Tuesday, December 11, 2012

5 Pertemuan tak di sengaja

Seorang perempuan berkacamata, mengenakan jilbab pink dan baju kotak-kotak serta rok merah marun dan menenteng sebuah plastik pink yang entah apa isinya, terlihat jalan menunduk menuju perpustakaan. Tujuannya adalah mengembalikan sebuah buku yang sudah seminggu di pinjamnya, berjalan di koridor kampus yang menuju perpustakaan dan parkiran, tiba-tiba ketika perempuan itu mengangkat wajah, dia kaget, karna hampis saja menabrak seorang laki-laki yang berjalan berlawanan arah, ternyata laki-laki itu juga berjalan dengan menunduk. laki-laki itu berambut ikal dan berkacamata, memakai jaket hitam dan tas ransel di punggungnya, meraka sempet bertatapan beberapa detik dan langsung saja si perempuan menghindar ke kanan dan melanjutkan jalannya. dan itulah pertemuan pertama mereka.

Hari berikutnya, ketika si perempuan menyelesaikan kuliah kelas terakhirnya hari itu, si perempuan segera bergegas menuju mesjid kampus untuk melakukan sholat isya, karna saat itu telah menunjukkan jam 21.45 WIB, si perempuan masuk ke dalam mesjid untuk meletakkan tas, kemudian menuju toilet untuk berwudhu, di depan pintu mesjid, dia berpapasan lagi dengan seorang laki-laki berkacamata yang akan memasuki mesjid, dan mereka bertatapan beberapa detik, dan si perempuan segera berlalu untuk wudhu, begitu juga dengan si laki-laki, dia segera masuk ke dalam mesjid. Dan ini pertemuan ke dua mereka.

Selesai sholat dan ketika berjalan menuju pintu mesjid, si perempuan tanpa sengaja melihat ke beberapa orang laki-laki yang sedang bercengkrama di dekat pintu mesjid, dan tatapannya kembali beradu dengan seorang laki-laki berkaca mata, dan mereka bertatap beberapa detik, dan si perempuan kemudian berlalu, ini pertemuan ketiga mereka.

Saat si laki-laki terburu-buru menuju lift kampus, karena dia sudah sangat terlambat untuk masuk kelas, tanpa sengaja dia menabrak seorang perempuan berkaca mata yang mengenakan jilbab hitam. Buku-buku yang di bawa perempuan itu berserakan di lantai, segera mereka berdua menunduk untuk mengambil buku-buku tersebut, sambil menyerahkan buku yang di ambilnya si laki-laki berkata, "Maaf, saya tidak sengaja, soalnya buru-buru, maaf banget ya?" sambil menunjukkan ekspresi bersalah, si perempuan tersenyum " iya ga' apa-apa kok" menerima buku dari si laki-laki dan segera berlalu. Ini bertemuan ke empat mereka dan ini percakapan pertama mereka.

Sore itu hujan begitu lebat, perempuan berbaju hijau dan jilbab yang senada sedang duduk di halte pemberhentian bus, menunggu hujan reda dan juga menunggu angkutan umum yang akan membawanya ke kampus untuk kuliah kelas malam. sudah hampir sejam dia menunngu, tapi hujan tak kunjung reda.

Seorang laki-laki yang kehujanan sedang berlari menuju halte, laki-laki berkaca mata dan berjaket hitam itu, pakaiannya agak sedikit basah karena hujan, dia duduk di samping perempuan berbaju hijau yang sedang serius membaca sebuah buku yang entah apa judulnya, di perhatikannya perempuan itu dengan seksama, dia mengingat-ingat sesuatu, seperti sudah familiar sekali dengan perempuan yang ada di sampingnya itu, dan kemudian dia memberanikan diri untuk menyapa perempuan yang sedang serius membaca itu, "maaf mbak, sepertinya kita pernah ketemu ya?" si perempuan kaget karena tiba-tiba ada suara laki-laki yang menyapanya, di lihatnya ke samping ternyata ada seorang laki-laki berkacamata di sampingnya, di perhatikan dengan saksama wajah laki-laki itu, sambil tersenyum si perempuan berkata "sepertinya begitu mas, soalnya muka nya ga' asing, kayak sering ketemu".

"kamu anak kampus U (meneyebutkan salah satu kampus di kotanya) bukan?" laki-laki bertanya
"iya, kamu juga ya?, berarti kita satu kampus donk?"
"iya, kamu anak apa? aku Informatika"
"Aku Manajemen"
.....
.....

Dan inilah pertemuan tak di sengaja mereka yang ke lima, dan ini adalah awal dari sebuah perjalanan panjang mereka.

^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

Isti sedang memandangi hujan yang turun dari balik jendela kamarnya, hujan yang turun sejak tadi pagi, Rio suaminya memperhatikan tingkah istrinya tersebut dari balik kaca mata minus yang di pakainya, Rio berjalan mendekati isti yang sedang berdiri bersandar di jendela kamar, "ada apa dinda? adakah yang mengganggu pikiranmu saat ini?" isti memalingkan wajah kepada suaminya sambil tersenyum " ga ada mas, cuma sedang mengenang masa lalu" Rio ikut tersenyum "masa lalu yang mana? tentang aku ya? sambil menjawil hidung istrinya yang mancung.

"Tau ga' mas, hari ini hari apa?"
"hari minggu" rio menjawab dengan sedikit kebingungan "kenapa memang nya?"
Isti kembali tersenyum, "hari ini itu, hari pernikahan kita mas, 20 tahun yang lalu, di tanggal dan bulan ini kita menikah, ga inget ya mas?" sambil pura2 manyun.
"inget sayang, mas ga' lupa kok" sambil mengeluarkan setangkai mawar dan sebuah kodak yang di bungkus kertas kado
Isti tersenyum riang dan segera memeluk suaminya, "terima kasih mas, untuk kado dan 20 tahun kebersamaan kita", "iya dinda, terima kasih juga, karna kamu telah menjadi bidadari dalam kehidupan mas", "boleh di buka mas kadonya?", "boleh, buka aja "isti penasaran dengan kado yang di berikan suaminya, dan ternyata isi dari kado tersebut adalah replika sebuah halte pemberhentian bus, "mengenang 20 tahun yang lalu" ucap isti pada suaminya, " iya, mengenang 5 pertemuan tak sengaja 20 tahun yang lalu" sambil memeluk istrinya dari belakang dan mereka berdua memandang keluar jendela, menikmati hujan yang turun dari langit.


Read More..

Campur Aduknya Kitab Injil Sekarang

Kita sebagai umat Islam tidak ragu ragu lagi untuk mengakui bahwa didalam Bibel , ada tiga jenis kesaksian yang berbeda, yang dapat diketahui tanpa memerlukan keahlian khusus. Tiga jenis tersebut adalah sebagai berikut :

1.Anda akan dapat mengenali apa yang boleh disebut sebagai “Firman Tuhan” dalam Bibel.
2.Anda juga akan mengamati apa yang bisa disebut sebagai “Perkataan Nabi Tuhan”
3.Anda juga akan sangat mudah mengamati bahwa bagian terbesar isi Bibel adalah catatan catatan para saksi mata dan telinga, atau tulisan orang dari kabar angina. Catatan catatan seperti ini disebut “Perkataan ahli sejarah”.
Anda tidak perlu bersusah payah mencari contoh contoh dari ketiga jenis bukti tersebut pada Bibel. Contoh contoh kutipan ayat di bawah ini akan membuktikan sejelas jelasnya ketiga jenis bukti tersebut, yakni sebagai berikut :

Jenis Pertama :

“ Seorang Nabi akan Aku bangkitkan bagi mereka dari antara saudara mereka, seperti engkau ini. Aku akan menaruh firmanKu dalam mulutnya, dan ia akan mengatakan kepada mereka segala yang Kuperintahkan.” (Ulangan 18:18)

“Akulah Tuhanmu, dan tak ada juru selamat selain daripadaKu” (Yesaya 43:11)

“Berpalinglah kepadaKu dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung ujung bumi! Sebab Akulah Allah dan tidak ada yang lain.” (Yesaya 45:22)

Dalam kutipan ayat ayat di atas, kata ganti orang pertama tunggal perlu anda perhatikan, dan tanpa kesukaran sedikitpun, anda akan setuju bahwa pernyataan pernyataan tersebut
Jenis Kedua

“Berserulah Yesus dengan suara nyaring, Eli, Eli lama sabakhtani?” (Matius 27:46)

“Jawab Yesus , “ Hukum yang terutama ialah dengarlah hai orang orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu Esa.” (Markus 12:29)

“Kata Yesus, “ Mengapa kau katakan Aku baik ? Tak seorangpun yang baik selain daripada Allah saja.” (Markus 10:18)

“Bahkan anak kecil sekalipun dapat mengatakan bahwa Yesus Berseru, Yesus menjawab dan Yesus berkata merupakan kata kata dari seorang manusia, yakni kata kata Nabi Tuhan, bukan kata kata Tuhan”.

Jenis Ketiga

“Dan dari jauh Ia (Yesus) melihat pohon ara yang sudah berdaun. Ia mendekatinya untuk melihat kalau kalau Ia mendapatkan apa apa dari pohon itu. Tapi waktu Ia tiba di situ, Ia tidak mendapatkan apa apa selain daun daun saja, sebab memang bukan musim buah ara.” (Markus 11:13)

Bagian terbesar dari isi Bibel adalah kesaksian dari jenis ketiga ini. Jelas ada perkataan dari orang ketiga. Anda dapat memperhatikan kata ganti yang di cetak tebal. Kata kata tersebut bukan firman Tuhan, bukan pula kata kata Nabi Tuhan, tapi kata kata ahli sejarah.

Umat Islam sangat mudah membedakan ketiga macam fakta seperti yang tersebut di atas karena mereka mempunyai pedoman tertentu dalam akidahnya. Di antara para pemeluk berbagai agama yang berbeda, umat muslim sangat beruntung dalam hal ini karena catatan catatan yang beragam itu telah termaktub dalam kitab kitab yang terpisah.

Pertama, firman Tuhan, terwakili oleh Al Quran.

Kedua, Kata kata Rasulnya , terwakilkan dalam Hadist Nabi.

Ketiga, Fakta dan bukti dalam sejarah Islam, yang ditulis oleh para ahli ilmuan yang bisa dipercaya dan juga ditulis oleh orang orang yang kurang layak dipercaya. Tetapi dalam hal ini, dengan pertimbangan yang matang, muslim memperlakukan kitab kitab tersebut secara khusus, dalam arti tidak pernah mencampuradukkannya dengan Kitab Suci Al Quran dan Al Hadis.

Muslim senantiasa mempertahankan ketiga macam fakta tersebut secara terpisah karena berbeda derajat dan kekuatan hukumnya. Muslim tidak pernah menganggap menganggap ketiga fakta tersebut memiliki kedudukan hukum yang sama. Dengan kata lain, kitab suci Bibel mengandung beragam daftar pustaka, termasuk hal hal yang memalukan, jorok, dan cabul, dan semuanya berada di bawah kulit yang sama. Seorang Kristen dipaksa mengakui kedudukan untuk hukum dan iman keagamaan itu sama untuk semua hal. Jadi, dalam hal ini orang Kristen tersebut sungguh tidak beruntung.

Read More..

Tengoklah ke “Dalam” sebelum Bicara

Ada sebuah kisah kecil, ketika saya masih aktif bersama teman-teman di organisasi remaja masjid kampung saya. Namun kisah kecil ini telah menjadi ‘prasasti’ indah dalam kehidupan saya sampai sekarang.

Waktu itu kami sedang giat-giatnya menggelar usaha keagamaan. Tiba-tiba di belakang masjid kami, salah seorang warga membuka rumahnya untuk dijadikan tempat judi togel.

Setiap malam orang-orang ramai berkumpul di situ. Karena dari pihak desa tidak ada reaksi apa-apa terhadap judi itu, maka kami bersepakat untuk negosiasi dengan warga itu. Agar kegiatan yang banyak merugikan masyarakat itu dihentikan saja.

Dengan semangat, kami bersepakat untuk mendatangi tempat tersebut. Namun sebelum berangkat, ada salah satu senior kami yang mengingatkan. Ia berkata pada kami. “Ini kerja besar.Ini perjuangan berat. Jangan gegabah kita melangkah. Kita harus lebih siap lagi untuk maju ke medan ‘jihad’ ini. Ada sesuatu yang harus kita laksanakan dulu sebelum kita maju kesana.”

Senior kami itu menyarankan agar kami mengoreksi diri dulu. Sudah sejauh mana ibadah harian kita kepada Allah. Sudah sejauh mana komitmen kita terhadap apa yang diperintahNya dan apa yang dilarangNya.

Ahirnya, selama beberapa hari, kami disarankan untuk sebisa mungkin sholat wajib berjamaah. Kita juga harus bangun malam untuk qiamullail. Yang biasanya jarang puasa Senin Kamis, sekarang amalan Nabi itu harus dilaksanakan dengan intensif. Pokoknya, senior kami itu menyarankan agar sebisa mungkin mengaplikasikan bentuk ketakwaan dan keimanan kepada Allah SWT. Tidak hanya bentuk “amar ma’ruf” saja, tapi mesti diiringi juga dengan “nahi mungkar.” Seperti yang masih merokok untuk segera meninggalkan perbuatan mubah itu.

Beberapa hari kemudian, saat hari ‘H’ sudah tiba, kami berkumpul lagi. Namun kami tidak jadi menemui bandar togel itu. Sebab, dengan izin Allah, orang itu sudah menutup total usahanya. Rupanya ia sudah kembali berprofesi seperti biasa, yaitu sebagai kuli bangunan. Kami merasa gembira sekali. Dan semua ini sudah jelas merupakan pertolongan dariNya. Entah apa yang terjadi seandainya kami menyikapi perbuatan salah seorang warga di dekat masjid itu dengan emosional pada waktu itu, tanpa mengindahkan nasehat senior kami.

Apakah ini sebuah kemenangan sebelum bertanding? Tidak juga. Sebab kami telah berjuang dulu, berjuang menaklukan napsu diri. Bukankah ini juga jihad besar?

Pantas, jika sahabat Umar ra. sebelum berangkat perang dengan orang kafir, selalu memeriksa pasukannya sedetil mungkin. Mereka yang malamnya tidak qiamullail, sementara jangan ikut ke medan jihad dulu. Kata Khalifah kedua itu: “Saya tidak takut dengan musuh yang banyak, tapi saya lebih takut kepada banyaknya dosa yang kita bawa. Sehingga kita akan kesulitan mendapatkan pertolongan dari Allah SWT.”

Dan sejarah juga mencatat gemilangnya perang Badar bagi kaum muslimin. Padahal erbandingan jumlah pasukan antara kaum muslimin dan kafir sama sekali tidak seimbang. Tentu sudah bisa dipastikan bahwa salah satu faktor kemenangan kaum muslimin adalah karena kwalitas iman orang muslim masa itu yang sangat prima. Dan tentunya sangat minim dengan dosa-dosa. Tidak seperti kami di jaman ini.

Saya hanya bisa berpikir, seandainya saya, keluarga saya, lingkungan saya, atau skup yang lebih luas lagi negri saya, dalam mengatasi masalah berkiblat dengan cara mereka, mungkin Allah pun akan memberi kemudahan dalam mengatasi berbagai masalah.

Ya, tentunya harus dimulai dari pribadi masing-masing. Sebab tak mustahil, bahwa saya, kita-kita inipun ternyata ada dalam barisan orang-orang yang menghambat pertolongan Allah.

Sampai sekarang pesan senior kami di organisasi remaja masjid bertahun-tahun lalu itu, selalu terngiang ditelinga saya, manakala ada sesuatu pekerjaan yang harus berhubungan dengan orang banyak. Pesan yang pendek, namun sangat berarti: “Bacalah dirimu! Sebelum kau baca orang lain!” Atau dalam bahasa populer penyanyi ballada Ebiet G Ade: “Tengoklah ke ‘dalam’, sebelum bicara.”

# woyo72@yahoo.com #

Read More..

Beberapa Cerita (lagi) di Buku Dahlan Juga Manusia

Anak Buah Pejuang, Bos Memberi Teladan

Berbagai kisah dari Ita – yang bernama asli Siti Nasyi’ah di Buku Dahlan Juga Manusia, masih semarak mewarnai hari-hari saya dan suami. Menjadi topik diskusi menarik yang teramat seru, menghibur, dan sarat pembelajaran. Geleng-geleng kepala karena salut menyimak kinerja Ita dan rekan-rekannya di Jawa Pos yang sangat “tidak itungan”, gigih dan tak kenal lelah.

Pastilah mereka, para wartawan itu tidak hanya bekerja untuk uang. Karena jika itu pertimbangan utamanya, tentulah Ita dan rekan-rekannya sudah “kabur” tak sampai sebulan di Jawa Pos. Mereka masih punya banyak pilihan pekerjaan lain, apalagi yang direkrut Jawa Pos saat itu rata-rata adalah para lulusan berprestasi atau rangking di beberapa universitas ternama, semacam Unair, UGM, dst. Kecuali Ita tentunya, yang saat itu masih tercatat sebagai mahasiswi Stikosa-AWS ( Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Surabaya) magang yang terus diperpanjang. Tanpa kontrak dan pernyataan secara lisan atau tulisan, hanya berupa tugas demi tugas yang datang silih berganti. Semakin menantang, dan lama-lama kian menarik rupanya.

Terutama bagian redaksi yang jam kerjanya tidak menentu. Bagi koran harian pagi, setelah hunting berita seharian, siang mereka harus mengetik 2 atau 3 berita untuk diserahkan ke redaktur masing-masing. Tidak selesai sampai di situ. Karena di redaktur itulah seleksi awal dimulai. Apakah berita yang ditulis bisa dimuat atau tidak.

Seorang wartawan akan bersaing ketat dengan sesamanya agar beritanya ditampilkan di koran dan jadi bacaan publik. Adalah kebanggaan tersendiri jika beritanya dimuat. Setiap wartawan akan memilih berita paling bagus dari yang bagus untuk bisa lolos seleksi dari redaksinya.

Sebagai contoh, untuk desk Surabaya yang demikian luas, dibagi beberapa pos. Ada pos Politik Jatim, Politik Surabaya, Pos Pemprov, dan Pos Pemkot. Di pos Hukum, ada pos Pengadilan Negeri, Kejaksaan Negeri, dan Kejaksaan/Pengadilan Tinggi. Ada juga pos Kriminal. Pada pos tersebut masih dibagi wilayah liputan di Polres, Polwil, hingga Polda. Tapi di era 1991-1994 itu tak banyak wartawan yang direkrut, sehingga banyak wartawan yang ditugasi dengan pos rangkap.

Karena tingkat kriminanalitas cukup tinggi dan luas objek liputannya, maka Jawa Pos membekali wartawan kriminal dengan sebuah HT.

Dengan alat itu JP bisa melacak kejadian-kejadian yang up to date. Karena selain alatnya sama dengan yang dipakai polisi, frekuensi yang dipakai kepolisian “dipantau” Jawa Pos. Jadi dengan HT tersebut, nyaris semua kejadian terekam semua tanpa ada yag lolos dari pantauan.

Dampaknya wartawan kriminal tak dapat bersantai. Polisi berganti-ganti shift, wartawan Jawa Pos itu-itu aja dari pagi hingga malam. Otomatis wartawan Jawa Pos jadi dekat dengan polisi dari tingkat paling bawah hingga jendral sekalipun. Karena setiap kejadian selalu ada dan muncul. Tak peduli siang, sore, malam atau dini hari sekalipun….:)

Karena banyaknya pos, otomatis berakibat ketatnya seleksi yang bisa dimuat di Jawa Pos. Bagus-bagusan mencari berita dan memancing isu. Tentu isu yang bertanggungjawab, karena Pak Bos sering mengancam. Jangan membuat berita yang tidak dapat dipertanggunjawabkan. Jangan sampai karena berita yang diangkat, Jawa Pos menuai masalah.

Saat it, tidak ada ceritanya wartawan Jawa Pos berjalan bersama wartawan media lain. Yang terlihat adalah wartawan Jawa Pos yang selalu menempel dengan sumber berita. Di semua pos dan semua lini, tanpa kecuali. Itu karena doktrin Pak Bos yang mewajibkan wartawannya menyajikan berita terdepan. Berita yang tak diendus oleh media lain.

Seiring pertumbuhan dan perkembangan Jawa Pos, khusus bagian redaksi diberikan Tunjangan Prestasi. Sebuah insentif atau semacam bonus bagi wartawan yang beritanya berhasil ditayangkan, utamanya yang masuk headline (HL) yang tunjangannya mencapai Rp. 750.000,- Nilai yang terbilang cukup besar saat itu.

Tunjangan Prestasi ini jelas semakin memacu semangat semua wartawan untuk memberikan yang terbaik bagi perusahaan.

Di samping mendapatkan SDM yang adalah pejuang sejati, Pak Bos juga sosok yang gila kerja. Suatu ketika Pak Bos berkata ”Saya akan berlari, karena itu kalian harus ikut berlari. Yang tidak ikut berlari, percayalah akan tertinggal”. Sejak itu semua berlari.

Kali lain Pak Bos menggelorakan optimisme. Suatu hari dalam ajang bengkel ( pelatihan tentang ilmu jurnalistik dari Pak Bos ke anak buahnya ) Pak Bos juga mengatakan ”Jawa Pos akan menyalip Surabaya Post. Yaa……mungkin sepuluh tahun lagi” ujarnya. Sejarah akhirnya mencatat, Jawa Pos berhasil mengungguli Surabaya Post kurang dari lima tahun!

Pak Bos-nya memegang kendali dari proses produksi surat kabar dari hulu sampai hilir. Salah seorang wartawan, Roso Daras yang turut memberikan komentar pada buku ini mengatakan, sebagai satu-satunya wartawan yang hampir setengah tahun bermukim di mushola kantor, ia merasakan kehadiran Pak Bos-nya dari pagi hingga mesin cetak berputar dini hari. Dan jam 7 pagi Pak Bos sudah terlihat rapi di meja kerjanya lagi.

Menghadapi tipe pemimpin dengan karakter seperti itu, yakinlah sebagai anak buah, tidak punya celah untuk gegabah, sengaja lengah atau berjiwa lemah.

Pelajaran yang bisa dipetik adalah, sebagai atasan atau pimpinan, jelas bahwa Dahlan Iskan tidak hanya bisa memerintah, tapi juga ikut bekerja keras dan memberikan contoh. Bahkan sebagai bos, ia telah bekerja lebih keras dari anak buahnya sekalipun.

Di sisi lain, Dahlan Iskan dengan gaya kepemimpinannya yang nyleneh bagi sebagian orang, namun juga ”pemain layang-layang” yang handal. Memanage – mengatur anak buah adalah hal yang gampang-gampang susah atau sebaliknya. Istilah layang-layang saya anggap paling pas untuk bisa menggambarkan ”tarik-ulur” yang tidak hanya mengandalkan logika/akal, tapi juga intuisi dan ”feeling” yang pas..:)

Mbah-E Bonek

Operasi Ganti Hati yang dijalani Pak Bos Dahlan tahun 2007 barangkali adalah puncak dari kebandelannya. Sebab sejak 1992, tercatat Pak Bos sudah keluar masuk rumah sakit. RS langganannya adalah RS Budi Mulia di Kawasan Gubeng. Rumah sakit itu kini telah berubah menjadi Siloam Hospital.

Meski sudah harus rawat inap, Pak Bos menganggap enteng penyakitnya, sehingga terus saja bekerja dan bekerja. Pada setiap orang yang mengunjunginya, Pak Bos mengatakan dirinya hanya perlu istirahat saja. ”Bedanya istirahat di rumah dan di rumah sakit cuma ada dan tidak ada dokternya saja.”

Pak Bos selalu ingin terlihat sehat dan gagah di mata anak buahnya.

Dan suatu hari, lagi-lagi pak Bos berulah. Ketika sedang dirawat di sebuah ruangan RS, untuk kesekian kalinya, Pak Bos nekad kabur. Pak Bos keluar dari RS saat Mamak Dahlan, sang istri sedang pulang untuk memasak. Sudah tiga hari Mamak tinggal di RS menungui Pak Bos. Selain itu, Pak Bos ingin makan masakan istrinya yang terkenal lezat itu. Entah trik mengelabui istrinya agar bisa kabur dari rumah sakit, atau memang bosan masakan di rumah sakit yang memang itu-itu saja.

Suster dibuat kaget setelah mendapati kamar pasiennya kosong melompong. Guling dan bantal ditata rapi dan ditutupi selimut, seolah ada orang tidur di dalamnya.

Baru setelah masuk kamar mau lihat infus, diketahui pasien tidak ada di tempat, dan otomatis membuat geger seluruh rumah sakit. Ita diminta Mamak mencari dan membujuk Pak Bos kembali ke RS. Akhirnya Koordinator Liputan yang dikomandoi HK Sudirman, mengirim pager ke seluruh wartawan dalam rangka pencarian Pak Bos mereka.

Tak lama, ada laporan ke redaksi jika Pak Bos berada di lapangan Tambaksari. Abdul Muis, wartawan olahraga yang tengah meliput laga Persebaya, mendapati Pak Bos-nya sedang asyik menyaksikan secara langsung pertandingan Persebaya entah melawan siapa. Rupanya Pak Bos yang kala itu sebagai manager Persebaya tak ingin melewatkan timnya yang sedang berlaga. Tak perduli hepatitisnya semakin parah. Tanggung jawab sebagai manager telah mengalahkan penyakit yang dideritanya.

Tret…Tet…Tet…

Totalitas Pak Bos dalam memegang sebuah jabatan tidak diragukan lagi. Kemampuan memenej digeber habis. Tak salah Walikota Surabaya dr. H.Purnomo Kasidi mengangkatnya sebagai manajer Persebaya tahun 1989-1990. Pak Bos berhasil membawa Persebaya menyabet Piala Super 1990 dengan mengalahkan Galatama Pelita Jaya 3-2. Tidak hanya tenaga dan pikiran. Sumbangan dana juga diberikan demi membesarkan Persebaya saat itu.

Saat belum menjadi manajer Persebaya, Pak Bos memang sudah bersemangat mendukung tim daerahnya itu. Ketertarikannya di dunia bola tidak lain adalah kepedulian sebagai warga kota saja. Pak Bos ingin ikut menjadi motor penggerak bagi kemajuan Surabaya. Maka Pak Bos juga ingin menaikkan pamor Persebaya antara lain dengan memerintahkan kompartemen Olahraga Jawa Pos untuk menggalang supporter agar memberikan support di setiap pertandingan Persebaya. Tidak hanya saat bertanding di kandang, tapi juga melakukan away.

Cara membangkitkan semangat bela tim dilakukan dengan cara pemberitaan yang tidak ada habis-habisnya di halaman olahraga. Supporter Persebaya yang kemudian diberi julukan Bonek oleh Pak Bos dimobilisasi. Setiap kali ada away, Pak Bos menjadi koordinatornya.

Trik itu memang benar-benar brilian. Sinergi antara Jawa Pos dan Persebaya terbangun indah. Penggemar bola di Surabaya seolah terwadahi dengan lahirnya rubrik Tret…Tet…Tet.

Pak Bos melontarkan gagasan memberangkatkan supporter ke Senayan untuk pertama kalinya di tahun 1987. Ide itu dilontarkan setelah Pak Bos pulang dari belajar khusus cara menangani suporter Chelsea – Inggris. Bertepatan dengan itu, Persebaya masuk semifinal kompetisi Perserikatan PSSI memperebutkan Piala Presiden.

Saat Jawa Pos membuka pendaftaran keberangkatan supporter ke Jakarta, respon supporter benar-benar diluar dugaan ; membludak.

Persiapan 25 bus penuh dalam waktu satu jam, begitu pengumuman pendaftaran dibuka. Saat itu, Jawa Pos memberikan subsidi 60% dari total biaya.

Selain mendapat tiket seharga 40% saja, supporter juga mendapat tiket masuk plus kaos berwarna hijau bertuliskan ”Kami Haus Goal Kamu”. Slogan provokatif yang didesain khusus oleh bagian desain grafis Jawa Pos ; Mohtar dan Budiono.

Termasuk logo orang berteriak dengan ikat kepala. Maka supporter diberangkatkan saat itu dengan 135 bus ber-AC serta makan sehari 3x.

Sayang, di final saat menghadapi PSIS Semarang, Persebaya kalah, dan menimbulkan gesekan antar supporter Persebaya dengan PSIS. Meski begitu, gelora semangat para supporter Persebaya makin terbakar. Semangat Pak Bos juga kian menyala untuk memberangkatkan supporter ke Jakarta, kembali.

Persebaya kembali menembus final Divisi Utama Perserikatan PSSI 1987/1988 yang sayangnya dinodai dengan kasus Sepak Bola Gajah. Saat pertandingan di Stadion Tambaksari, Persebaya sengaja mengalah dari Persipura 0-12. Kekalahan itu disengaja untuk menghadang PSIS agar tak masuk Babak 6 Besar di Jakarta.

Lebih heboh lagi, supporter yang diberangkatkan ke Senayan dua kali lipat, tidak lagi 135 unit, melainkan 300 unit bus lebih. Tidak itu saja. Ribuan supporter dari kalangan bawah juga diberangkatkan menggunakan kereta api dari Stasiun Pasar Turi.

Setelah gerbong cadangan dan kereta api milik PJKA dikerahkan semua, ternyata tetap tidak menampung supporter yang menyemut dari segenap penjuru.

Mereka datang dari berbagai sudut kota di Jawa Timur, Pantura, Mataraman hingga Tapal Kuda.

Tak adanya gerbong membuat mereka nekat menaiki atap gerbong kereta. Dari situlah istilah Bonek dilontarkan Pak Bos. Suporter bondo nekat.

Semangat arek-arek Suroboyo benar-benar menggelora. Supporter Persebaya tidak saja datang dari kalangan menengah dan bawah. Kalangan jet set Surabaya juga ikut-ikutan terbakar. Para pengusaha dan penggemar bola dari kalangan berada protes. Mereka minta Pak Bos dan Jawa Pos mengakomodir dan memberangkatkan ke Jakarta.

Maka, tiga pesawat Garuda berjenis besar dicarter secara khusus. Harga tiketnya gila-gilaan. Nilainya lebih dari Rp. 3 juta PP saat itu. Tak kalah hebohnya, kalangan elit ini mengenakan kaos dan atribut yang sama dengan supporter lainnya. Bahu-membahu menghijaukan Gelora Senayan.

Untuk mengantisipasi kesemrawutan akan tingginya supporter, Jawa Pos mengajak kerja sama dengan Ketua Persatuan Artis Film Indonesia (PARFI), Ratno Timoer menjadi koordinator di Jakarta. Bersama para biroJakarta, bintang film si Buta dari Goa Hantu itu menerjunkan artis-artis asal Surabaya, seperti Mamik Slamet, Priyo Sigit, Mus Mulyadi, dll untuk membantu suksesnya Tret…Tet…Tet…

Apa yang diperjuangkan menghasilkan cerita indah. Persebaya menang mengalahkan Persija dengan skor 3-2 pada hari Minggu, 27 Maret 1988 setelah perpanjangan waktu.

Namun, masalah muncul saat supporter akan dipulangkan. Terdengan kabar PSIS akan melakukan penghadangan, karena merasa dicurangi Persebaya hingga gagal ke Senayan. Mengantisipasi akan terjadinya gesekan, Pak Bos mengambil jalan pintas. Antisipasi kilat dilakukan. Pak Bos melontarkan ide gila dengan memulangkan mereka dengan kapal perang. Melalui jalur laut. Alasannya, jalur darat dari Jakarta – Surabaya pasti melewati Semarang.

Maka, semua bonek dipulangkan ke Surabaya melalui Tanjung Priok dan turun di Tanjung Perak. Ombak teluk Jakarta yang cukup tinggi tak menjadikan gentar sedikitpun para supporter. Mereka terlihat enjoy-enjoy saja. Perjalanan sehari semalam di atas kapal perang itu berlalu dengan nyanyian dan tawa yang digawangi oleh para prajurit AL. Seluruh penumpang tiba dengan selamat, dan aman. Tanpa tawuran. Layak jika Pak Bos kemudian dijuluki Mbah-e Bonek. Karena Pak Bos dan Jawa Pos yang jadi pelopor pengiriman supporter besar-besaran, mendampingi tim kesayangan melakukan tandang away.

Sukses Pak Bos memberangkatkan supporter, menjadikan walikota Surabaya Purnomo Kasidi mengangkat Pak Bos Dahlan sebagai manajer Persebaya 1989-1990. Pemain muda pun kemudian direktrut antara lain Yusuf Ekodono, Hartono, Agus Winarno, Mahrus Afif.

Di bawah kepemimpinan Pak Bos musim 1988/1989 team yang dijuluki the Young Guns Bledug Ijo ini menjadi juara II, dan tahun berikutnya 1989/1990 berhasil runner-up, dan puncaknya menjuarai Piala Super 1990 dengan mengalahkan Galatama Pelita Jaya 3-2. Kemenangan yang dianggap fenomenal, karena Galatama berhasil dikalahkan oleh team baru di bawah kendali Pak Bos.

Demikianlah sepenggal kisah Ita tentang Pak Bos-nya, yang saya sadur dengan ”tidak sempurna” tentunya..

Saya bergumam : Ooh…..ternyata istilah bonek itu dipopulerkan oleh Pak Bos-e Ita toh? Sama seperti ungkapan ”Serbuuuu……” saat ada makanan datang barangkali…:)

Inovatif, kreatif, daaaan nekat….! Gabungan itu semua rupanya yang harus lebih banyak digali dan dicermati… :):) Hmmm…..


Read More..