Tuesday, April 14, 2009

Menghadap dan Membelakangi Kiblat Ketika Buang Hajat

Pendapat pertama menyatakan keharamannya, baik dilakukan di dalam bangunan (wc) ataupun di luar bangunan, berdasarkan hadits dari Abu Hurairoh dari Nabi shalallahu alaihi wa salam, beliau bersabda,

“Apabila salah seorang dari kalian duduk untuk buang hajat, maka janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya.” (HR. Ahmad dan Muslim)

Begitu pula hadits dari Abu Ayyub Al-Anshari dari Nabi, beliau bersabda,

“Apabila kalian datang ke tempat buang hajat, maka janganlah kalian menghadap atau membelakangi kiblat ketika buang hajat besar atau kecil, tetapi menghadaplah ke Timur atau ke Barat.” Abu Ayyub berkata, “(ketika) kami sampai di Syam lalu kami mendapati wc-wc disana dibangun dengan posisi menghadap Ka’bah, maka kamipun menyerongkan posisi duduk dan kami pun beristighfar (mohon ampun) kepada Allah.” (Muttafaq ‘Alaih)...


Muslim meriwayatkan dari Salman, dia berkata,

“Rasulullah sungguh-sungguh telah melarang kami menghadap kiblat ketika buang hajat besar atau kecil.”

Pendapat kedua menyatakan bahwa harus dibedakan antara buang hajat di dalam bangunan (wc) dengan di tempat terbuka. Diharamkan menghadap atau membelakangi kiblat ketika buang hajat di tempat terbuka dan dibolehkan ketika berada di dalam bangunan (wc) berdasarkan hadits-hadits berikut.

Hadits dari Ibnu Umar, dia berkata,

“Pada suatu hari aku naik keatas rumah Hafshah lalu terlihat olehku Rasulullah sedang buang hajat dengan menghadap ke syam dan membelakangi Ka’bah.” (HR. Jama’ah)

Hadits dari Jabir bin Abdullah, dia berkata,

“Rasulullah telah melarang buang air kecil menghadap kiblat, akan tetapi setahun sebelum beliau wafat aku melihat beliau buang air kecil menghadap kiblat.” (HR. lima kecuali Nasa’i)

Dan Hadits dari ‘Aisyah -radhiyallahu’anha-, dia berkata: “Disampaikan dihadapan Rasulullah bahwa ada sebagian orang sahabat tidak suka menghadapkan kemaluan mereka ke arah kiblat, maka beliau bersabda,

‘Atau benar-benar mereka telah melakukan hal itu. Maka ubahlah tempat dudukku (di wc) dengan menghadap kiblat.’” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

Begitu pula hadits dari Marwan Al-Ashfar, dia berkata, “Aku melihat Ibnu Umar menderumkan (mendudukkan) untanya menghadap kiblat lalu beliau buang air kecil sedang beliau juga menghadap kiblat, maka aku bertanya, “Wahai Abu Abdurrahman, bukankah Rasulullah telah melarang hal itu? ’Beliau menjawab, Memang betul, tetapi beliau melarang hal itu (dilakukan) di tanah yang lapang. Kalau diantara kamu dan kiblat itu ada sesuatu yang menutupimu, maka tidak mengapa.” (HR. Abu Daud)

Adapun pendapat yang rajih (benar) menurut saya (Syaikh Abdul Aziz Al-Muhammad As-Salman) adalah mengamalkan hadits Abu Ayyub karena itu yang lebih berhati-hati, yaitu menghadap atau membelakangi kiblat ketika buang hajat besar atau kecil di dalam bangunan atau di luar bangunan (tempat terbuka) adalah haram.

[Pendapat ini juga telah dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ibnu Al-Qoyyim menjelaskan bahwa apa yang dilakukan oleh Rasulullah (buang hajat dengan menghadap kiblat) adalah merupakan kekhususan beliau. Di samping itu, ada kaidah yang berbunyi “apabila bertentangan antara ucapan Nabi dengan perbuatan beliau, maka yang didahulukan adalah ucapannya.” Contoh yang lain adalah beliau membatasi umatnya menikah tidak boleh lebih dari empat (yaitu lewat ucapannya), padahal beliau sendiri menikah dengan sembilan wanita (dan ini adalah perbuatannya), maka yang didahulukan adalah ucapannya].

Diambil dari: Majalah Fatawa Volume 04/I/1423 H - 2003 M

No comments:

Post a Comment