap dan bau yang campur aduk (keluhan masyarakat kelas bawah indonesia,karena pelayanan publik yang buruk?).
Di lampu merah pinggir jalan, diantara bau knalpot campur bau
keringat.. Dari jendela Koantas Bima, saya melihat seorang ibu duduk menggendong anaknya sambil membawa ecek2 (kayanya sih buat ngamen).
Dalam hati saya bertanya,.....Jandakah ia?....Yatimkah anaknya?..... Sedemikian susahkah beban idupnya?........
Dan dalam hati saya juga bertanya, alangkah indahnya jika para penyembah poligami mau menikahi janda2 seperti mereka.........(Janda fakir, yang hidup miskin?)
Alangkah indahnya bila pemilik ayam bakar wong solo, anggota DPR dan para dai'i2 yang menganggap sudah mampu untuk berpoligami mau mempoligami mereka........................
Oh, alangkah indahnya bila ibu dari anak di gendonganya di nikahi pemilik ayam bakar wong solo, pasti sekolah terjamin dan tentu bisa jadi pengusaha.............
Oh, alangkah indahnya bila ibu dari anak di gendonganya di nikahi para da'i, temtu mereka gak bakal jadi begundal di terminal...........
Oh, alangkah indahnya bila ibu dari anak di gendonganya dinikahi anggota DPR, siapa tahu besok gede bisa jadi wakil rakyat yang memihak
rakyat................ Toh, sebagian besar istri Sang Nabi besar adalah janda2 miskin?
Apa Sang Nabi besar tidak pernah berpikir, masalah bibit, bobot dan
bebetnya..... Oh, alangkah indahnya poligami bila seperti itu.......
Tapi kapan? Apa mereka mau?
Kan mereka janda2 yang bau yang miskin dan birahipun mungkin tak akan bangkit karenanya........
Katanya Poligami bukan masalah birahi thok?
Lha terus itu apa?
Selingkuh?
Kenapa harus yang cantik yang wangi, mantan model atau pengusaha?
Oh, alangkah indahnya poligami bila yang dinikahi orang2 seperti
mereka.........
Semoga Tuhan bisa menunjukan mana yang terbaik untuk umatnya...........
(Semoga Tuhan mengabulkan)......



Read More..

Haji Mabrur Tanpa Haji

Tersebutlah dalam suatu kisah sufi bahwa seseorang yang menunaikan ibadah haji tertidur lelap ketika wukuf di tengah teriknya matahari di padang Arafah. Dalam tidurnya ia bermimpi berjumpa dengan Rasulullah SAW.
Perasaan berjumpa dengan Rasulullah ini memberikan harapan dalam dirinya bahwa hajinya telah menjadi haji mabrur. Namun untuk kepastian, ia memberanikan diri bertanya kepada Rasulullah SAW: "Siapakah di antara mereka yang diterima hajinya sebagai haji mabrur wahai Rasulullah?" Rasulullah SAW seraya menarik napas dalam-dalam, menjawab: "Tak seorangpun dari mereka yang diterima hajinya, kecuali seorang tukang cukur tetanggamu".
Serta merta sang haji tersebut kagum dan terkejut. Betapa tidak, ia tahu persis bahwa tetangganya itu adalah orang miskin, dan terlebih lagi bahwa tahun ini ia tidak menunaikan ibadah haji.
Dengan digeluti perasaan sedih, dadanya serasa sesak, ia terbangun dari tidurnya. Sepanjang melakukan wukuf sang haji tersebut mengintrospeksi diri, memikirkan dalam-dalam apa arti di balik mimpi tersebut.
Sekembali dari Mekah, ia segera menemui tetangganya si tukang cukur. Ia menceritakan segala pengalamannya selama menunaikan ibadah haji. Tapi cerita yang paling ingin disampaikan adalah perihal diri si tukang cukur itu sendiri Dengan sikap keheranan, ia pun bertanya : "amalan apakah yang anda telah lakukan sehingga anda dianggap telah melakukan haji mabrur?"
Tetangganya pun dengan tenang bercampur haru bercerita: "bahwa sebenarnya, ia telah lama bercita-cita untuk dapat menunaikan ibadah haji. Dan telah bertahun-tahun pula ia mengumpulkan biaya. Namun ketika biaya telah cukup, dan tibalah pula masa untuk berhaji, tiba-tiba seorang anak yatim tetangganya ditimpa musibah yang hampir merenggut jiwanya. Maka si tukang cukur termaksud menyumbangkan hampir keseluruhan biaya yang telah bertahun-tahun dikumpulkan itu untuk membiayai anak yatim tersebut, sehingga ia gagal menunaikan ibadah haji".

Sejak itu, pak haji baru sadar, bahwa ternyata kita sering salah langkah dalam upaya mencari ridha Allah. RidhaNya terkadang diburu dengan semangat egoisme yang berlebihan dan tanpa disadari justeru bertolak belakang dengan keridhaanNya. Dengan kata lain, betapa ibadah-ibadah kita sering ternoda oleh lumpur kepicikan egoisme pelakunya, jauh dari nilai-nilai "kasih sayang" (rahmatan lil'alamin).
Tidakkah terpikirkan oleh mereka yang berhaji, khususnya yang berhaji sunnah (berhaji lebih dari satu kali), akan nasib berjuta-juta anak yatim akibat "musibah" perekonomian saat ini? Akibat krisis ini telah berjuta manusia yang kehilangan "induk" (pegangan) dalam hidupnya. Atau belumkah masanya kaum Muslimin untuk meletakkan prioritas-prioritas dalam kehidupannya sebagai ummat? Kalaulah misalnya, dari sekian ribu Muslim yang berhaji sunnah (lebih dari sekali) ditunda melakukannya, dan uang ongkos haji tersebut dimanfaatkan untuk biaya sekolah anak-anak ummat ini, batapa cerahnya masa depan kita.
Masalahnya, sekali lagi, sampai di mana pengaruh ibadah-ibadah yang kita lakukan dalam kehidupan sosial kita? Mungkin para penda'i perlu kembali mensosialisasikan S. Al Maa'uun kepada ummat ini. Abu Bakar ditanya tentang haji mabrur, beliau menjawab: "Lihatlah jikalau anda telah kembali ke Madinah". Jawaban ini membuktikan bahwa haji mabrur hanya dapat diidentifikasi pada saat pelaku haji berada di kampung halaman masing-masing. Sampai di mana "predikat haji" tersebut mampu mendongkrak kesalehan, baik dalah kehidupan fardi maupun kehidupan jama'inya.
Akhirnya, kepadaNya semata kita berserah diri. Semoga haji kita dapat merubah moralitas kita menuju pada tingkatan yang lebih ilahiyah sifatnya tanpa mengurangi rasa kepedulian terhadap "mas'uliyah ijtima'iyah" (tanggung jawab sosial) kita terhadap sesama. Dengan kata lain, semoga ibadah haji dapat mengantar pelakunya menjadi insan-insan taqi (bertakwa), tidak saja pada tataran individual namun juga pada tataran sosialnya.

M. SYamsi Ali


Read More..

Feminisme koq..salah kaprah?

Feminisme rasanya tidak asing lagi di telinga kita. Adalah gerakan yang diawali oleh persepsi tentang ketimpangan posisi keperempuanan. Kartini -pahlawan Indonesia-red- biasa menyebutnya dengan Emansipasi. Pada awalnya feminisme bangkit untuk membela para wanita dari ketertindasan serta menuntut penyerataan hak perempuan dan laki-laki dalam segala bidang.

Tapi kemudian Feminisme, yang semula lahir sebagai gerakan yang membela kaum wanita dalam meningkatkan harga diri wanita yang ingin dinilai sesuai dengan potensinya sebagai manusia tanpa harus memandang gender, kemudian mulai disalahartikan. Ingin menaikan harga diri tapi malah menjatuhkan (harga) diri sendiri.

Sedikit cerita, di Austria kesalahpahaman mengenai arti kata “Feminisme”, membuat bocah 14 tahun mau bertukar pasangan 3 kali dalam sehari. Ketika ditanya alasannya, kemudian ia menerangkan “Boys can do it, then why we can`t…saya merasa bangga bisa menaklukan 3 orang cowok dalam sehari. Dan diantara mereka tidak perlu ada yang tahu satu dengan lainnya. Itu kan yang biasa dilakukan pria, seenaknya berganti-ganti pasangan, kemudian menyakiti para gadis”.

Di belahan negara lainnya, seorang wanita menuntut persamaan toilet, karena wanita diyakini juga dapat (maaf) kencing berdiri seperti halnya pria. Saya juga pernah mendengar adanya gerakan “Feminisme bertelanjang dada” dan “gerakan pembakaran BH”.

Feminisme kemudian disalahartikan oleh kaum wanita itu sendiri. Banyak wanita yang menjadi korban salah kaprah ini. Ironis sekali, Feminisme yang terlahir sebagai cita-cita mulia para wanita pendahulu, kemudian berubah menjadi kemerosotan harga diri seorang wanita, yang lucunya - namun juga menyedihkan – si wanita itu sendiri tidak menyadarinya. Menyadari bahwa ia telah menjatuhkan harga dirinya.

Di Indonesia sendiri? Virginitas bagi wanita Indonesia(tidak semuanya), sekarang bukanlah suatu hal yang patut dipertahankan lagi. Saya pernah bertanya pada seorang teman -wanita juga-red- , apa yang menyebabkan wanita tak perlu lagi mempertahankan ke-virgin-annya, ia menjawab “Kalau pria saja bisa mengobral ke-virgin-annya(keperjakaan), mengapa kita harus menjaganya? Saat kita mulai menjalani hubungan itu(pacaran), kita gak pernah tau apakah dia masih(perjaka) atau gak. Lagian bukan suatu hal yang aneh lagi jika di zaman sekarang ini banyak cewek yang gak virgin lagi”. Benarkah jawaban atas semua itu adalah zaman semata?

Kerancuan anggapan mengenai “Feminisme” inilah yang perlu dibenahi.Anggapan yang kemudian menggeser tradisi dan budaya yang kita banggakan dengan budaya kiriman yang baru (Western).

Hal lain! Menurut pengamatan yang saya lakukan, rupanya di Indonesia, Bandung khususnya, rokok menjadi komoditas utama yang digemari wanita-wanita zaman sekarang, selain pakaian dan cemilan. Menurut sebagian diantaranya, rokok lebih bisa menenangkan pikiran, dibandingkan shopping&ngemil –ada sebagian wanita yang lari dari permasalahan dengan cara-cara ini-red.

Dan alasan lainnya, tentu saja “cowok juga ngerokok kok… kenapa kita-kita gak boleh??” Padahal tidak perlu di jelaskan lagi, semua yang saya jabarkan di atas (termasuk rokok), tak lain akan merugikan kaum wanita itu sendiri.

Sebodoh itukah wanita-wanita sekarang? “Feminisme”(radikal) telah menutup mata hati mereka untuk melihat kerugian yang mereka alami. Sebodoh itukah? Padahal banyak diantara mereka yang mengeyam pendidikan dan pengajaran.

Bukan saatnya kita berdebat apakah karena saking bodohnya mereka atau saking pintarnya. Saatnya sekarang wanita-wanita bangkit memperjuangkan Feminisme yang sebenarnya. Bagi wanita-wanita yang sudah telanjur pada kesalahan yang tidak ‘disengaja’ tadi, bangkitlah dari keterpurukan. Bagi wanita-wanita yang mampu melihat fenomena ini, bantulah untuk bangkit. Kita harus benar-benar bersatu.

O ya! Bagaimana kalau saya ajak anda-anda berpikir sebaliknya? Kalau selama ini wanita selalu saja dituntut untuk menjaga budaya ketimuran (yang semula dirasa menguntungkan kaum pria), hingga akhirnya muncul yang namanya “Feminisme”yang kemudian disalah-artikan, dan menyebabkan serba salah. Bagaimana kalau sekarang kita yang menuntut mereka-kaum pria-red- untuk tidak hanya menuntut keperawanan, tapi mereka juga harus menjaganya (keperjakaan) juga.

Kita sudah terlalu sering mengikuti mereka, bahkan membuat mereka menjadi satu acuan kesetaraan. Bagaimana kalau sekarang, mereka mengikuti kita? Harus dimengerti memang, kalau wanita perawan sekarang sangat jarang ditemui. Oleh karena itu pria sebaiknya tak usah mempermasalahkan Virginitas wanita(biarkan kaum wanita itu sendiri yang mempermasalahkan dan mencari solusi bagi dirinya). Pria sebaiknya lebih menghargai wanita, baik ia virgin (apalagi) atau tidak virgin (apa boleh buat). Toh selama ini wanita selalu menghargai pria tanpa memandang Virgin atau tidaknya.

Dan sekali lagi, jangan hanya menuntut wanita untuk menjaga kaidah-kaidah ketimuran. Pria juga wajib menjaga dong (pahala), sebagaimana kaidah-kaidah keagamaan. Selama ini wanita dituntut untuk lebih mengerti dan mau menjaga. Pria? Rasanya tidak ada tuntut yang seperti itu dalam hal ini.

Mengenai rokok? Katakan saja ”Ngertilah....hari gini gitu loh..(zaman sekarang). Kalian-pria-red- juga jangan ngerokok dong.. jangan cuma bisa ngelarang doang”. Kenapa saya katakan zaman sekarang? Zaman yang udah berubah mau gak mau harus kita terima sementara, sebelum kita benar-benar mengubahnya.

Bagaimana? Siap untuk merubahnya wanita-wanita? Memperjuangkan hak-hak wanita yang sebenarnya? Anda yang tahu jawabannya. Anda juga yang lebih tahu caranya


Read More..