Monday, June 1, 2009

The Secret, Sebuah Pendalaman ataukah Pendangkalan?


Saya tidak tahu apakah tulisan saya ini termasuk basi atau tidak, karena hiruk pikuk bahasan tentang the secret saat ini sudah mulai agak surut. Booming the secret sendiri sudah terjadi kira-kira dua atau tiga bulan yang lalu. Tapi, ah saya tidak peduli. Saya hanya ingin berbagi perspektif saya pribadi atas teori law of attraction tersebut. Saya juga tidak ingin berbicara tetang benar atau salah. Karena saya yakin kita sudah mampu mencernanya dalam hati nurani masing-masing. Okey, mari kita mulai.

Membaca buku the secret rasanya seperti kembali membaca diri saya sendiri beberapa waktu yang lalu. Saat saya masih kuliah dulu, meskipun tidak persis berada pada sudut pandang yang sama dengan Rhonda Byrne, saya menganggap bahwa diri pribadi saya berperan sangat penting pada setiap langkah dalam hidup ini. Saya adalah penguasa kehidupan saya di dunia. Sedangkan Allah saya letakkan pada barisan terakhir penentu nasib. Saat itu saya sangat yakin bahwa apabila saya selalu mengafirmasi diri melalui pikiran ataupun tulisan maka keinginan saya pasti akan terwujud. Hanya tinggal menunggu waktu saja.

Akan tetapi seiring dengan perjalanan waktu, prinsip tersebut juga ikut berubah. Bagi saya selalu ada Allah di balik apapun yang terjadi di alam semesta ini. Dalam lauhil mahfudz sudah tertulis semua perjalanan hidup setiap manusia. Saya haya tinggal menjalaninya saja. Tidak lebih dari itu.

Membaca buku the secret terasa seperti membaca pikiran manusia yang sangat rasional. Logika-logika yang diketengahkan juga disertai dengan argumen yang rasa-rasanya sulit untuk dibantah. Namun rasa yang berbeda muncul saat saya membaca the alchemist-nya Paulo Coelho. Meskipun sama-sama berbicara tentang semesta yang akan membantu mewujudkan keinginan kita, namun sense yang muncul dari the alchemist jauh lebih lembut. Jauh lebih spiritual. Rasanya the alchemist seperti berasal dari hati, sedangkan the secret berasal dari otak.

Sebenarnya the secret juga mengakui kekuatan yang tak kasat mata. Rhonda mengajak pembacanya untuk mengimani dan meyakini kekuatan yang maha hebat diluar dimensi manusia. Kekuatan itu dia definisikan sebagai kekuatan semesta yang bernama hukum tarik menarik.

Selain tentang iman dan yakin, beberapa hal lain dari the secret yang saya kagumi adalah ajakan untuk selalu berpikir positif, optimis, selalu membangun perasaan baik, segera bertindak untuk mewujudkan, bersyukur dan menghargai atas apa yang kita miliki saat ini, dan selalu berterimakasih. Dua hal terakhir inilah yang menurut
saya menjadi sisi spiritual dari the secret meskipun bahasa yang digunakan juga sangat rasional.

Saya jadi ingat firman Allah dalam QS Ibrahim ayat 7 yang menyatakan bahwa "sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". Bersyukur, sebuah kata yang sangat indah menurut saya. Konsep syukur ini kemudian diaplikasikan dengan selalu mengucap terimakasih dalam kondisi apapun dalam setiap kejadian keseharian di kehidupan kita.

Syukur dan terimakasih inilah yang seringkali terlupakan oleh mayoritas dari kita. Padahala apabila dua hal ini "diugemi" dan dijadikan sebagai panduan hidup, sungguh hasilnya akan menjadi sangat hebat. Tidak ada lagi intrik yang muncul akibat ego masing-masing. Yang ada hanya rasa optimis dan pikiran positif. Tidak akan ada lagi terminologi musuh ataupun pesaing. Yang ada hanya kawan dan partner. Mengasyikkan rasanya apabila hidup dalam dunia seperti itu.

Satu hal dari the secret yang tak kalah menarik adalah pemahaman bahwa tidak ada papan tulis di langit yang ditulis oleh Tuhan mengenai maksud dan tujuan hidup kita. Menurut Rhonda, akal atau pikiran kita sendirilah yang membentuk semesta. Tidak ada campur tangan siapapun atau apapun dalam perjalanan hidup manusia. Kita adalah penguasa kehidupan kita sendiri, kata Rhonda.

Secara eksplisit terlihat bahwa the secret tidak mengakui adanya takdir. Padahal beberapa tahun terakhir ini masyarakat barat melalui film-filmnya sudah banyak yang mulai memahami bahwa tidak ada yang kebetulan di semesta ini. Ada grand design yang melatarbelakangi segala kejadian di dunia. Grand design itulah yang mereka sebut
sebagai destiny. Takdir. Bahkan as sekop, dalam buku miteri soliter, mengatakan bahwa yang mengetahui takdirnya harus menjalaninya.

Dalam pemahaman saya, memang semuanya akan selalu bermuara kepada diri sendiri. Apapun yang kita cari, jawabannya ada di hati dan diri kita. Dalam bahasa salah seorang kenalan, kambing hitam tidak berada di mana-mana tetapi ada di diri sendiri. Namun tidak berarti bahwa manusia kemudian merasa sombong dan mengatakan bahwa "saya yang menciptakan semesta, sehingga semesta ini milik saya, dan hanya saya yang berhak untuk mengaturnya".

Dalam keyakinan yang saya anut, wajib hukumnya untuk meyakini dan mengimani enam hal yang salah satunya adalah percaya pada qadha dan qadar. Percaya pada ketentuan Allah yang sudah tertulis bahkan sebelum kita diciptakan ke dunia. Keyakinan tersebut mengkristal dalam konsep "la haula wala quwwata illa billah". Tiada daya dan tiada upaya kecuali hanya milik Allah.

Seakan-akan manusia memang memiliki free will untuk memilih. Namun pada hakikatnya sama sekali manusia tidak memiliki kemampuan untuk berbuat apapun. Segala sesuatu terjadi atas izin Allah. Pada hakikatnya manusia dan semesta ini sesungguhnya tidak ada, yang ada hanya Allah.

Pada posisi manakah the secret berada? Saya yakin bahwa sebenarnya
Rhonda dan rekan-rekannya yang memunculkan konsep the secret adalah para filosof yang telah mengalami begitu banyak hal di dalam kehidupannya. Saya juga yakin sesungguhnya mereka adalah para spiritualis dan shaman yang dalam proses perjalanan dan pencariannya telah menemukan sangat banyak hal. Namun apabila kesimpulan yang
mereka ambil adalah tidak ada papan tulis kehidupan di langit yang ditulis oleh Tuhan mengenai maksud dan tujuan hidup kita, apakah merupakan sebuah penggalian yang lebih dalam? Ataukah malah sebuah pendangkalan?

Mari kita tanyakan jawabannya kepada hati nurani kita masing-masing.

Banyuwangi, 16 Desember 2007
Aziz Fajar Ariwibowo

No comments:

Post a Comment