Thursday, June 7, 2012

istri-suami pakaian bagi mereka

Istri merupakan pakaian untuk suaminya. Suami merupakan pakaian untuk istrinya. Begitukah? Ya, begitulah adanya! Allah menciptakan manusia dari seorang laki-laki dan perempuan (Q.S. 49: 13) agar saling mengenal dan akhirnya saling membantu serta saling melengkapi. Mari kita simak firman Allah berikut ini:
“… Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka…” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 187)

Dalam ajaran Islam, pakaian bukan semata-mata masalah budaya dan mode. Islam menetapkan batasan-batasan tertentu untuklaki-laki maupun perempuan. Adapun berdasarkan firman Allah di dalam Al-Qur’an Surat An-Nahl [16]: 81 dan Surat Al-A’raf [7]: 26-, pakaian itu mempunyai tiga fungsi utama yaitu:

1. Sebagai penutup aurat.
2. Sebagai perhiasan. Maksudnya adalah sebagai perhiasan untuk memperindah penampilan di hadapan Allah dan sesama manusia. Sebagai perhiasan, seseorang bebas merancang dan membuat bentuk atau mode serta warna pakaian yang dianggap indah, menarik, serta menyenangkan, selama tidak melanggar batas-batas yang telah ditentukan.
3. Sebagai pelindung tubuh dari hal-hal yang merusak, seperti panas, dingin, angin kencang, sengatan matahari dan sebagainya.

Jika demikian, ketika seorang istri dikatakan sebagai pakaian untuk suaminya, dan seorang suami merupakan pakaian untuk istrinya, maka:

1. Seorang istri harus mampu menjaga kehormatan suaminya, menutupi aibnya, merahasiakan kelemahannya agar dihormati oleh orang lain. Cukuplah ia yang mengetahui kekurangan apa pun yang ada pada diri suaminya. Begitupun seorang suami terhadap istrinya harus mampu melakukan hal yang sama. Mengapa harus demikian? Ada peribahasa mengatakan “Bagai menepuk air di dulang, menciprat ke wajah pula”. Menjelek-jelekkan suami atau istri di hadapan orang lain, akibatnya akan mengenai diri sendiri pula. Ia sendiri yang akan merasakan malunya. Menghinakan suami atau istri di hadapan orang lain, maka diri sendirilah yang akan dipandang sebelah mata (hina) di hadapan orang-orang itu.
2. Seorang istri harus menjadi pelengkap untuk suaminya, menjadikannya tampak memesona, indah, sempurna. Begitupun seorang suami harus menjadi pelengkap untuk istrinya, menjadikannya tampak memesona, indah, sempurna. Istri harus tampak menawan di mata suaminya. Suami harus menawan bagi istrinya. Kehidupan suami-istri harus menjadi pemandangan indah buat orang-orang sekitarnya, mampu menjadi motivasi untuk membangun keluarga sakinah yang penuh mawaddah dan rahmah.
3. Seorang suami harus menjadi benteng untuk istrinya, sebesar apa pun ancaman yang datang dari luar yang akan membahayakan istrinya, maka suami harus menjadi pelindungnya. Tidak boleh ada seorang pun yang mengganggu istrinya. Begitupun seorang istri harus menjadi benteng buat suaminya. Jangan sampai suaminya terserang penyakit manusiawi yang menggerogoti kehidupannya. Sumai dan istri harus saling menjaga, baik lahir maupun batin.

Itulah salah satu tujuan dua insan melakukan pernikahan, untuk menciptakan ketenangan, keamanan, dan kedamaian lahir maupun batin.
- Sebagaimana salah satu fungsi dari pakaian adalah menutup aurat dan menjaga harga diri manusia, maka suami istri juga harus demikian, satu sama lain harus saling menutupi aib dari pasangannya dan menjaga harga diri satu sama lain.
- Sebagaimana antara manusia dan pakaiannya tidak ada pemisah, begitu juga suami istri hubungan satu sama lain harus erat dan tidak ada orang asing yang ikut campur dalam urusannya.
- Biasanya seseorang menggunakan pakaian sesuai dengan musim atau udara yang ia rasakan, ketika hawa panas manusia akan memakai baju yang agak tipis tapi kalau udara dingin, mereka akan menggunakan pakaian yang tebal. Begitu juga dengan hubungan suami istri, ketika suami dalam keadaan marah maka istri harus menghadapinya dengan lemah lembut, dan ketika istri dalam keadaan capek maka suami harus mengobati rasa capeknya.
- Pakaian dapat menjaga manusia dari panas dan dingin, begitu juga sebaliknya manusia menjaga bajunya agar tidak kotor atau robek. Maka suami istri juga harus menjaga satu sama lain.
- Sebagaimana pakaian dapat menghangatkan tubuh manusia, maka suami harus bisa memberi kehangatan pada keluarganya dan menjauhkan dari sifat dingin dan acuh tak acuh.
- Sebagaimana pakaian dianggap sebagai perhiasan maka suami istri harus menjadi perhiasan bagi yang lainnya.
- Sebagaimana manusia memilih baju dalam berpakaian, maka begitu juga suami istri harus mereka sendiri memilih istri atau suami.
- Manusia ketika memilih pakaian biasanya yang sesuai dengan dirinya dan menurut ukurannya sendiri, begitu ketika mencari istri atau suami harus yang sesuai dengan mereka masing-masing.

“Ketika seorang istri mencuci pakaian suaminya, maka Allah menentukan 1000 kebaikan untuknya, mengampuni 2000 kesalahannya, dan dimohonkan ampun oleh semua mahluk yang disinari matahari, serta ditingkatkan derajatnya 1000 tingkat.” (HR. Abu Mansur dalam musnad Firdaus)

Begitu luar bisanya balasan Sang Khalik untuk istri-istri yang selalu berbakti pada suami, karena itu memang bukan hal yang mudah. Apalagi di zaman modern ini, tidak jarang para istri berani membantah suami dengan segudang alasan rasional dan kesibukannya. Kondisi dan posisi istri yang terkadang tanpa sadar menjadi penyebab sifat  ini. Tidak bisa dipungkiri, dengan sifat keakuan istri dan ingin menang sendiri karena merasa telah mampu mendapatkan penghasilan sendiri menjadi pemicu para suami merasa tidak dihargai. Ini justru akan mendatangkan konflik rumah tangga.
Pemikiran masyarakat kita yang masih berpegang pada budaya patriarki (pria harus memiliki status lebih unggul dari wanita), meskipun persamaan derajat pria-wanita telah lama diakui mendorong suami berfikir bahwa status sebagai pencari nafkah lebih tinggi. Sebut saja Pak  Kasmuri, yang harus merasa tertekan dan tidak berhasil menjadi tulang punggung keluarga. Suami yang hanya seorang  Petani ini harus menghidupi kedelapan anaknya. Dengan kedaan ini, sang Istri Ibu Sumilah harus membanting tulang ikut membantu Suaminya untuk mencari nafkah.  akan tetapi, pemikiran ibu Sumilah sangat berbeda. Dia menganggap kerja kerasnya bukan karena membantu suaminya, melainkan tuntutan yang harus dilakukan untuk bertahan hidup, dan memang penghasilannya cukup besar melebihi Pak Kasmuri. Perasaan rendah diri atau minder Pak Kasmuri semakin menjadi, apalagi karena sikap istrinya yang mulai berubah berani, seperti menyindir bahkan memerintah dengan kasar yang mengiris perih hatinya.
Mungkin Pak Kasmuri tidak sendiri, kekhawatiran akan kehilangan posisi kepala rumah tangga yang dihormati karena  pasti muncul di kepala para suami. Hal ini dapat dihindari dengan menggeser pemikiran kita. Semua berawal dari diri individu masing-masing. Istri yang menurut hadist merupakan tulang yang bengkok dan perlu diluruskan memang benar, karena tanpa disadari atau dipungkiri setelah mendapatkan suatu status dan pengakuan dari masyarakat akan menambah rasa percaya dirinya sampai melampaui batas yang tidak sewajarnya. Itu sebuah kecenderungan, ditambah sekarang tidak sedikit para istri yang telah sukses secara tidak sadar melalaikan kewajibannya. Seorang suamipun demikian, syukurilah apa rezki yang dibawa istri, bukan malah dibenci atau dimaki-maki. Kemungkinan ketakutan suami tidak dianggap atau dihormati sebagai kepala rumah tangga hanya kecemasan suami, hanya ada di pikiran suami. Untuk menghindari konflik yang akan timbul akibat overlapping status ini adalah komunikasi, dan terus menyesuaikan diri dengan posisi individu masing-masing dalam tiap rumah tangga yang dibangun. Itu menjadi fondasi dan anggaran dasar yang ditetapkan dalam musyawarah keluarga.
Menjadi sosok yang melindungi, memimpin, dan menjadi tulang punggung keluarga adalah impian semua suami yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, karir istri diniatkan untuk membantu suami, tetapi  tanggung jawab seorang istri tetap mengurus rumah tangga dengan baik dan penuh cinta. Hindari menuntut suami dengan tuntutan yang melampaui batas kemampuannya, karena Rasul bersabda :
“seorang istri yang memaksa suaminya, menjadi sedih akibat urusan nafkah atau membebaninya di luar kemampuan suami, maka Allah tidak menerima kesetiaan dan keadilannya.”

No comments:

Post a Comment