Tuesday, April 9, 2013

Kisah Penuh Hikmah dari Penjaga Kebun Delima

Dikisahkan, ada seorang mantan budak kurus yang dimerdekakan oleh tuannya. Namanya Mubarak. Setelah merdeka, dia bekerja pada seorang pemiliki kebun sebagai buruh. Suatu hari, sang tuan mengunjungi kebunnya bersama dengan beberapa sahabtnya. Dipanggillah Mubarak, "petikkan kami beberapa buah delima yang manis!," pintanya.

Bergegaslah Mubarak melaksanakan perintah sang tuan. Dia memetik beberapa buah delima dan diserahkannya kepada sang majikan dan beberapa sahabatnya tadi.

Namun, ketika majikannya mencicipi delima yang dipetik Mubarak, tak satupun ada yang manis. Semuanya masam. Sang majikan marah dan menanyai mubarak, "apa kamu tak bisa membedakan delima yang manis dan yang masam?"

"Selama ini Anda tak pernah mengizinkan saya makan barang sebuahpun, bagaimana saya bisa membedakan yang delima yang manis dan yang masam?," jawab Mubarak.

Sang tuan merasa kaget dan tak percaya, bertahun-tahun bekerja di kebun itu, tapi Mubarak tak pernah makan satu buahpun. Maka ia menanyakan hal itu kepada tetangga-tetanggany a. Mereka semua menjawab, Mubarak tak pernah makan delima barang sebuahpun.

Singkat cerita, selang beberapa hari, sang tuan datang menemui Mubarak untuk dimintai pendapatnya. "Aku hanya punya seorang anak perempuan, dengan siapa aku harus menikahkannya? "

Orang Yahudi menikahkan karena kekayaan . . . Orang Nashrani menikahkan karena ketampanan . . .

Mubarak menjawab dengan tenang, "tuan, orang Yahudi menikahkan karena kekayaan, orang Nashrani menikahkan karena ketampanan, orang Jahiliyah menikahkan karena nasab kebangsawanan, sedangkan orang Islam menikahkan karena ketakwaan. Tuan termasuk golongan mana silahkan tuan menikahkan putri tuan dengan cara mereka!"

Orang Jahiliyah menikahkan karena nasab kebangsawanan . . . Sedangkan orang Islam menikahkan karena ketakwaan.

Pemilik kebun itu berkata, "demi Allah, aku hanya akan menikahkan putriku atas dasar ketakwaan. Dan aku tidak mendapati laki-laki yang lebih bertakwa kepada Allah melebihi dirimu. Maka aku akan menikahkan putriku denganmu."

Subahanallah, Mubarak menjaga dirinya dari makan buah delima di kebun yang dia bekerja di sana karena belum pernah diizinkan oleh pemiliknya, namun akhirnya Allah anugerahkan kebun itu beserta pemiliknya kepadanya. Balasan memang sesuai dengan amal. Barangsiapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik.

Subahanallah, Mubarak menjaga dirinya dari makan buah delima di kebun yang dia bekerja di sana karena belum pernah diizinkan oleh pemiliknya, namun akhirnya Allah anugerahkan kebun itu beserta pemiliknya kepadanya.

Seorang Arab Badui menceritakan, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah memegang tanganku kamudian mengajariku sebagian yang telah Allah ajarkan padanya. Beliau bersabda,
"Sesunguhnya, tidaklah engkau meninggalkan sesuatu karena rasa takut kepada Allah 'Azza wa Jalla melainkan Allah akan memberikan kepadamu yang lebih baik darinya. " (HR. Ahmad)

Maka dari rumah tangga yang dibina Mubarak atas dasar ketakwaan tadi, lahirlah seorang syaikhul Islam, ulama besar, muhaddits ternama, mujahid yang pemberani, seorang kaya yang dermawan; Abdullah Ibnul Mubarak rahimahullah. (PurWD/voa-islam)

Read More..

BERJALAN DENGAN KEONG

Tuhan memberiku sebuah tugas, yaitu membawa keong jalan-jalan.
Aku tak dapat jalan terlalu cepat, keong sudah berusaha keras merangkak. Setiap kali hanya beralih sedemikian sedikit. Aku mendesak, menghardik, memarahinya, Keong memandangku dengan pandangan meminta-maaf, serasa berkata : "aku sudah berusaha dengan segenap tenaga !"

Aku menariknya, menyeret, bahkan menendangnya, keong terluka. Ia mengucurkan keringat, nafas tersengal-sengal, merangkak ke depan. Sungguh aneh, mengapa Tuhan memintaku mengajak seekor keong berjalan-jalan. Ya Tuhan! Mengapa ? Langit sunyi-senyap. Biarkan saja keong merangkak didepan, aku kesal dibelakang. Pelankan langkah, tenangkan hati....

Oh? Tiba-tiba tercium aroma bunga, ternyata ini adalah sebuah taman bunga. Aku rasakan hembusan sepoi angin, ternyata angin malam demikian lembut. Ada lagi! Aku dengar suara kicau burung, suara dengung cacing. Aku lihat langit penuh bintang cemerlang.
Oh? Mengapa dulu tidak rasakan semua ini ? Barulah aku teringat, Mungkin aku telah salah menduga!

Ternyata Tuhan meminta keong menuntunku jalan-jalan sehingga aku dapat mamahami dan merasakan keindahan taman ini yang tak pernah kualami kalo aku berjalan sendiri dengan cepatnya. "He's here and with me for a reason" Saat bertemu dengan orang yang benar-benar engkau kasihi, Haruslah berusaha memperoleh kesempatan untuk bersamanya seumur hidupmu. Karena ketika dia telah pergi, segalanya telah terlambat.

Saat bertemu teman yang dapat dipercaya, rukunlah bersamanya. Karena seumur hidup manusia, teman sejati tak mudah ditemukan.
Saat bertemu penolongmu, Ingat untuk bersyukur padanya. Karena ialah yang mengubah hidupmu

Saat bertemu orang yang pernah kau cintai, Ingatlah dengan tersenyum untuk berterima-kasih. Karena ia lah orang yang membuatmu lebih mengerti tentang kasih.

Saat bertemu orang yang pernah kau benci, Sapalah dengan tersenyum. Karena ia membuatmu semakin teguh / kuat.

Saat bertemu orang yang pernah mengkhianatimu, Baik-baiklah berbincanglah dengannya. Karena jika bukan karena dia, hari ini engkau tak memahami dunia ini.

Saat bertemu orang yang pernah diam-diam kau cintai, Berkatilah dia. Karena saat kau mencintainya, bukankah berharap ia bahagia ?

Saat bertemu orang yang tergesa-gesa meninggalkanmu, Berterima-kasihlah bahwa ia pernah ada dalam hidupmu.
Karena ia adalah bagian dari nostalgiamu

Saat bertemu orang yang pernah salah-paham padamu, Gunakan saat tersebut untuk menjelaskannaya. Karena engkau mungkin hanya punya satu kesempatan itu saja untuk menjelaskan

Saat bertemu orang yang saat ini menemanimu seumur hidup, Berterima-kasihlah sepenuhnya bahwa ia mencintaimu.
Karena saat ini kalian mendapatkan kebahagiaan dan cinta sejati..

Dan selalu bersyukur .....atas apa yang kau rasakan....! Sudah kah ?....


Read More..

Mengobati Luka Dihati

Ya Allah, mengapa Engkau ambil dia dariku? Apa yang harus saya lakukan? Begitulah jeritan hati tema diskusi saya pada acara on air di Radio Bahana FM Jakarta Rabu Malam kemaren. Mengapa kehilangan dapat menyebabkan penderitaan pada diri kita? Ada apa dengan kehilangan itu sendiri?

Pada dasarnya keterikatan kita pada apa dan siapa yang hilang menentukan tentukan kualitas kedukaan. Semakin kita terikat kita pada diri seseorang atau sesuatu maka semakin perihnya kehilangan. Lantas apakah kita terikat dengan seseorang atau sesuatu itu salah? Tentu saja tidak salah! Sejak kita lahir, kita tergantung dan terikat oleh sosok ibu. Kita mulai beranjak dewasa, kita membutuhkan keberadaan orang lain untuk bersosialisasi. Tidak ada didalam hidup ini yang kita bisa mengerjakan semuanya dengan sendiri, kita membutuhkan orang lain. Termasuk kita butuh untuk dicintai oleh orang lain.

Kebutuhan itulah yang membuat kita menjadi terikat pada orang lain. Anak-anak muda bahkan sengaja mengikat dirinya dengan teman-temannya agar eksistensi dirinya diakui. Di Jepang bahkan ada seorang kakek rela masuk penjara hanya untuk mencari teman ngobrol. Hal itu karena kebosanan yang luar biasa dan rasa kesepian yang ada pada dirinya. Ya, daripada bengong dirumah sendiri, kan mendingan ada teman ngobrol sekalipun itu dipenjara. begitulah pikir sang kakek.

Disatu sisi kita memang membutuhkan keterikatan tetapi disisi lain keterikatan itu menyebabkan luka dihati kita karena rasa kehilangan. faktor keterikatan dan ketergantungan itulah yang mempengaruhi proses luka atau penderitaan yang kita rasakan termasuk penyembuhannya itu sendiri. Lantas bagaimana caranya kita mengobati atau menyembuhkan luka dihati?

Cara mengobatinya adalah Tawakal kepada Allah. Pahami semua yang kita anggap milik kita sebenarnya milik Allah. Apa yang melekat pada diri kita semuanya milik Allah Subhanahu Wa Ta'ala. Tawakal merupakan puncak qanaah dan pasrah bukan hanya menerima atas pemberian Allah dan ridha atas ketetapanNya namun juga yakin akan semua yang kita miliki termasuk hidup kita adalah amanah dari Allah. Bila yang Maha Pemilik Sejati memintanya kembali, kita pun ikhlas menerima sebab kita tidak memiliki apa-apa dan kita tidak dimiliki siapa-siapa melainkan Allah Semata. Itulah cara mengobati luka dihati.

Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah, Tuhanku dan Tuhanmu. Tidak ada satu binatang melatapun melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Tuhanku diatas jalan yang lurus. (QS. Hud : 56).

Wassalam,
agussyafii

Read More..

Berdoalah Untuk Kedua Orang Tua

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Teman Yang Berbahagia..

Apa kabar dihari yang indah ini? semoga anda dan keluarga dalam lindungan Allah Subhanahu Wa Ta'ala

Pada saat ini saya ingin mengingatkan, sudahkah kita berdoa untuk kedua orang tua kita? Kalau kedua orang tua kita bangun dikeheningan malam untuk memanjatkan doa merupakan hadiah yang terindah untuk kita sebagai putranya, tidakkah kita merasa malu bila tidak menyebut nama kedua orang tua kita dalam bisik lirih dengan khusyuk dihadapanNya?

Kalaulah selama ini ini doa untuk beliau, kita ucapkan diakhir permohonan, sekarang saatnya untuk menyebut nama kedua orang tua diawal kata penuh pengharapan, memohon ampunan kepada Allah untuk beliau.

Bila beliau telah tiada jadikanlah ketiadaan beliau bukan sebagai akhir bakti kita sebagai anaknya. Jadikan ketakbersamaan itu sebagai awal kita agar hati kita selalu berbisik, memohon ampun untuk beliau. agar bibir kita elephantiases bergerak memohon rahmat bagi beliau, agar mata ini selalu basah disaat jutaan manusia tengah terlelap dalam kelam, demi memohon surga untuk beliau yaitu kedua orang tua kita.

Allahuma firli wa liwaalidayya warhamhumaa kama robbayaanii shoghiro artinya Ya Allah ampunilah dosa2 kami dan dosa kedua kedua orang tua kami, sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi kami diwaktu kecil.

Wassalam,
agussyafii

Read More..

Bercermin pada Aib Sendiri

“Seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya. Apabila melihat aib padanya, dia segera memperbaikinya.” (Al-Bukhari)

Indahnya nikmat keimanan. Hati yang semula gelap menjadi terang. Bahaya dan penyakit di sekitar diri yang sebelumnya tertutupi, bisa terlihat jelas. Kian tampak mana yang baik, dan yang buruk. Dalam hal apa pun. Termasuk, dalam pergaulan dan persaudaraan Islam.

Tak ada manusia yang serba sempurna

Saat ini tak ada manusia yang sempurna dalam segala hal. Selalu saja ada kekurangan. Boleh jadi ada yang bagus dalam rupa, tapi ada kekurangan dalam gaya bicara. Bagus dalam penguasaan ilmu, tapi tidak mampu menguasai emosi kalau ada singgungan. Kuat di satu sisi, tapi rentan di sudut yang lain.

Dari situlah seorang mukmin mesti cermat mengukur timbangan penilaian terhadap seseorang. Apa kekurangan dan kesalahannya. Kenapa bisa begitu. Dan seterusnya. Seperti apa pun orang yang sedang dinilai, keadilan tak boleh dilupakan. Walaupun terhadap orang yang tidak disukai. Yakinlah kalau di balik keburukan sifat seorang mukmin, pasti ada kebaikan di sisi yang lain. Tidak boleh main ‘pukul rata’: “Ah, orang seperti itu memang tidak pernah baik!”

Allah swt. meminta orang-orang beriman agar senantiasa bersikap adil. Firman-Nya dalam surah Al-Maidah ayat 8, “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah; menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Dari timbangan yang adil itulah, penilaian jadi proporsional. Tidak serta-merta mencap bahwa orang itu pasti salah. Mungkin, ada sebab yang membuat ia lalai, lengah, dan kehilangan kendali. Bahkan boleh jadi, jika pada posisi dan situasi yang sama, kita pun tidak lebih bagus dari orang yang kita nilai.

Kekurangan diri seorang mukmin merupakan ujian mukmin yang lain

Sesama mukmin seperti satu tubuh. Ada keterkaitan yang begitu kuat. Sakit di salah satu bagian tubuh, berarti sakit pula di bagian yang lain. Cela pada diri seorang mukmin, berarti cela pula buat mukmin yang lain.

Setidaknya, ada dua ujian buat seorang mukmin ketika saudaranya tersangkut aib. Pertama, kesabaran untuk menanggung keburukan secara bersama. Siapa lagi yang layak memberi kritik dan arahan kalau bukan saudara sesama mukmin. Karena dialah yang lebih paham seperti apa daya tahan keimanan saudaranya sesama mukmin. Sabar untuk senantiasa menegur, mendekati, dan memberi solusi.

Kedua, kesabaran untuk tidak mengabarkan keburukan saudaranya kepada orang lain. Ini memang sulit. Karena lidah kerap usil. Selalu saja tergelitik untuk menyampaikan isu-isu baru yang menarik. Tapi sayangnya, sesuatu yang menarik buat orang lain kadang buruk buat objek yang dibicarakan. Di situlah ujian seorang mukmin untuk mampu memilih dan memilah. Mana yang perlu dikabarkan, dan mana yang tidak.

Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang suka mendengar-dengar berita rahasia orang lain.” (Al-Bukhari)

Tataplah kekurangan diri sebelum menilai kekurangan orang lain

Ego manusia selalu mengatakan kalau ‘sayalah yang selalu baik. Dan yang lain buruk’. Dominasi ego seperti inilah yang kerap membuat timbangan penilaian jadi tidak adil. Kesalahan dan kekurangan orang lain begitu jelas, tapi kekurangan diri tak pernah terlihat. Padahal, kalau saja bukan karena anugerah Allah berupa tertutupnya aib diri, tentu orang lain pun akan secara jelas menemukan aib kita.

Sebelum memberi reaksi terhadap aib orang lain, lihatlah secara jernih seperti apa mutu diri sendiri. Lebih baikkah? Atau, jangan-jangan lebih buruk. Dari situlah ucapan syukur dan istighfar mengalir dari hati yang paling dalam. Syukur kalau diri ternyata lebih baik. Dan istighfar jika terlihat bahwa diri sendiri lebih buruk.

Tatap aib saudara mukmin lain dengan pandangan baik sangka. Mungkin ia terpaksa. Mungkin itulah pilihan buruk dari sekian yang terburuk. Mungkin langkah dia jauh lebih baik dari kita, jika berada pada situasi dan kondisi yang sama.

Membuka aib seorang mukmin berarti memperlihatkan aib sendiri

Seorang mukmin dengan mukmin lainnya adalah bersaudara. Sebuah persaudaraan yang jauh lebih sakral ketimbang satu ayah dan satu ibu. Karena Allah sendiri yang menyatakan kekuatan persaudaraan itu: “Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara….” (Al-Hujurat: 10)

Ketika seorang mukmin membuka dan menyebarkan aib saudaranya, ada dua kesalahan yang dilakukan sekaligus. Pertama, ada citra keagungan orang-orang beriman yang terkotori. Dan reaksi yang muncul memojokkan umat Islam, “Yah, sama saja. Keimanan tidak bisa jadi jaminan!” Dan seterusnya.

Kedua, orang yang gemar menyebarkan aib saudaranya, sebenarnya tanpa sadar sedang memperlihatkan jati dirinya yang asli. Antara lain, tidak bisa memegang rahasia, lemah kesetiakawanan, dan penyebar berita bohong. Semakin banyak aib yang ia sebarkan, kian jelas keburukan diri si penyebar.

Benar apa yang dinasihatkan Rasulullah saw. bahwa diam adalah pilihan terbaik ketika tidak ada bahan ucapan yang baik. Simpanlah aib seorang teman dan saudara sesama mukmin, karena dengan begitu; kelak, Allah swt., akan menutup aib kita di hadapan manusia.


Read More..