Thursday, November 10, 2011

Tunjukkan kami Jalan Yang Lurus


Dalam suarat Ali Imran:51, dijelaskan bahwa jalan lurus adalah menyembah Allah, artinya jika menyembah selain Allah maka ia berada pada jalan yang sesat. Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah Tuhanku dan Tuhanmu maka sembahlah Dia, inilah jalan yang lurus".
Ditegaskan lagi dalam surat yang sama:101: "Dan barang siapa yang berpegang teguh dengan (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus". Dalam surat Maryam:36, hakikat yang sama ditegaskan lagi:" Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Dia oleh kamu sekalian, ini adalah jalan yang lurus".
Tunjukkan kami jalan yang lurus. Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau anugrahkan nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang sesat". (Al Fatihah:6-7) Ayat di atas yang selalu kita baca dalam salat adalah bagian dari surat Al-Fatihah.
Dalam sehari minimal kita membacanya lima kali setiap permulaan rakaat sembahyang yang kita tegakkan. Didalamnya terkandung permohonan agar ditunjukkan jalan yang lurus. " Ihdinash shiraathal mustaqiim" demikian teks aslinya, suatu istilah yang selalu berulang dengan versi yang berbeda di berbagai tempat dalam Al-Qur'an.
Dalam Al-Baqarah:142 Allah berfirman: "Katakan: Timur dan Barat kepunyaan Allah, Dia beri petunjuk kepada siapa yang dikehendakinya ke jalan yang lurus".
Istilah yang sama juga disebutkan dalam Azzukhruf:64, Al Mulk:22 dan lain sebagainya. Para ahli tafsir menyebutkan bahwa bila suatu hal diulang berkali-kali dalam Al-Qur'an itu menunjukkan penting dan agungnya hal tersebut.
Sudah barang tentu bahwa merambah jalan lurus adalah merupakan dambaan setiap insan. Hanya saja masih banyak dari manusia yang belum mengetahui atau pura-pura tidak tahu apa maksud dari jalan lurus ini? Secara sederhana –seperti yang diungkap Imam Tabari-jalan lurus adalah jalan yang jelas dan tidak berliku-liku.

Jalan yang segera menghantarkan ke tempat tujuan. Surat Al-Fatihah sendiri menjawab: Jalan lurus yang dimaksud adalah: jalan orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, itulah orang-orang yang bahagia, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan pula orang-orang yang sesat.
Rasulullah shollallaahu alaihi wasallam mengartikan orang yang dimurkai adalah kaum Yahudi, dan orang yang sesat adalah kaum Nasrani. (lihat, Ibn Katsir, Tafsirul Qur'anil azhiim, jild,I, hal5-54, Riyadh, 1998).
Ibn Abi Hatim, seperti dinukil Ibn Katsir menyebutkan hasil penelitiannya yang mendalam bahwa tidak ada satupun ulama yang mengingkari penafsiran ini. Dan ini benar, sebab setiap kali para Nabi datang kepada mereka (baca:Yahudi) menunjukkan jalan yang lurus, mereka menolaknya. Mereka memilih jalan yang mereka sukai.
Yang diharamkan mereka halalkan dan yang dihalalkan mereka tinggalkan. Tidak hanya itu, para nabi yang berusaha menunjukkan jalan lurus itu, malah mereka bunuh. Perhatikan surat Al-baqarah:61 berkisah begaimana kebejatan akhlak kaum Yahudi itu: "…Hal itu (terjadi) karena mereka mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh nabi-nabi tanpa kebenaran, yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan adalah mereka melalmpawi batas".
Adapun kesesatan kaum Nasrani adalah karena ajaran agama Kristen yang ada sekarang –sebagaimana diakui sejarawan Barat sendiri- bukan agama yang asli, melainkan banyak di dalamnya karangan Jhon Paul.
Sementara Jhon Paul sendiri adalah orang Yahudi. Dari sini nampak mengapa Rasulullah mengartikan adh-daalliin dengan orang Nasrani. Karena mereka secara fakta sejarah disesatkan oleh seorang Yahudi bernama Jhon Paul.
(lihat misalnya: Hyam Maccoby, The Mythmaker Paul and Invention of Christianity, Gorge Weiden feld and Nicalson Limited London, 1986) Jelasnya, baik yang dimurkai Allah maupun orang yang sesat mereka dalam kategori Al-Qur'an –sebagimana ditegaskan surat Al-Fatihah- tidak berada dalam jalan yang lurus.
Dalam suarat Ali Imran:51, dijelaskan bahwa jalan lurus adalah menyembah Allah, artinya jika menyembah selain Allah maka ia berada pada jalan yang sesat. Allah berfirman: "Sesungguhnya Allah Tuhanku dan Tuhanmu maka sembahlah Dia, inilah jalan yang lurus".
Ditegaskan lagi dalam surat yang sama:101: "Dan barang siapa yang berpegang teguh dengan (agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus". Dalam surat Maryam:36, hakikat yang sama ditegaskan lagi:" Sesungguhnya Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu, maka sembahlah Dia oleh kamu sekalian, ini adalah jalan yang lurus".
Dalam surat Al An'am:39, disebutkan bahwa kebalikan dari jalan lurus adalah kesesatan. Artinya siapapun yang tidak mengikuti ajaran Allah ia pasti sesat: "Barangsiapa dikehendaki Allah (menjadi sesat) niscaya akan disesatkan-Nya, dan barangsiapa dikehendaki Allah untuk diberinya petunjuk niscaya Dia akan menjadikannya berada di atas jalan yang lurus".
Di surat yang sama:161, ditegaskan bahwa agama Islam yang dibawa Rasulullah shollallaahu alaihi wasallam adalah agama yang sama dengan agama Nabi Ibrahim, dan inilah jalan yang lurus: "Katakanlah: sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, yaitu agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik".
Para ulama yang mendalami ilmu munasabat (keterkaitan antar ayat dan antar surat-surat Al-Qur'an) banyak yang menafsirkan makna sirathal mustaqim dengan Al-Qur'an. Perhatikan – kata mereka – hubungan antara Al-Fatihal dan Albaqarah? Mengapa Surat Al-Baqarah langsung dimulai dengan ungkapan "dhalikal kutaabu laa raiba fiihi" (itulah kitan yang tiada keraguan di dalamny).
Di sini seakan terkandung sebuah jawaban: yaitu ketika seorang hamba mohon
"ihdinashshiraathal mustaqiim" (yaa Allah tunjukilah kami jalan yang lurus), Allah langsung mejawabnya : "dhalikal kutaabu laa raiba fiihi". Dengan pemahaman ini jalan lurus itu Al-Qur'an. Di dalamnya terdapat seluruh petunjuk kebenaran yang tidak akan pernah menyesatkan. Kebenaran yang menghantarkan pengikutnya menuju tujuan kebahagaiaan di dunia dan akhirat.
Dalam surat AnNur:46 Allah berfirman: "Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat(Al-Qur'an) yang menjelaskan (halal dan haram). Dan Allah memimpin siapa yang dikehendakiNya kepada jalan yang lurus". Di sini nampak dengan jelas bahwa jalan lurus itu Al-Qur'an.
Siapa yang mengiktui Al-Qur'an maka ia berada pada jalan yang lurus dan siapa yang mengingkarinya atau mengingkari sebagian isinya maka ia tersesat. Sudah barang tentu bahwa dinatara ajaran Al-Qur'an mengikuti sunnah Raslullah.
Dengan demikian pengertian jalan lurus di sini bukan semata mengikuti Al-Qur'an dengan meninggalkan As-Sunnnah seperti yang dilakukan "qur'aniyyuun". Melainkan keduanya: Al-Qur'an dan As Sunnah harus sama-sama ditegakkan. Dr. Amir Faishol Fath/Ditulis oleh Dewan Asatidz


Read More..

Kisah Seorang Ahli Ibadah Yang Tertipu Dengan Ibadahnya


Diriwayatkan dari sahabat Jabir radliyallahu’anhu, beliau berkata; Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mendatangi kami kemudian beliau bersabda:

Jibril berkata; Wahai Muhammad, demi Dzat yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, sesungguhnya Allah Azza wa Jall memiliki seorang hamba dari hamba-hambanya yang lain, hamba tersebut telah beribadah kepada Allah Azza wa Jall selama lima ratus tahun di puncak sebuah gunung di sebuah pulau yang dikelilingi dengan lautan yang lebar dan tinggi gunung tersebut adalah tiga puluh dzira’.

Jarak dari setiap tepi lautan yang mengelilingi gunung tersebut adalah empat ribu farsakh. Di gunung tersebut terdapat sebuah mata air yang selebar beberapa jari, dari mata air tesebut mengalir air yang sangat segar dan berkumpul ke sebuah telaga dikaki gunung.

Disana juga terdapat pohon-pohon delima yang selalu berbuah setiap hari sebagai bekal hamba tersebut beribadah kepada Allah dihari-harinya. Setiap kali menjelang sore, hamba tersebut turun dari atas gunung menuju telaga untuk mengambil air wudlu, sekaligus untuk memetik buah delima lalu memakannya, baru kemudian mengerjakan shalat.

Setelah usai shalat, hamba tersebut selalu berdo’a kepada Allah Ta’ala, supaya kelak ketika ajalnya datang menjemput, dia dicabut nyawanya dalam keadaan sujud kepada Allah dan dia juga berdo’a supaya setelah kematiannya, jasadnya tidak dirusakkan oleh bumi dan oleh apapun juga sampai datangnya hari kebangkitan.

Jibril berkata; Allah Ta’ala mengabulkan semua do’a-do’a sang hamba. Kemudian kami melintasi hamba tersebut, ketika kami turun dan naik lagi, kami menemukan sebuah pengetahuan bahwa; Nanti pada hari dibangkitkan, hamba tersebut akan dihadapkan pada Allah Ta’ala, kemudian Allah Ta’ala akan bersabda;

“Masukkan hambaku ini ke surga dengan sebab rahmat-Ku”.

Hamba tersebut berkata; “dengan sebab amalku Ya Rabb”.

Allah bersabda; “Masukkan hambaku kesurga dengan sebab rahmat-Ku”.

Sekali lagi hamba tersebut berkata; “dengan sebab amalku Ya Rabb”.

Kemudian Allah Ta’ala bersabda; “Sekarang coba timbang amal hambaku ini dengan nikmat yang telah aku berikan kepadanya”.

Dan ternyata setelah ditimbang, nikmat penglihatan yang telah diberikan Allah kepada hamba tersebut, menyamai dengan timbangan amal ibadah yang telah dilakukannya selama lima ratus tahun. Dan masih tersisa anggota tubuh lain yang belum ditimbang, sedangkan amal hamba tersebut ternyata sudah habis.

Kemudian Allah Ta’ala bersabda; “sekarang masukkan hambaku ini ke neraka”.

Dengan perintah Allah tersebut, kemudian para malaikat menggiring hamba ke neraka. Tiba-tiba ketika akan digiring ke neraka, hamba tersebut berteriak sambil menangis;

“Ya Rabb……Masukkan aku ke surga dengan rahmat-Mu”.

Kemudian Allah Ta’ala bersabda kepada para Malaikat; “Tahan dulu wahai malaikat, dan bawa kesini”.
Hamba tersebut lalu dibawa oleh para malaikat kehadapan Allah Ta’ala. Kemudian Allah Ta’ala bersabda;

“Wahai hambaku, siapakah yang telah menciptakanmu yang sebelumnya kamu bukan apa-apa??”

Hamba tersebut menjawab; “Engkau Ya Rabb”.

Allah Ta’ala bersabda; “siapakah yang telah memberikan kekuatan kepadamu, sehingga kamu mampu beribadah kepadaku selama lima ratus tahun??”

Hamba menjawab; “Engkau Ya Rabb”.

Allah Ta’ala bersabda: “siapakah yang telah menempatkanmu disebuah gunung yang berada ditengah-tengah laut yang luas, mengalirkan dari gunung tersebut air yang segar sedangkan di sekelilingnya adalah air yang asin, yang menumbuhkan buah delima setiap malam yang seharusnya hanya setahun sekali berbuah, serta siapa yang telah memenuhi permintaanmu, ketika engkau berdo’a supaya dimatikan dengan cara bersujud??”

Hamba tersebut menjawab dengan wajah menunduk malu dan bersuara pelan; “Engkau Ya Rabb”.

Allah Ta’ala bersabda: “itu semua tak lain adalah atas berkata rahmat-Ku, dan dengan rahmat-Ku juga engkau Aku masukkan surga”.

Kemudian Allah Ta’ala bersabda kepada para malaikat; “masukkan hambaku ini ke surga, engkau adalah sebaik-baik hamba wahai hamba-Ku”.

Dan dimasukkanlah hamba tersebut kedalam surga berkat rahmat Allah Ta’ala.
Kemudian Jibril berkata; “Sesungguhnya, segala sesuatu itu adalah berkat rahmat Allah wahai Muhammad”.

*Diterjemahkan secara bebas dari hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Jabir dan terdapat dalam kitab Jami’ al-Kabir Imam As-Suyuthi juz 1 hlm 12093 hadits nomor 12200……semoga bisa menjadi pelajaran bagi kita semua. Seperti biasa, jika berkenan mohon untuk disebar luaskan, supaya saldo amal kembali bertambah…^_^

Allahummaghfirlii….Allahummaghfirlanaa….Allahummaghfirlanaa wal Muslimiin.

Read More..

Pandangan Al Ghazali Tentang Ketuhanan Yesus


Yesus Kristus Dijadikan Tuhan Oleh Kaum Nashrani

Imam al-Ghazali adalah salah seorang ulama klasik yang berusaha keras mematahkan hujjah ketuhanan Yesus. Melalui bukunya yang berjudul al-Raddul Jamil li-Ilahiyati ‘Isa, al-Ghazali membantah ketuhanan Yesus dengan mengutip teks-teks Bibel. Buku ini menarik untuk dikaji karena diterbitkan oleh UNESCO dalam bahasa Arab.

Imam al-Ghazali adalah ulama yang sangat terkenal di zamannya sampai zaman sekarang ini. Nama lengkapnya, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad At-Thusi Asy-Syafi’i (pengikut mazhab Syafi’i). Al-Ghazali lahir 450 H/1058 M dan wafat pada tahun 505H/1111M dalam usia 55 tahun.

Karyanya tidak kurang dari 200 buku, dan di antara karyanya yang sangat monumental adalah “Ihya ‘Ulumiddin” (Revival of Religious Sciences). Ia dikenal sebagai seorang filosof, ahli tasawwuf, ahli fikih, dan juga bisa dikatakan sebagai seorang Kristolog. Ini terbukti lewat karyanya al-Raddul Jamil, yang ditulisnya secara serius dan mendalam.

Dalam bukunya, Al-Ghazali memberikan kritik-kritik terhadap kepercayaan kaum Nasrani yang bertaklid kepada akidah pendahulunya, yang keliru. Kata al-Ghazali dalam mukaddimah bukunya: “Aku melihat pembahasan-pembahasan orang Nasrani tentang akidah mereka memiliki pondasi yang lemah. Orang Nasrani menganggap agama mereka adalah syariat yang tidak bisa di takwil”

Imam al-Ghazali juga berpendapat bahwa orang Nasrani taklid kepada para filosof dalam soal keimanan. Misalnya dalam masalah al-ittihad, yaitu menyatunya zat Allah dengan zat Yesus. Al-Ghazali membantah teori al-ittihad kaum Nasrani. Menurutnya, anggapan bahwa Isa a.s. mempunyai keterkaitan dengan Tuhan seperti keterkaitan jiwa dengan badan, kemudian dengan keterkaitan ini terjadi hakikat ketiga yang berbeda dengan dua hakikat tadi, adalah keliru. Menurutnya, bergabungnya dua zat dan dua sifat (isytirak), kemudian menjadi hakikat lain yang berbeda adalah hal yang mustahil yang tidak diterima akal.

Dalam pandangan al-Ghazali, teori al-ittihad ini justru membuktikan bahwa Yesus bukanlah Tuhan. Al-Ghazali menggunakan analogi mantik atau logika. Ia berkata, ketika Yesus disalib, bukankah yang disalib adalah Tuhan, apakah mungkin Tuhan disalib? Jadi, Yesus bukanlah Tuhan. Penjelasannya dapat dilihat pada surat an-Nisa ayat 157: ”Dan tidaklah mereka membunuhnya (Isa a.s..) dan tidak juga mereka menyalibnya akan tetapi disamarkan kepada mereka”.

Selain al-ittihad, masalah al-hulul tak kalah pentingnya. Menurut Al-Ghazali, makna al-hulul, artinya zat Allah menempati setiap makhluk, sebenarnya dimaksudkan sebagai makna majaz atau metafora. Dan itu digunakan sebagai perumpamaan seperti kata “Bapa” dan ”Anak”. Misalnya seperti dalam Injil Yohannes pasal 14 ayat 10: “Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku. Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan dari diriKu sendiri tetapi Bapa yang diam di dalam Aku, Dia-lah yang melakukan pekerjaan-Nya.”

Dalam melakukan kajiannya, Imam al-Ghazali merujuk kepada Bibel kaum Nasrani. Dalam al--Raddul Jamil, al-Ghazali mencantumkan enam teks Bibel yang menurutnya menafikan ketuhanan Yesus, dan dikuatkan dengan teks-teks Bibel lainnya sebagai tafsiran teks-teks yang enam tadi.

Di antara teks yang dikritisi oleh al-Ghazali adalah Injil Yohannes pasal 10 ayat 30-36, “Aku dan Bapa adalah satu. Sekali lagi orang-orang Yahudi mengambil batu untuk melempari Yesus. Kata Yesus kepada mereka: “banyak pekerjaan baik yang berasal dari Bapa-ku yang kuperlihatkan kepadamu; pekerjaan manakah diantaranya yang menyebabkan kamu mau melempari aku? Jawab orang-orang Yahudi itu: “bukan karena suatu pekerjaan baik maka kami mau melempari engkau, melainkan karena engkau menghujat Allah dan karena engkau, sekalipun hanya seorang manusia saja, menyamakan dirimu dengan Allah. Kata Yesus kepada mereka: “tidakkah ada tertulis dalam kitab Taurat kamu: Aku telah berfirman: kamu adalah Allah? Jikalau mereka, kepada siapa firman itu disampaikan, disebut Allah – sedangkan kitab suci tidak dapat dibatalkan- masihkan kamu berkata kepada dia yang dikuduskan oleh Bapa dan yang telah diutus-Nya ke dalam dunia.” (Teks dikutip dari Bibel terbitan Lembaga Al-kitab Indonesia; Jakarta 2008.)

Teks ini, menurut al-Ghazali, menerangkan masalah al-ittihad (menyatunya Allah dengan hamba-Nya). Orang Yahudi mengingkari perkataan Yesus “aku dan Bapa adalah satu”. Al-Ghazali berpendapat, perkataan Yesus, Isa A.S. “..aku dan Bapa adalah satu” adalah makna metafora. Al-Ghazali mengkiaskannya seperti yang terdapat dalam hadits Qudsi, dimana Allah berfirman,

“Tidaklah mendekatkan kepadaKu orang-orang yang mendekatkan diri dengan yang lebih utama dari pada melakukan yang Aku fardhukan kepada mereka. Kemudian tidaklah seorang hamba terus mendekatkan diri kepadaKu dengan hal-hal yang sunnah sehingga Aku mencintainya. Apabila Aku telah mencintainya maka Aku adalah pendengaran yang ia mendengar dengannya, penglihatan yang ia melihat dengannya, lisannya yang ia berbicara dengannya dan tangannya yang ia memukul dengannnya.”

Menurut Al-Ghazali, adalah mustahil Sang Pencipta menempati indra-indra tersebut atau Allah adalah salah satu dari indra-indra tersebut. Akan tetapi seorang hamba ketika bersungguh-sungguh dalam ta’at kepada Allah, maka Allah akan memberikannya kemampuan dan pertolongan yang ia mampu dengan keduanya untuk berbicara dengan lisan-Nya, memukul dengan tanganNya, dan lain-lainnya Makna metafora dalam teks Bibel dan hadits Qudsi itulah yang dimaksudkan bersatunya manusia dengan Tuhan, bukan arti harfiahnya.

Demikianlah, di abad ke-12 M, Imam al-Ghazali telah melalukan kajian yang serius tantang agama-agama selain Islam. Kajian ini tentu saja sesuatu yang jauh melampaui zamannya. Kritiknya terhadap konsep Ketuhanan Yesus jelas didasari pada keyakinannya sebagai Muslim, berdasarkan penjelasan al-Quranul Karim. Al-Ghazali bersifat seobjektif mungkin saat meneliti fakta tentang konsep kaum Kristen soal Ketuhanan Yesus. Tapi, pada saat yang sama, dia juga tidak melepaslan posisinya sebagai Muslim saat mengkaji agama-agama.

Oleh, Rachmat Morado Sugiarto, M.A*
*Alumnus Universitas Mulay Islamil, Meknes, Maroko

Read More..

JANGAN SOMBONG KAMU GAJAHHHH!!!!


Seorang Syekh (Mursyid Thariqat) berceramah di depan para ulama dalam sebuah acara. Ceramah Beliau berisi tentang kehebatan Al Qur’an ditinjau dari segi ilmu metafisika eksakta. Diantara yang hadir termasuk salah seorang yang sudah banyak sekali mempelajari tentang segala hal yang berhubungan dengan Islam, mulai dari sejarah sampai kepada hokum-hukum Islam dan ayat-ayat Al-Qur’an sudah hapal diluar kepala juga telah membaca ratusan kitab-kitab klasik dan merasa dirinya sudah banyak tahu tentang agama dan menganggap ceramah Syekh itu masih sangat rendah dibandingkan dengan ilmu yang dipelajarinya. Dalam hati orang yang sombong tadi berkata, “Kalau begini ceramahnya, aku sudah banyak tahu, lebih baik Syekh itu turun aja dari mimbar”.

Seorang Syekh (Muryid) diberi kerunia oleh Allah SWT untuk mengetahui isi hati orang lain dikarenakan hatinya telah bersih sehingga mampu menangkap sinyal atau gelombang apa saja yang datang termasuk gelombang kesombongan yang dipancarkan dari hati ulama itu. Tiba-tiba Tuan Syekh berkata, “Sekarang aku mau cerita tentang gajah. Ada seoekor gajah yang besar badannya. Suatu hari ada orang yang mau memberikan minum kepada sekawanan gajah termasuk gajah yang besar tadi dengan memakai selang air sebesar kelingking. Sang gajah protes, Bagaimana mungkin kami bisa cukup minum dari selang yang kecil ini, untuk saya sendiri saja tidak cukup”. Tuan Syekh tadi diam setelah ceritanya sampai kepada gajah besar yang protes, tiba-tiba Beliau berkata sambil menunjuk ulama yang sombong tadi, “Jangan kau sombong gajah, selang ini memang hanya sebesar kelingking, akan tetapi selang ini tersambung langsung dengan lautan yang sangat luas, seribu gajah sepertimu tidak akan sanggup menghabiskan air ini”. Orang yang di tunjuk tadi merasa tersindir dan malu, kemudian menyadari bahwa apa yang terlintas dalam hatinya diketahui oleh Syekh, dan setelah acara ceramah ulama tadi mendatangi Tuan syekh dan menyatakan diri ingin berguru. “Pandangan mata batin tuan tajam sekali, saya mohon maaf atas kesombongan saya dan mohon sudi kiranya tuan menerima saya menjadi murid”.

Seorang Guru Mursyid kadangkala secara zahir nya sama seperti manusia lain tidak terkecuali bentuk ceramahnya, akan tetapi setiap yang diucapkannya memgandung Nur Ilahi yang tersambung langsung kehadirat Allah SWT lewat “selang-Nya” sehingga apapun yang diucapkan oleh Guru Mursyid merupakan ucapan Allah SWT.

Bagi pengamal thariqat, tidak terkecuali saya sendiri, seringkali mengalami hal-hal yang ajaib saat bersama Guru Mursyid. Bimbingan yang diberikan oleh Guru Mursyid berbeda sekali dengan bimbingan yang diberikan oleh Guru pada tataran syariat. Seorang Mursyid sangat mengetahui isi hati dari muridnya, sehingga walaupun jumlah muridnya ribuan bahkan jutaan pelajaran yang diberikan tidak sama.

Seringkali Mursyid berceramah dan didengar lebih seratus orang, nanti ke-seratus orang itu akan mengambil kesimpulan yang berbeda. Seorang Guru Mursyid yang kamil mukamil bahkan membimbing dan menuntun muridnya secara 24 jam, zahir dan batin dan tidak mengenal tempat karena sesungguhnya rohani dari Guru Mursyid itu telah larut kedalam zat dan fi’il Allah sehingga seluruh gerakannya adalah gerakan Tuhan semata.

Seringlah kita ucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT atas karunia yang tidak terhingga yang telah memperkenalkan seorang kekasih-Nya kepada kita dan lewat kekasih-Nya itu pula terbuka dengan lebar sebuah pintu yang langsung berhubungan dengan Allah SWT.

Al-Qur’an memberikan gambaran yang sangat lengkap tentang Para Guru Mursyid sebagai orang-orang yang diberi izin oleh Allah SWT untuk membimbing manusia ke jalan-Nya.

“Dan kami jadikan mereka ikutan untuk menunjuki manusia dari perintah kami dengan sabar serta yakin dengan keterangan Kami” (Surat Asajadah, ayat 24 juz 21).

“Mereka itulah orang yang telah diberi Allah petunjuk, maka ikutlah Dia dengan petunjuk itu” (Surat An Am ayat 10 juz 7)

“Barangsiapa yang berjanji teguh dengan engkau (Dia) sebenarnya mereka telah berjanji teguh dengan Allah, tangan Allah diatas tangan mereka” (Surat Al Fathu ayat 10 juz 26).

Guru Mursyid membimbing murid-muridnya tanpa pamrih dan bukan semata-mata mengharapkan harta, beliau membimbingnya dengan ikhlas tidak peduli siapapun kita, dari mana kita berasal, anak siapa kita tetap akan dibimbing oleh Beliau dengan kasih sayang dan penuh keikhlasan. Ini digambarkan dalam al-Qur’an :

“Ikutilah orang yang tiada meminta upah kepadamu itu, karena mereka mendapat pimpinan yang benar” (Surat Yasin ayat 21 juz 23)

Semoga kita semua diberi karunia oleh Allah SWT untuk menerima Nur Ilahi sebagai sumber kebenaran hakiki lewat dada seorang Kekasih Allah yang akan membimbing kita dari dunia sampai akhirat, Amien ya Rabbal ‘Alamin

Read More..

HITLER yg sebenar...


,Adolf Hitler, semoga ada sepertinya di zaman ini...

Aku berbual dengan seorang ahli keluarga yang sedang menamatkan tesis PhD beliau dan aku amat terperanjat apabila beliau nyatakan tesis beliau berkaitan Adolf Hitler, pemimpin Nazi. Maka aku katakan "Takkan dah habis semua tokoh Islam di dunia ini sampai kamu memilih si bodoh ini dijadikan tajuk?"

Beliau ketawa lalu bertanya apa yang aku ketahui tentang Hitler.

Aku lalu menjawab bahawa Hitler seorang pembunuh yang membunuh secara berleluasa dan meletakkan German mengatasi segala-galanya...lalu dia bertanya dari mana sumber aku. Aku menjawab sumberku dari TV pastinya.

Lalu dia berkata : " Baiklah, pihak British telah melakukan lebih dahsyat dari itu...pihak Jepun semasa zaman Emperor mereka juga sama...tapi kenapa dunia hanya menghukum Hitler dan meletakkan kesalahan malahan memburukkan nama Nazi seolah-olah Nazi masih wujud hari ini sedangkan mereka melupakan kesalahan pihak British kepada Scotland, pihak Jepun kepada dunia dan pihak Afrika Selatan kepada kaum kulit hitam mereka?"

Aku lantas meminta jawapan dari beliau. Beliau menyambung : "Ada dua sebab -

1. Prinsip Hitler berkaitan Yahudi, Zionisme dan penubuhan negara Israel. Hitler telah melancarkan Holocaust untuk menghapuskan Yahudi kerana beranggapan Yahudi akan menjahanamkan dunia pada suatu hari nanti.

2. Prinsip Hitler berkaitan Islam. Hitler telah belajar sejarah kerajaan terdahulu dan umat yang lampau, dan beliau telah menyatakan bahawa ada tiga tamadun yang terkuat, iaitu Parsi, Rome dan Arab. Ketiga-tiga tamadun ini telah menguasai dunia satu ketika dulu dan Parsi serta Rome telah mengembangkan tamadun mereka hingga hari ini, manakala Arab pula lebih kepada persengketaan sesama mereka sahaja. Beliau melihat ini sebagai satu masalah kerana Arab akan merosakkan Tamadun Islam yang beliau telah lihat begitu hebat satu ketika dulu.

Atas rasa kagum beliau pada Tamadun Islam, beliau telah mencetak risalah berkaitan Islam dan diedarkan kepada tentera Nazi semasa perang, walaupun kepada tentera yang bukan Islam.

Beliau juga telah meberi peluang kepada tentera German yang beragama Islam untuk menunaikan solat ketika masuk waktu di mana jua...bahkan tentera German pernah bersolat di dataran Berlin dan Hitler ketika itu mennggu sehingga mereka tamat solat jemaah untuk menyampaikan ucapan beliau...

Hitler juga sering bertemu dengan para Ulamak dan meminta pendapat mereka serta belajar dari mereka tentang agama dan kisah para sahabat dalam mentadbir...

Hitler bersama Syeikh Amin Al-Husainiy

Beliau juga meminta para Sheikh untuk mendampingi tentera beliau bagi mendoakan mereka yang bukan Islam dan memberi semangat kepada yang beragama Islam untuk membunuh Yahudi...

Seorang tentera Nazi melekatkan gambar Mufti Al-Quds

Semua maklumat ini ialah hasil kajian sejarah yang dilakukan oleh saudara aku untuk tesis PhD beliau dan beliau meminta aku tidak menokok tambah apa-apa supaya tidak menyusahkan beliau untuk membentangkannya nanti. Beliau tidak mahu aku campurkan bahan dari internet kerana aku bukan pakar bidang sejarah. Tetapi gambar-gambar yang ada di sini sudah lama tersebar dan semua orang boleh melihatnya di internet.

Aku juga sedaya upaya mencari maklumat tambahan di internet dan berjumpa beberapa perkara :

1: Pengaruh Al-Quran di dalam ucapan Hitler.
Ketika tentera Nazi tiba di Moscow, Hitler berhajat menyampaikan ucapan. Dia memerintahkan penasihat-penasihatnya untuk mencari kata-kata pembukaan yang hebat tak kira dari kitab agama, kata-kata ahli falsafah ataupun dari bait syair. Seorang sasterawan Iraq yang bermastautin di German mencadangkan ayat Al-Quran :

(اقتربت الساعة وانشق القمر) bermaksud : Telah hampir Hari Kiamat dan bulan akan terbelah...

Hitler berasa kagum dengan ayat ini dan menggunakannya sebagai kalam pembukaan dan isi kandungan ucapan beliau. Memang para ahli tafsir menghuraikan bahawa ayat tersebut bermaksud kehebatan, kekuatan dan memberi maksud yang mendalam.

Perkara ini dinyatakan oleh Hitler di dalam buku beliau Mein Kampf yang ditulis di dalam penjara bahawa banyak aspek tindakan beliau berdasarkan ayat Al-Quran, khususnya yang berkaitan tindakan beliau ke atas Yahudi...

2. Hitler bersumpah dengan nama Allah yang Maha Besar

Hitler telah memasukkan sumpah dengan nama Allah yang Maha Besar di dalam ikrar ketua tenteranya yang akan tamat belajar di akademi tentera German.

" Aku bersumpah dengan nama Allah (Tuhan) yang Maha Besar dan ini ialah sumpah suci ku,bahawa aku akan mentaati semua perintah ketua tentera German dan pemimpinnya Adolf Hitler, pemimpin bersenjata tertinggi, bahawa aku akan sentiasa bersedia untuk berkorban dengan nyawaku pada bila-bila waktu demi pemimpin ku"

3. Hitler telah enggan meminum beer (arak) pada ketika beliau gementar semasa keadaan German yang agak goyah dan bermasalah. Ketika itu para doktor mencadangkan beliau minum beer sebagai ubat dan beliau enggan, sambil mangatakan " Bagaimana anda ingin suruh seseorang itu minum arak untuk tujuan perubatan sedangkan beliau tidak pernah seumur hidupnya menyentuh arak?"

Ya, Hitler tidak pernah menjamah arak sepanjang hayat beliau...minuman kebiasaan beliau ialah teh menggunakan uncang khas...

Bukanlah tujuan penulisan ini untuk membela apa yang dilakukan oleh Hitler, tetapi ianya bertujuan untuk menyingkap apa yang disembunyikan oleh pihak Barat. Semoga kita semua beroleh manfaat.

Read More..