Saturday, September 3, 2011

Petunjuk Nabi Dalam Menjaga Kesehatan


Terapi itu seluruhnya ada dua macam: Tindakan preventif dan perlindungan kesehatan tubuh. Baru (yang ketiga) bila tubuh menerima campuran zat berbahaya, dibutuhkan proses pengusiran zat tersebut dengan cara yang tepat. Bahkan poros dan seluruh ilmu medis terletak pada tiga formula ini.

Tindakan preventif atau pencegahan itu sendiri ada dua jenis:

Pencegahan dan hal-hal yang dapat menimbulkan sakit, atau dari hal-hal yang memperparah penyakit yang sudah ada sehingga setidaknya penyakitnya tidak bertambah. Cara pertama disebut pencegahan penyakit bagi orang sehat. Yang kedua, tindakan preventif bagi orang sakit. Kalau orang sakit mampu melakukan tindakan preventif, maka penyakitnya bisa dicegah agar tidak semakin parah sehingga Ia bisa meningkatkan stamina untuk mengusir penyakit tersebut.

Dasar amalan dan tindakan preventif itu adalah firman Allah :

"Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan kembali dan tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih)." (Al-Maidah: 6)

Di sini orang sakit dicegah menggunakan air, karena air pada kasus penyakit tertentu bisa membahayakan kesehatan tubuhnya.

Dalam Sunan Ibnu Majah dan yang lainnya disebutkan dan Ummul Mundzir binti Qais Al-Anshariyah, diriwayatkan bahwa ia menceritakan, "Rasulullah pernah menemuiku
bersama Ali. Saat itu Ali baru sembuh dari sakit, sementara kami memiliki buah kurma yang masih bergantung di tandannya. Lalu Rasulullah berdiri memetik dan memakan kurma tersebut. Ali juga ikut berdiri untuk memakannya, namun Rasulullah mencegahnya, "Engkau baru sembuh dari sakit." Akhirnya Ali mengurungkan niatnya. Segera kubuatkan bubur gandum dan rebusan sayur. Aku menghidangkannya kepada Ali. Nabi bersabda, "Kalau ini silakan disantap. Niscaya lebih berguna untukmu." Dalam lafal lain disebutkan, "Kalau ini silakan disantap, karena lebih cocok untukmu."

Sementara dalam Sunan Ibnu Majah diriwayatkan dan Shuhaib bahwa Ia menceritakan: Aku pernah menemui Nabi, dan di hadapan beliau terhidang roti dan kurma. Beliau berkata, "Ke sini mendekat, lalu makanlah." Aku pun mengambil kurma dan memakannya. Beliau bertanya, "Engkau makan kurma? Bukankah engkau sakit mata?" Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, aku sengaja mengunyah menggunakan sisi mulutku yang lain (yang tidak sejajar dengan mataku yang sakit)." Rasulullah pun tersenyum.

Dalam sebuab hadits yang terpelihara/dihapal, diriwayatkan bahwa Rasulullab bersabda:

"Sesungguhnya apabila Allah mencintai seorang hamba, Allah akan memelihara dirinya dan bahaya dunia sebagaimana salah seorang kalian memelihara orang yang sakit dan bahaya makanan dan minuman."

Dalam lafal lain disebutkan:

"Sesungguhnya Allah melindungi hamba-Nya yang beriman dari bahaya dunia."

Adapun hadits yang beredar dan mulut ke mulut di kalangan banyak orang,"Pencegahan adalah inti pengobatan, dan lambung adalah sarang penyakit, biasakanlah tubuh melakukan setiap hal yang biasa dilakukannya." Ucapan sebenarnya hanyalah kata-kata Al-Harts bin Kaladah, seorang tabib Bangsa Arab. Tidak benar penisbatan hadits itu berasal dari Rasulullah. Demikian ditegaskan oleh banyak Imam ahli hadits.

Diriwayatkan juga bahwa Nabi pernah bersabda:

"Sesungguhnya lambung itu ibarat kolam dalam tubuh. Se!uruh pembuluh darah ibarat aliran air yang bermuara kepadanya. Kalau lambung sehat, maka seluruh pembuluh darah akan sehat. Kalau lambung sakit, maka seluruh pembuluh darah juga sakit."

Al-Harts pernah juga menandaskan, "Inti pengobatan adalah pencegahan." Pencegahan atau tindakan preventif menurut para pakar medis bila dilakukan terhadap orang yang sehat sama pentingnya dengan proses menghilangkan zat berbahaya dari orang sakit atau orang yang baru sembuh dari sakit. Tindakan preventif terbaik adalah yang dilakukan terhadap orang yang baru sembuh dari sakit. Karena kondisi alamiah tubuhnya belum pulih, staminanya masih lemah, sementara tubuh secara alami menanti suntikan energi dan seluruh organ tubuh juga siap menampungnya. Adanya gangguan zat berbahaya itu akan dapat menyebabkan kambuhnya penyakit, dan itu akan lebih parah daripada ketika pertama kali penyakit itu muncul.

Harus diketahui bahwa ketika Nabi melarang Ali untuk memakan buah kurma yang masih tergantung di tandannya saat ia baru sembuh dari sakit, itu cara adaptasi terbaik. Karena kurma yang masih berada di tangkai adalah buah kurma yang biasanya sengaja digantung di rumah untuk dimakan, tak ubahnya anggur-anggur yang masih tergantung di tangkainya. Buah-buahan secara umum berbahaya bagi orang yang baru sembuh dari sakit, karena mudah terkontaminasi sementara tubuh si sakit belum mampu mencegah bahayanya. Stamina tubuh belum memungkinkan untuk itu. Tubuh masih sibuk mengusir sisa-sisa penyakit dan mengenyahkannya dari dalam tubuh. Sementara kurma basah memiliki sifat khusus semacam 'zat pemberat' bagi lambung yang menyebabkan lambung menjadi sibuk mengantisipasi dan mengatasinya sehingga tidak sempat melakukan pembersihan terhadap sisa penyakit dan berbagai efek buruknya. Sisa penyakit itu akan tetap tinggal (residue) dalam tubuh, bahkan bisa bertambah. Saat dihidangkan bubur gandum dan sayur rebus di hadapannya, Nabi memerintahkannya untuk menyantap hidangan tersebut.
Karena kedua jenis makanan itu adalah yang terbaik bagi orang yang baru sembuh dari sakit. Karena kuah dan gandum itu mengandung gizi dan unsur dingin, pelembut dan pengemulsi, di samping juga bisa meningkatkan stamina, sehingga cocok untuk orang yang baru sembuh dari sakit. Terutama sekali bila dimasak dengan rebusan sayur. Santapan yang cocok untuk orang yang berlambung lemah sehingga tidak menimbulkan serat yang berbahaya atau ampas yang dikhawatirkan.

Zaid bin Muslim menegaskan, "Umar pernah memberikari pencegahan kepada orang sakit, karena saking susahnya menahan diri dari makanan, terpaksa orang itu menghisap biji-bijian." Kesimpulannya, pencegahan itu adalah obat terbaik terhadap penyakit, bisa mencegah timbulnya penyakit atau setidaknya mencegah agar penyakit itu tidak semakin parah dan menyebar.

Di antara hal yang seyogianya diketahui bahwa banyak hal yang dilarang untuk orang sakit, orang yang baru sembuh dan sakit bahkan juga orang sehat, akan tetapi bila diri seseorang betul-betul menginginkannya, seleranya amat menuntut mendapatkannya, sebaiknya dikonsumsi saja sedikit dalam takaran yang mampu dicema dengan baik. Hal itu tidak akan berbahaya, bahkan akan berguna. Karena kondisi tubuh dan lambung akan saling terikat oleh rasa suka dan selera, keduanya akan secana kooperatif menghalau hal-hal yang dikhawatinkan bahayanya. Bisa jadi akan lebih bergurna daripada mengonsumsi obat sekalipun yang tidak disukai oleh pasien.

Oleh sebab itu Rasulullah tidak menyalahkan Shuhaib-yang saat itu sedang sakit mata-untuk menyantap sedikit kurma. Beliau menyadari bahwa sekadar itu saja tidak akan membahayakannya.

Demikian juga diriwayatkan dan Ali bahwa ia pernah menemui Rasulullah saat ia sedang sakit mata. Di hadapan beliau terhidang kurma yang sedang beliau santap.
Beliau berkata, "Ali, kamu suka ini?" Beliau melemparkan sebutin kurma kepada Ali. Kemudian beliau melemparnya lagi, demikian seterusnya hingga tujuh butir, setelah itu beliau bersabda, "Itu saja untukmu, Ali".

Hal senada juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunan-nya dan hadits Ikrimah, dan lbnu Abbas bahwa Nabi pernah menjenguk orang sakit dan bertanya kepadanya, "Apa yang engkau inginkan?" Orang itu menjawab, "Aku suka roti gandum." Dalam lafal lain, "Aku suka makan kue ka'a." Rasulullah lalu memerintahkan kepada orang yang memiliki roti untuk memberikannya kepada saudaranya itu, kemudian beliau bersabda, "Jika salah seorang di antara kalian sakit dan ingin menyantap suatu jenis makanan, hendaknya diberikan kepadanya."

Hadits ini mengandung rahasia medis yang amat lembut. Karena, kalau si pasien menyantap makanan yang diinginkannya secara normal dan alami, namun makanan itu
mengandung bahaya tertentu bagi dirinya, makanan itu akan tetap berguna baginya atau setidaknya akan lebih sedikit bahayanya ketimbang makanan yang tidak disukainya, meskipun pada hakikatnya mengandung manfaat bagi tubuhnya. Kecenderungan seleranya yang sesuai dengan makanan itu dan tuntutan tubuhnya secara alamiah yang sesuai dengan makanan tersebut, akan bisa menepis bahaya. Sebaliknya kecenderungan selera yang tidak sesuai terhadap suatu makanan meskipun makanan tersebut bergizi seringkali menimbulkan bahaya. Kesimpulannya, makanan yang lezat dan sesuai selera serta dapat diterima oleh diri seseorang, lalu dicerna dengan cara terbaik, terutama sekali ketika muncul selera terhadap makanan itu dengan keinginan yang murni dan kekuatan tubuh yang sehat. Wallahu a'lam.

No comments:

Post a Comment