Wednesday, June 8, 2011

Ayah Sutradara Shalat Jamaah untuk Keluarga



HIDUP di negara seperti Amerika Serikat (AS), sangat sulit bisa merasakan suasana pengajian seperti layaknya saat saya masih di kampung halaman. Tak seperti di Indonesia di mana jumlah masjid di Paman Sam yang sangat terbatas. Dan kalaupun ada jaraknya terkadang sangat jauh dari rumah.

Apakah itu suatu kekurangan? Bisa ya, tapu juga bisa sebuah kenikmatan tersendiri yang Allah SWT berikan. Jauhnya masjid adalah kesempatan seorang ayah seperti saya bisa menyusun shalat jamaah lebih leluasa.

Bagi saya, kekurangan ini adalah berkah. Waktu shalat jamaah adalah waktu yang paling tepat bagi kami sekeluarga untuk memperbaiki misi dan tujuan bersama. Karena seiring dengan berjalannya waktu, adalah suatu kemungkinan bahwa arah, tujuan dan misi sebuah keluarga akan mengalami pergeseran.

Tujuan indah keluarga idaman yang menjadi bayangan semula ketika membangun keluarga, menjadi berubah dengan seiring perjalanan kehidupan berkeluarga.
Karenanya, memberikan keteladanan dengan cara mengajak anak melaksanakan shalat berjamaah di rumah adalah sebuah kesempatan emas dan sangat istimewa.

Sebab keteladanan yang baik ini akan membawa kesan positif dalam jiwa anak. Orang yang paling banyak diikuti oleh anak dan yang paling kuat menanamkan pengaruhnya ke dalam jiwa anak tak lain adalah orangtuanya.

Menjadi Imam

Ayah adalah seorang yang harus mampu menjadi imam keluarga, khususnya dalam jamaah shalat. Dengan senang atau tidak, seorang ayah harus mempersiapkan hafalan-hafalan al-Qurannya untuk dibaca dalam shalat jamaah yang ia tegakkan bersama keluarganya.

Karena itu peran seorang ayah adalah sangat penting untuk selalu memonitor jalannya misi dan tujuan keluarga. Ayah mempunyai posisi penting untuk menjadi pemimpin bagi istri dan anak-anaknya. Setelah shalat jamaah, usahakan ada tema pembicaraan yang lebih serius. Dimulai dari hal-hal yang kecil dan remeh temeh. Dengarkan cerita anak saat seharian di sekolah, dengarkan keluhan istri selama berada di rumah menunggu kita, selipkan kata–kata hikmah, untuk belajar dari kehidupan.

Rasulullah SAW memerintahkan agar orangtua dapat menjadi teladan yang baik bagi anak-anak mereka. Dalam hal keteladanan shalat, pada tahap awal, keteladanan yang dapat dicontoh oleh anak adalah dengan gerakan-gerakan shalat.

Seorang ayah perlu mempelajari gerakan shalat yang sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Sehingga anak akan mendapatkan contoh gerakan shalat yang benar dari ayahnya. Semakin sering anak usia dini mendapatkan stimulasi tentang gerakan shalat --apalagi diiringi dengan pengarahan tentang bagaimana gerakan yang benar secara berulang-ulang-- maka anak semakin mampu melakukannya.

Pada tahap berikutnya keteladanan yang bisa diberikan seorang ayah adalah bacaan al-Qur’an di dalam shalat dengan suara yang terdengar oleh anak. Selain mendapatkan stimulasi gerakan shalat anak juga bisa belajar dari bacaan shalat.
Masa anak-anak adalah masa meniru dan memiliki daya ingat yang luar biasa. Ayah harus menggunakan kesempatan ini dengan baik, jika tidak ingin menyesal kehilangan masa emas (golden age) pada anak mereka. Pengarahan tentang bagaimana tata cara shalat yang benar kita ajarkan kepada anak setelah proses shalat berlangsung.

Dalam tahap lanjut, anak tidak hanya bisa meniru gerakan shalat, tapi juga memiliki kebanggaan untuk menggunakan simbol-simbol islami baik dalam ucapan maupun perilaku dalam shalatnya dan sebagainya.

Perkembangan kemampuan anak melakukan gerakan shalat adalah hasil dari pematangan proses belajar yang diberikan. Karena itu hindarkan pemaksaan pada mereka.

Pemaksaan latihan kepada anak sebelum mencapai kematangan hanya akan mengakibatkan kegagalan atau setidaknya ketidakoptimalan hasil.

Pengalaman dan pelatihan akan mempunyai pengaruh pada anak bila dasar-dasar keterampilan atau kemampuan yang diberikan telah mencapai kematangan. Sehingga anak akan menikmati gerakan shalat dengan sendirinya.

Shalat jamaah adalah sangat tinggi nilainya dan sangat besar pahalanya. Dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda "Shalat Jamaah lebih utama dua puluh tujuh kali dibanding shalat sendiri." (HR. Bukhari dan Muslim)

“Dari Abu Sa'id Al Khudri RA, bahwa dia mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Shalat berjama'ah lebih utama dibandingkan shalat sendirian dengan dua puluh lima derajat."(HR. Bukhari)

Dalam hadist yang diriwayatkan oleh Muslim keutamaan shalat jamaah adalah 27 kali dari shalat sendiri.

Dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Shalat jama'ah lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendirian."(HR. Muslim)

Keutamaan shalat jamaah ini menjadi hal yang penting yang bisa juga disampaikan kepada anak. Salah satu kunci kesuksesan adalah ketika kita mampu menjaga kwalitas hidup kita. Kwalitas hidup kita akan menjadi meningkat 25 sampai 27 kali ketika selalu menjaga shalat jamaah ini. Bahkan dalam hadist yang lain, shalat jamaah ini merupakan salah satu sarana untuk menghapus kesalahan-kesalahan dan mengangkat derajat pelakunya.

Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
“Maukah kalian untuk aku tunjukkan atas sesuatu yang dengannya Allah menghapus kesalahan-kesalahan dan mengangkat derajat?” Mereka menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah”. Beliau bersabda, “Menyempurnakan wudlu pada sesuatu yang dibenci (seperti keadaan yang sangat dingin pent), banyak berjalan ke masjid, dan menunggu shalat berikutnya setelah shalat. Maka itulah ribath.”(HR. Muslim)

Hafalan al-Quran

Ajaklah anak-anak melakukan shalat jamaah bersama-sama di rumah atau di masjid. Biasakan dengarkan mereka dengan bacaan-bacaan al-Quran sang ayah. Karena itu seorang ayah perlu untuk memperbanyak hafalan al-Qurannya.
Setelah shalat jamaah selesai, suasana yang masih khusuk adalah waktu yang tepat untuk menyampaikan kemuliaan ajaran agama Islam.


Dalam riwayat Utsman Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa shalat isya` berjama'ah, seolah-olah ia shalat malam selama separuh malam, dan barangsiapa shalat shubuh berjamaah, seolah-olah ia telah shalat seluruh malamnya.”(HR. Muslim)

Percayalah, dengan kebiasaan shalat berjamaah ini akan menumbuhkan rasa sakinah mawaddah dan rahmah di dalam atmosfir keluarga.

Ibnu Abbas meriwayatkan sebuah hadist dari Rasulullah SAW, “Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegahnya dari perbuatan tercela dan mungkar maka orang itu tidak akan bertambah apapun dari sisi Allah kecuali bertambah jauh.”

Dengan shalat berjamaah, keluarga tidak saja mendapatkan jaminan kehidupan dari Allah SWT, ayah pun mampu membangun hubungan yang harmonis dengan anggota keluarga, sehingga hubungan keluarga tidak terbatas oleh jasad saja tetapi juga diwarnai oleh hubungan kecintaan ruhani. Mencintai ayah sebagai pemimpin keluarga, dan mencintai anak sebagai bagian dari keluarga karena Allah SWT.

Suasana cinta semacam ini akan menumbuhkan ketenangan dan ketentraman hati, membentuk keluarga yang penuh dengan kebahagiaan dan keberkahan.
Shalat jamaah menjadi ikatan yang kuat yang akan mengikat anggota keluarga satu sama lain. Keasyikan suasana shalat berjamaah, menjadi kerinduan setiap anggota keluarga.

“Sungguh akan terurai ikatan (agama) Islam itu satu demi satu! Apabila terurai satu ikatan, orang-orang pun bergantung pada ikatan berikutnya. Ikatan yang pertama kali lepas ialah hukum, sedangkan yang terakhir kali lepas ialah shalat.” (HR. Ahmad).

Dan jangan lupa juga bahwa di dalam shalat jamaah inilah para Malaikat membela keluarga-keluarga yang menegakkannya. Ketika anak-anak kita mengumandangkan adzan dan iqamat maka para Malaikat akan bersama-sama dengan anak-anak kita.

"Barangsiapa shalat di sebidang tanah, niscaya malaikat shalat di sebelah kanan dan kirinya. Jika ia mengumandangkan adzan dan iqamat, atau iqamat saja, niscaya para Malaikat shalat di belakangnya seperti gunung.”(HR. Muwatha’ Malik).

Ketika bacaan amin dari imam dan makmun bersamaan dengan bacaan para Malaikat, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni-Nya.

"Jika salah seorang dari kalian 'Amiin' dan para malaikat yang ada di langit juga membaca 'Amiin', lalu bacaan salah satunya bersamaan dengan bacaan yang lain, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni." (HR. Bukhari)

Begitu pula ketika anak-anak kita membaca kalimat Rabbana walakal hamdu setelah rukuk, dan bacaan itu bersamaan dengan bacaan para Malaikat, maka dosa yang telah lalu pun akan diampuninya.

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "malaikat malam dan malaikat siang secara bergantian menjaga kalian, dan mereka berkumpul pada waktu shalat 'ashar dan shalat subuh, kemudian malaikat yang menjaga kalian di malam hari naik ke langit dan Allah menanyai mereka -sekalipun Dia paling tahu terhadap keadaan mereka- bagaimana kalian tinggalkan para hamba-Ku? 'Para malaikat menjawab, 'Kami tinggalkan saat mereka sedang melaksanakan shalat, dan kami datangi mereka juga saat melaksanakan shalat'." (HR. Bukhari)

Siapa yang keluarganya mau dibela oleh para Malaikat Allah? Perbanyaklah shalat berjamaah dengan keluarga Anda. Kini saatnya memulai belajar menjadi seorang ayah sekaligus seorang imam yang baik. Silakan mencoba!

Yusuf Muhammad Efendy, tinggal di San Francisco, Amerika




Read More..

Anugerah Terindah


Rasulullah SAW bersabda, ''Empat macam dari kebahagiaan manusia, yaitu istri yang salehah, anak yang berbakti, teman-temannya adalah orang-orang yang baik, dan mata pencahariannya berada dalam negaranya sendiri.'' (HR Dailami). Salah satu hal yang dicari oleh setiap manusia dalam kehidupan ini adalah kebahagiaan, meskipun setiap orang berbeda indikatornya. Ada sebagian orang yang menilai kebahagiaan itu ketika memiliki harta yang banyak. Ada pula yang menilai kebahagiaan dengan pangkat dan jabatan yang diraihnya. Tetapi, bagi seorang Muslim, kebahagian itu bukan diukur dengan harta atau pangkat yang dimilikinya semata.

Kebahagian sejati bagi seorang Muslim, sebagaimana hadis di atas, adalah ketika hidup dalam lingkungan yang baik dan mudah, yaitu memiliki istri yang salehah, anak-anak yang berbakti, teman-teman yang baik, dan mata pencaharian mudah. Itulah anugerah terindah yang Allah berikan kepada manusia untuk kebahagiaannya. Istri yang salehah adalah seorang istri yang tidak hanya menjadi pendamping hidup, melainkan ia seorang teman diskusi dan teman yang selalu mengajak kepada kebaikan. Ia mengingatkan ketika lalai, menjadi peneguh ketika gundah, menjadi penerang ketika kegelapan, menjadi penyejuk ketika marah, menjaga kehormatannya, dan selalu taat kepada Allah dan rasul-Nya. Allah menggambarkan wanita salehah dalam firman-Nya: ''....
Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara.'' (QS 4: 34).

Bahkan, Rasulullah menggambarkan istri salehah sebagai perhiasan yang paling baik dan indah mengalahkan indahnya dunia ini. Anak-anak yang berbakti merupakan kekayaan yang tidak ternilai harganya. Mereka merupakan anak-anak yang saleh dan salehah, yang indah dan menyejukkan hati (qurrata a'yun). Mereka pun senantiasa berdoa: ''Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya (kedua orangtua), sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.'' (QS 17: 24). Memiliki anak-anak yang berbakti merupakan kebahagiaan dalam sebuah keluarga. Kebahagiaannya tidak hanya dirasakan di dunia, tetapi juga di akhirat. Rasulullah mengajarkan bahwa doa anak yang saleh merupakan amalan yang tidak terputus walaupun orang tuanya sudah meninggal.

Teman yang baik adalah yang menjadi sahabat sejati, baik dalam sedih ataupun suka. Mereka tidak hanya menolong dalam kesusahan, tetapi juga menjadi pengingat ketika kita salah, menjadi pendorong semangat dalam kebaikan dan ketakwaan. Mata pencaharian merupakan sarana kita mencari nafkah. Jika mata pencaharian kita tidak jauh, maka kita tetap bisa berkumpul, menjaga, dan menyayangi keluarga. Berkumpul
dengan keluarga, menurut suatu pendapat umum, merupakan obat lelah setelah sibuk bekerja. Semoga Allah menganugerahi kita istri yang salehah, anak yang berbakti, teman yang baik, dan mata pencaharian yang dekat dan mudah. Semoga Allah terus membimbing dan menjadikan kita hamba-hamba yang bersyukur atas semua anugerah yang diberikan-Nya. Allahumma Amin.


Read More..

~ Khalil Gibran ~ II


Semalam
Semalam aku sendirian di dunia ini,
kekasih; dan kesendirianku…
sebengis kematian…
Semalam diriku adalah sepatah kata yang tak bersuara…,
Di dalam fikiran malam.
Hari ini…
aku menjelma menjadi sebuah nyanyian menyenangkan di atas lidah hari.
Dan, ia berlangsung dalam seminit dari sang waktu yang melahirkan sekilas pandang,
sepatah kata, sebuah desakan dan… sekucup ciuman
~ Khalil Gibran ~

Nyanyian sukma
Di dasar relung jiwakuBergema nyanyian tanpa kata;
sebuah laguyang bernafas di dalam benih hatiku,
Yang tiada dicairkan oleh tinta di atas lembar kulit ;
ia meneguk rasa kasihkudalam jubah yg nipis kainnya,
dan mengalirkan sayang,Namun bukan menyentuh bibirku.
Betapa dapat aku mendesahkannya?
Aku bimbang dia mungkin berbaur dengan kerajaan fana
Kepada siapa aku akan menyanyikannya?
Dia tersimpan dalam relung sukmaku
Kerna aku risau, dia akan terhempas
Di telinga pendengaran yang keras.
Pabila kutatap penglihatan batinku
Nampak di dalamnya bayangan dari bayangannya,
Dan pabila kusentuh hujung jemariku
Terasa getaran kehadirannya.
Perilaku tanganku saksi bisu kehadirannya,
Bagai danau tenang yang memantulkan cahayabintang-bintang bergemerlapan.
Air mataku menandai sendu
Bagai titik-titik embun syahduYang membongkarkan rahsia mawar layu.
Lagu itu digubah oleh renungan,
Dan dikumandangkan oleh kesunyian,
Dan disingkiri oleh kebisingan,Dan dilipat oleh kebenaran,
Dan diulang-ulang oleh mimpi dan bayangan,
Dan difahami oleh cinta,
Dan disembunyikan oleh kesedaran siang
Dan dinyanyikan oleh sukma malam.
Lagu itu lagu kasih-sayang,
Gerangan ‘Cain’ atau ‘Esau’ manakahYang mampu membawakannya berkumandang?
Nyanyian itu lebih semerbak wangi daripada melati:
Suara manakah yang dapat menangkapnya?
Kidung itu tersembunyi bagai rahsia perawan suci,
Getar nada mana yang mampu menggoyahnya?
Siapa berani menyatukan debur ombak samudra dengan kicau bening burung malam?
Siapa yang berani membandingkan deru alam,Dengan desah bayi yang nyenyak di buaian?
Siapa berani memecah sunyiDan lantang menuturkan bisikan sanubari
Yang hanya terungkap oleh hati?
Insan mana yang beranimelagukan kidung suci Tuhan?
(Dari ‘Dam’ah Wa Ibtisamah’ -Setitis Air Mata Seulas Senyuman)
~ Khalil Gibran ~


Syukur
Bangun di fajar subuh dengan hati seringan awan
Mensyukuri hari baru penuh sinar kecintaan
Istirahat di terik siang merenungkan puncak getaran cinta
Pulang di kala senja dengan syukur penuh di rongga dada
Kemudian terlena dengan doa bagi yang tercinta dalam sanubari
Dan sebuah nyanyian kesyukuran terpahat di bibir senyuman
~ Kahlil Gibran ~

Jalan cinta
Untuk anak-anakku,
Yang sedang bertanya-tanya
Tentang masa depan yang tersembunyi dan terbayang begitu jauh
Berharap-harap tentang hidup yang sedang dan akan dihadapinya
Anak-anakku,
yang sedang mencari keyakinan jiwa
Terhadap jiwa lain yang menjadi pasangan jiwanya
Anak-anakku,
Yang sedang gelisah
Menjalani hidup yang penuh ketidakpastian
Dan godaan-godaan yang memberatkan
Anak-anakku,
Yang semakin dewasa
Dan penuh dengan beban tanggungjawab kehidupan
Aku berdoa untuk kalian
Ya Allah,
Karuniakanlah kebajikan dan keteguhan hati kepada mereka
Jiwa-jiwa yang sedang tumbuh dewasa
Bersihkanlah jiwa mereka
Masukkanlah mereka dalam lindunganMu dan pemeliharaanMu
Anakku,
Pada mulanya engkau dan dia bertemu dalam ketidaksengajaan
Karena sejak mulanya adalah engkau dan dia dipertemukan
Oleh Tangan Gaib yang mengatur kehidupan
Dan sejak engkau bertemu lelaki bermata kuat
Dengan tatapannya yang tajam
Ada yang tersentak dari dalam dadamu
Engkau sering menyendiri duduk dalam gelap
bersenandung nyanyian kasmaran
Dan tersenyum entah untuk siapa
Nampaknya engkau tengah mabuk kepayang
memahat langit dengan angan-angan
mengukir malam dengan bayang-bayang
Jangan hanya diam engkau simpan dalam duduk termenung
Malam yang engkau sapa lewat tanpa jawab
Bersikaplah jujur dan terbuka
Tumpahkanlah perasaan yang sarat dengan cinta yang panas bergelora
Barangkali takdir tengah bicara
Telah datang seorang lelaki diperuntukkan buatmu
Dan pandangan matanya memang khusus buatmu
Mengapa engkau harus sembunyi dari kenyataan
Cinta kasih sejati kadang datang tak terduga
Bergegaslah bangun dari mimpi
Atau engkau akan kehilangan keindahan yang tengah engkau genggam
Anggap saja takdir tengah bicara
Ia datang dari langit buatmu dan pandangan matanya khusus buatmu
Engkau akan segera menyadari
Keadaannya tidaklah jauh berbeda
Takdir tengah bicara kepadanya
Ada yang tersentak dari dalam dadanya
Sejak ia bertemu denganmu gadis bermata lembut
Dan tatapanmu yang sejuk
Ia mengasingkan diri dari keriuhan
Merenungi keajaiban ruhaniah yang menggetarkan jiwanya
Bermalam-malam lewat tanpa jawab
Berharap-harap ia bertemu lagi denganmu
Menyusun angan-angan duduk berdua di bawah pohon cemara
Dan bercerita tentang sepasang burung yang bercumbu di atas dahan
Ia menyematkan kembang di rambut telinga kananmu
Lalu waktu yang engkau dan dia bayangkan pun tiba
Engkau bertemu dengannya berdiri di dekat duduknya
Tetapi ia hanya duduk terdiam
Engkaupun hanya berdiri terpaku berharap-harap
Ia berdiri mendekat ke hadapanmu dan menyapamu
Angin dan daunan dan waktu bercanda menunggu
Tetapi engkau dan dia tidak beranjak menyambut suara alam
Yang mengabarkan harapanmu terhadapnya
Dan mengabarkan hasratnya terhadapmu
Keraguanlah yang menyelimuti langkahmu
Engkau ragu keliru memahami pandangan matanya
Ketakutanlah yang menyelubungi langkahnya
Ia takut menemui kenyataanmu yang berbeda
Waktu berlalu dan engkau dan dia berlalu
Sejak ia berlalu dari hadapanmu
Sepi menggelayut di dalam dadamu dan rindu bayang-bayangnya
Sejak engkau berlalu dari hadapannya
Di dadanya bergelayut sepi dan rindu bayang-bayangmu
Engkau dan dia memang tidak seperti kanak-kanak lagi
Kanak-kanak tidak pandai berdusta apalagi terhadap perasaan di dada
Kanak-kanak yang begitu jujur tentang apa yang disukainya atau
dibencinya
Dan disampaikannya dengan tanpa beban
Sedang engkau menyembunyikan darinya
Perasaanmu yang bergelora
Dan dia menyembunyikan darimu
Hasratnya yang membara
Kedua-duanya bersembunyi dibalik harga diri
Mengapa engkau dan dia tidak bersegera mengikuti panggilan jiwa
Yang disatukan Tangan Gaib dalam cinta
Anugerah yang mengejawantah dalam dirimu dan dirinya
Pabila cinta telah memanggilmu ikutilah jalannya
Meski dibalik sayapnya yang anggun
Tersimpan pedang tajam melukaimu
Yakinlah anugerah gaibNya akan membimbing engkau dan dia
Dalam perjalanan yang menggembirakan betapa pun jauhnya
Apabila anugerah cinta telah melingkupi jiwamu dan jiwanya
Maka atas kehendakNya engkau dan dia akan dipertemukan
Betapapun engkau tidak menginginkan
Atau dia tidak menghendaki
Apabila hanya hasrat dan gelora nafsu yang melingkupi jiwamu dan
jiwanya
Maka atas kehendakNya engkau dan dia akan dipisahkan
Betapapun engkau ingin menemukannya
Atau dia ingin menemukanmu
Sesungguhnya atas kehendakNyalah engkau dan dia dipertemukan atau
dipisahkan
Nampaknya kegelisahanmu dan hasratnya
Hendak dipertemukan olehNya dalam cinta
Sehingga waktu membuatmu sering berhadapan dengannya
Dan ruang sering menempatkannya di dekatmu
Lalu engkau dan dia menjadi lebih mudah berbicara
Dan mendekatkan jiwamu dengan jiwanya
Sampai tiba waktu yang engkau dan dia tunggu
Benih yang dianugerahkan untukmu dan untuknya
Telah mulai bersemi dan tumbuh sebagai pohon cinta dengan cepatnya
Kalian menjadi sepasang kekasih yang saling mengikat janji setia
Sepasang kekasih saling menumpahkan perasaan
Mengikat waktu dengan memadu rindu
Saling bercerita tentang kegembiraan
Saling bercerita tentang kesedihan
Saling membagi tentang harapan dan beban
Memupuk pohon cinta dengan terbuka
Kepercayaan dan keikhlasan tentang hidup yang nampak atau tersembunyi
Memberikan dengan segala kerelaan kesempatan dan dukungan
Meminta dengan lembut pembelaan dan perlindungan
Memberikan pengertian dengan sepenuh hati dan pikiran
Sepasang kekasih saling menjaga dan memelihara
Karena ada kalanya di tengah waktu
Datang masa-masa yang mengganggu dan membingungkan
Menjadi masalah dan kemarahan
Lalu seperti kanak-kanak kalian saling membenci
Tentang keadaannya yang tidak engkau inginkan
Tentang keadaanmu yang tidak dia inginkan
Lalu seperti kanak-kanak kalian saling berdiam
Tentang ketidakmengertiannya terhadap keinginanmu
Tentang ketidakmengertianmu terhadap keinginannya
Anugerah cinta, harapan dan kedewasaan yang membimbing kalian
Membawamu kembali mendekat kepadanya
Membawanya kembali mendekat kepadamu
Lalu kalian saling bercerita
Tentang pemeliharaan dan penjagaan sepasang kekasih
Lalu kalian saling mengingatkan tentang pohon cinta yang kalian
ikrarkan
Di sepanjang perjalanan selalu datang kabut
Mengaburkan pandangan dan menghalangi tujuan hidup
Kekuatanmu dan kekuatannya dan anugerah cinta yang dapat
membersihkannya
Maka hanya kepadaNya berlindung dan berserah diri
Sepasang kekasih memohon penjagaan dan pemeliharaan
Sepasang kekasih memohon limpahan kasih sayang
Pohon cinta tumbuh subur dan semakin dewasa
Akarnya semakin kuat dan pokoknya semakin kokoh
Daunnya semakin rimbun meneduhi
Pohon dewasa yang siap berbunga dan berbuah
Dalam jiwamu mulai tumbuh perasaan-perasaan baru
Tentang tujuan dan harapan pohon cinta
Akankah ini berbunga dan berbuah dengan lebatnya
Engkau menjadi putik benih bagi hidup baru
Dan dia menjadi sari menghidupkan benih
Dalam jiwanya mulai tumbuh gagasan-gagasan baru
Tentang kedewasaan pohon cinta dan tujuan dan harapannya
Akankah ini berbunga dan berbuah dengan lebatnya
Akankah dia menikmatinya bermusim-musim
Malam-malam berlalu tanpa jawab
Kegelisahanmu dan kegundahannya dipertemukan dalam diam
Engkau tidak tahu bagaimana memulai kata ungkapan tentang perasaanmu
yang baru
Dia tidak tahu bagaimana menceritakan gagasannya yang baru
Kedewasaanmu dan kedewasaannya mendapat ujian
Menghadapi kenyataan dengan terbuka dan jujur
Bermalam-malam berlalu dengan doa
Engkau dan dia berdoa
Ya Allah,
Bersihkanlah diriku, jernihkanlah pikiranku, beningkanlah hatiku
Tunjukkanlah kepadaku keyakinan yang benar
Pilihkanlah bagiku asal yang baik dan akhir yang baik
Sampai tiba waktunya
Engkau dan dia dikuatkan
Saling membuka dan bercerita tentang hal yang sama
Dan kalian saling tertawa tentang kekakuan beberapa masa sebelumnya
Kalian saling memantapkan harapan dan tujuan
Kalian saling mengingatkan tanggungjawab dan kenyataan hidup
Kalian saling setuju hidup bersekutu
Maka atas KehendakNYa kalian dipersatukan
Atas NamaNya kalian menjadi Suami Istri dengan kasih sayang
Berjanji saling menjaga dan mengingatkan tentang kebaikan
Saling melindungi dan mendukung dalam kehidupan
Dan hidup menjadi lebih nyata dan membahagiakan
Begitulah kalian menjalani hidup bersekutu
Bulan-bulan berlimpah kegembiraan dan kesenangan
Memadu kasih dengan bahagia tanpa kesedihan dan kegelisahan
Seolah-olah hanya kalian berdua yang ada di dunia
Lalu waktu berjalan semakin panjang
Dan hidup menjadi semakin nyata
Keriuhan dan gejolak hidup menampakkan wujudnya
Engkau mengandung anakmu yang pertama
Lalu seperti mendapat jiwa lain bersemayam dalam tubuhmu
Engkau dan dia merasakan ikatan yang batin
Suamimu bergembira dan menjadi semakin dewasa
Sembilan bulan engkau menjaga anak dalam kandunganmu
Dengan susah payah yang bertumpuk
Ada kalanya engkau menyimpan marah dan kesal
Ada kalanya engkau begitu gembira dan bahagia
Penuh syukur dan doa kepadaNya
Ketika tiba saatnya
Beban kandungan semakin memuncak
Punggungmu semakin berat dan payah
Pinggangmu semakin pegal dan sulit bernapas
Anakmu mengabarkan waktunya semakin dekat
Dan engkau melahirkannya dengan kesulitan dan berat
Antara rasa hidup dan mati yang menyakitkan
Suamimu menjagamu dan menguatkanmu
Ketika suara tangis bayi terdengar
Manusia baru telah lahir di tengah-tengah keluargamu
Dan engkau merasakan kebahagiaan yang tinggi
Memeluk bayi basah begitu merah
Jiwamu penuh dengannya dan jiwanya mengenalimu sebagai ibunya
Udara seperti penuh malaikat-malaikat suci
Menyambut dengan doa kehadiran anakmu
Membisikkan kepadamu harapan-harapan dan janji dari Tuhan
Hidupmu menjadi begitu berharga dan mulia
Dan mendapat tempat istimewa di surgaNya
Engkau menjadi ibu
Suamimu menjadi bapak
Engkaupun mengasuh dan memeliharanya
Dengan kasih sayang yang berlimpah
Jiwamu terikat dengan jiwanya
Air susu yang engkau minumkan kepadanya
Menjadi air jiwa bagi anakmu
Dan kebahagiaannya meminum air susumu
Menjadi tali yang tidak pernah putus bagimu
Kemanapun engkau bepergian
Yang ada dalam hati dan pikiranmu hanyalah wajah mungilnya
Maka bila tiba waktu pulang
Engkau bergegas dan cepat-cepat hendak sampai rumah
Di halaman engkau dengar tangisnya
Ia mencium aroma tubuhmu lewat angin
Hatimu tersayat-sayat penuh dengan rasa rindu bergumpal-gumpal di
dadamu
Air susumu menetes karenanya
Tidak sabar engkau angkat dan engkau cium wajahnya
Disambutnya engkau dengan senyum dari mulut mungil
Dan mata lucu yang merasa aman pelindungnya telah datang
Diusap-usapnya dengan kedua tangan mungil kulit wajahmu yang lekat di
wajahnya
Seolah-olah dapat dipastikan olehnya halus kulit wajahmu
Matanya semakin berbinar
Mendapati air susumu yang segar dan menyehatkan
Dan hatimu semakin bersinar
Kebahagiaan yang bertumpuk di atas kebahagiaan
Engkau lupakan semua lelah dan payah yang engkau jalani
Menungguinya bermalam-malam tanpa tidur
Ketika merengek ia basah oleh ompol atau kotoran
Ketika menangis ia tengah malam haus atau lapar
Waktu terus berjalan
Engkau melihat anakmu tumbuh berkembang
Belajar berguling dan menengkurapkan tubuhnya
Belajar merangkak dan berjalan
Dan mengucapkan kata-katanya yang pertama
Engkau mengajarinya memanggilmu ibu
Dan memanggil suamimu bapak
Engkau mengajarinya tentang alam
Api itu panas es itu dingin
Obat itu menyembuhkan racun itu mematikan
Engkau mengajarinya makan dan memakai baju
Menyisirkan rambutnya
Sambil bersenandung lagu kesukaannya
Dan menggumam betapa eloknya anakmu
Kesukaanmu kepadanya bertambah-tambah
Ikatanmu terhadapnya semakin kuatnya
Sedikit saja ia luka terjatuh atau tersayat pisau
Engkau begitu khawatirnya
Seolah-olah darah yang tumpah itu adalah darahmu sendiri
Dan kulitmulah yang tersayat atau luka
Begitu sayangnya engkau kepadanya
Sehingga yang engkau ucapkan adalah rasa marah
Yang lalu rasa sedihmu sebab telah memarahinya
Membuatmu menggendongnya dan mengusap lembut lukanya
Dengan obat yang paling lunak tetapi menyembuhkan
Engkau melihat anakmu tumbuh semakin dewasa
Dan menghadapi hidup dengan jalannya sendiri
Engkau semakin kesulitan menghadapinya
Seolah-olah ia tidak dapat mengerti keinginanmu
Dan engkau tidak lagi mengerti keinginannya
Ia hidup dengan teman-temannya sendiri
Berbicara sedikit denganmu dan dengan suamimu
Ia seolah-olah semakin jauh
Engkau bimbang dan gagap menghadapi dunianya yang berubah
Rasa cintamu kepadanya begitu ingin
Mengikatnya dalam rengkuhanmu
Mengamankannya dalam dekapanmu
Menggendong dan mengelus wajahnya seperti ketika ia kecil
Sedang gagasanmu tentang tantangan hidupnya begitu ingin
Membebaskannya melakukan pencarian
Mendukungnya tumbuh dan belajar menghadapi masa depannya
Melepaskannya untuk hidup dalam masanya
Sampai tiba waktunya ia benar-benar menjadi dewasa
Dan memahami duniamu dengan lebih leluasa
Dan engkau memahami dunianya dengan lebih lega
Percaya dan ikhlas tentangnya
Yakin karena engkau telah membimbingnya dengan benar
Maka engkau berdoa untuk anakmu setiap malam dalam sujud
Ya, Allah,
Tunjukkanlah kepada anakku jalan yang benar
Dekatkanlah ia kepada jalanMu
Bimbinglah ia, jagalah ia, lindungilah ia
Berikanlah kepadanya keteguhan dan keyakinan yang kuat
Tabahkanlah ia menghadapi hidup
Dan sabarkanlah kami dan bimbinglah kami orang tuanya
Ya Allah,
Kami berserah diri kepadaMu
Tiba waktu bagi anakmu menemukan kekasihnya
Seperti engkau ketika muda
Engkau begitu ingin melihat kekasihnya
Dililit rasa cemburu karena perhatiannya kepadamu
Tidak lagi seperti dahulu
Ia lebih banyak bersama kekasihnya daripada bersamamu
Dan ketika bersamamu
Ia lebih banyak bercerita tentang kekasihnya daripada tentangmu
Engkau merasa akan tiba waktunya
Dan ketika anakmu menikahi kekasihnya
Waktu pun tiba
Engkau berpisah dengannya
Anakmu menjalani hidup sendiri
Mendiami rumahnya sendiri
Bersama dengan istrinya seperti engkau dahulu
Dan hidupmu seolah-olah kesepian
Waktu terus berputar
Dan kalian berdua menjadi begitu tua
Rambut memutih dan tubuh melemah
Kenangan berjalan satu-satu di depan mata
Engkau menjadi memiliki kesadaran dan memahami
Hidup ini bisa begitu mudah atau rumit
Tergantung bagaimana engkau melihat dan menjalaninya
Sekarang engkau telah tua sehingga engkau melihat
Apa yang dahulunya engkau anggap
Sebagai kerumitan dan kesulitan yang besar
Ternyata hanyalah hal yang sederhana dan mudah saja
Ternyata engkau lahir bukan untuk bersiap-siap menghadapi hidup
Engkau lahir adalah untuk hidup dan menjalani hidup
Engkau lalu menjadi begitu pasrah dan ikhlas
Menerima waktu yang semakin habis
Tubuhmu menjadi sakit dan terbaring di dipan
Anak-anakmu yang dekat maupun yang jauh berdatangan
Berdoa dan memohonkan ampun di samping dipan
Mengantarkanmu memenuhi waktu terakhir
Sampai akhirnya engkau pergi meninggalkan dunia dengan tenang
Anak-anakmu bahagia
Melihatmu tersenyum dengan tenang di saat terakhir
Menandakan keberhasilanmu menjalani hidup
Mereka mendoakan
Hidupmu lebih bahagia dan tenang
Di alam yang lebih kekal
Mereka bangga terhadapmu.
~ Kahlil Gibran ~


Read More..

~ Khalil Gibran ~


Selamat datang kembali sayang
Angin syahdu mendendang senandung merdu
bait demi bait terlantun,
mekarkan kembang hidupkan taman.
Ini kisah gembira, tentang kembalinya sang Bayu nan
teduh;
Sang kawan sejati,
Sang teman sehati,
kala menatap Cinta.
Dinda, mengapa pergi demikian lama?
Tak tahukah engkau rindu tlah menggunung?
Kini engkau kembali, wahai putri jelita
Kini kerinduan tlah terobati,
Berganti gejolak yang tak kalah merisaukan;
Penantian akan Senyum yang kau tebar,
Senyum termanis dari jiwa yang Indah.
Dan,
Tanganpun terulur sambut semerbak kembang setaman;
“Mari dinda, warnai samudra dengan goresan pena.”
***”Karena itu, ajaklah perasaan menjunjung tinggi akal budi, meraih puncak-puncak getaran kebenaran sejati, keduanya mewujudkan sebuah simfony.”***[Kahlil Gibran]
~ Khalil Gibran ~


Indahnya kematian
Panggilan
Biarkan aku terbaring dalam lelapku,
kerana jiwa ini telah dirasuki cinta,
dan biarkan daku istirahat,
kerana batin ini memiliki segala kekayaan malam dan siang.
Nyalakan lilin-lilin dan bakarlah dupa nan mewangi di sekeliling ranjang ini,
dan taburi tubuh ini dengan wangian melati serta mawar.
Minyakilah rambut ini dengan puspa dupa dan olesi kaki-kaki ini dengan wangian,
dan bacalah isyarat kematian yang telah tertulis jelas di dahi ini.
Biarku istirahat di ranjang ini,
kerana kedua bola mata ini telah teramat lelahnya;
Biar sajak-sajak bersalut perak bergetaran dan menyejukkan jiwaku;
Terbangkan dawai-dawai harpa dan singkapkan tabir lara hatiku.
Nyanyikanlah masa-masa lalu seperti engkau memandang fajar harapan dalam mataku,
kerana makna ghaibnya begitu lembut bagai ranjang kapas tempat hatiku berbaring.
Hapuslah air matamu, saudaraku,
dan tegakkanlah kepalamu seperti bunga-bunga menyemai jari-jemarinya menyambut mahkota fajar pagi.
Lihatlah Kematian berdiri bagai kolom-kolom cahaya antara ranjangku dengan jarak infiniti;
Tahanlah nafasmu dan dengarkan kibaran kepak sayap-sayapnya.
Dekatilah aku, dan ucapkanlah selamat tinggal buatku.
Ciumlah mataku dengan seulas senyummu.
Biarkan anak-anak merentang tangan-tangan mungilnya buatku dengan kelembutan jemari merah jambu mereka;
Biarkanlah Masa meletakkan tangan lembutnya di dahiku dan memberkatiku;
Biarkanlah perawan-perawan mendekati dan melihat bayangan Tuhan dalam mataku,
dan mendengar Gema Iradat-Nya berlarian dengan nafasku….
~ Khalil Gibran ~

sahabatku yang tertindas
Wahai engkau yang dilahirkan di atas ranjang kesengsaraan,
diberi makan pada dada penurunan nilai,
yang bermain sebagai seorang anak di rumah tirani,
engkau yang memakan roti basimu dengan keluhan dan meminum air keruhmu bercampur dengan airmata yang getir.
Wahai askar yang diperintah oleh hukum yang tidak adil oleh lelaki yang meninggalkan isterinya,
anak-anaknya yang masih kecil,
sahabat-sahabatnya,
dan memasuki gelanggang kematian demi kepentingan cita-cita, yang mereka sebut ‘keperluan’.
Wahai penyair yang hidup sebagai orang asing di kampung halamannya, tak dikenali di antara mereka yang mengenalinya,
yang hanya berhasrat untuk hidup di atas sampah masyarakat dan dari tinggalan atas permintaan dunia yang hanya tinta dan kertas.
Wahai tawanan yang dilemparkan ke dalam kegelapan kerana kejahatan kecil yang dibuat seumpama kejahatan besar oleh mereka yang membalas kejahatan dengan kejahatan,
dibuang dengan kebijaksanaan yang ingin mempertahankan hak melalui cara-cara yang keliru.
Dan engkau, Wahai wanita yang malang,
yang kepadanya Tuhan menganugerahkan kecantikan.
Masa muda yang tidak setia memandangnya dan mengekorimu,
memperdayakan engkau,
menanggung kemiskinanmu dengan emas.
Ketika kau menyerah padanya, dia meninggalkanmu. Kau serupa mangsa yang gementar dalam cakar-cakar penurunan nilai dan keadaan yang menyedihkan.
Dan kalian, teman-temanku yang rendah hati,
para martir bagi hukum buatan manusia.
Kau bersedih, dan kesedihanmu adalah akibat dari kebiadaban yang hebat,
dari ketidakadilan sang hakim, dari licik si kaya,
dan dari keegoisan hamba demi hawa nafsunya Jangan putus asa,
kerana di sebalik ketidakadilan dunia ini,
di balik persoalan, di balik awan gemawan,
di balik bumi, di balik semua hal ada suatu kekuatan yang tak lain adalah seluruh kadilan, segenap kelembutan, semua kesopanan, segenap cinta kasih.
Engkau laksana bunga yang tumbuh dalam bayangan.
Segera angin yang lembut akan bertiup dan membawa bijianmu memasuki cahaya matahari tempat mereka yang akan menjalani suatu kehidupan indah.Engkau laksana pepohonan telanjang yang rendah kerana berat dan bersama salju musim dingin. Lalu musim bunga akan tiba menyelimutimu dengan dedaunan hijau dan berair banyak.Kebenaran akan mengoyak tabir airmata yang menyembunyikan senyumanmu. Saudaraku, kuucapkan selamat datang padamu dan kuanggap hina para penindasmu.
~ Khalil Gibran ~

tanya sang anak
Konon pada suatu desa terpencil
Terdapat sebuah keluarga
Terdiri dari sang ayah dan ibuSerta seorang anak gadis muda dan naif!
Pada suatu hari sang anak bertanya pada sang ibu!Ibu!
Mengapa aku dilahirkan wanita?Sang ibu menjawab,
“Kerana ibu lebih kuat dari ayah!
“Sang anak terdiam dan berkata,”Kenapa jadi begitu?
“Sang anak pun bertanya kepada sang ayah
!Ayah!
Kenapa ibu lebih kuat dari ayah?
Ayah pun menjawab,”Kerana ibumu seorang wanita!!!
Sang anak kembali terdiam.
Dan sang anak pun kembali bertanya!
Ayah!
Apakah aku lebih kuat dari ayah?
Dan sang ayah pun kembali menjawab,” Iya,
kau adalah yang terkuat!”
Sang anak kembali terdiam dan sesekali mengerut dahinya.
Dan dia pun kembali melontarkan pertanyaan yang lain.
Ayah!
Apakah aku lebih kuat dari ibu?
Ayah kembali menjawab,”Iya kaulah yang terhebat dan terkuat!
“”Kenapa ayah, kenapa aku yang terkuat?
” Sang anak pun kembali melontarkan pertanyaan.
Sang ayah pun menjawab dengan perlahan dan penuh kelembutan.
“Kerana engkau adalah buah dari cintanya!
Cinta yang dapat membuat semua manusia tertunduk dan terdiam.
Cinta yang dapat membuat semua manusia buta, tuli serta bisu!
Dan kau adalah segalanya buat kami.
Kebahagiaanmu adalah kebahagiaan kami.
Tawamu adalah tawa kami.
Tangismu adalah air mata kami.
Dan cintamu adalah cinta kami.
Dan sang anak pun kembali bertanya!
Apa itu Cinta, Ayah?
Apa itu cinta, Ibu?
Sang ayah dan ibu pun tersenyum!
Dan mereka pun menjawab,”Kau, kau adalah cinta kami sayang..”
~ Khalil Gibran ~

Kisahku
Dengarkan kisahku… .
Dengarkan,
tetapi jangan menaruh belas kasihan padaku:
kerana belas kasihan menyebabkan kelemahan, padahal aku masih tegar dalam penderitaanku..
Jika kita mencintai,
cinta kita bukan dari diri kita, juga bukan untuk diri kita.
Jika kita bergembira,
kegembiraan kita bukan berada dalam diri kita, tapi dalam Hidup itu sendiri.
Jika kita menderita,
kesakitan kita tidak terletak pada luka kita, tapi dalam hati nurani alam.
Jangan kau anggap bahawa cinta itu datang kerana pergaulan yang lama atau rayuan yang terus menerus.
Cinta adalah tunas pesona jiwa,
dan jika tunas ini tak tercipta dalam sesaat,
ia takkan tercipta bertahun-tahun atau bahkan dari generasi ke generasi.
Wanita yang menghiasi tingkah lakunya dengan keindahan jiwa dan raga adalah sebuah kebenaran,
yang terbuka namun rahsia;
ia hanya dapat difahami melalui cinta,
hanya dapat disentuh dengan kebaikan;
dan ketika kita mencuba untuk menggambarkannya ia menghilang bagai segumpal wap.
~ Kahlil Gibran ~

Read More..

Ketika Nasehat Dianggap Celaan


Sebenarnya, menyebut-nyebut seseorang dengan sesuatu yang tidak disukainya adalah haram. Yaitu jika semua itu hanya dilandasi keinginan untuk mencela, meremehkan, atau menjatuhkan.
Namun bila di dalam penyebutan tersebut terkandung manfaat atau maslahat yang besar, bagi kaum muslimin pada umumnya atau pada sebagian orang khususnya, maka penyebutan seperti ini bukanlah sesuatu yang haram, bahkan sangat dianjurkan. (Al-Farqu Bainan Nashihat wat Ta’yiir, Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah)
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah ketika mengomentari uraian Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah menegaskan: “Bahkan hal itu wajib, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mewajibkan untuk memberi keterangan, bukan sekedar sunnah (anjuran) semata.” (An-Naqdu Manhajus Syar’i)
Sebagian kaum muslimin menganggap jarh (kritikan) terhadap suatu pemikiran, buku atau individu tertentu serta mentahdzirnya agar dijauhi dan ditinggalkan orang adalah perbuatan dzalim, tidak adil, dan tidak amanah. Demikian kata sebagian mereka.
Dengan alasan tersebut, ketika ada tokoh dari ahli bid’ah yang dibeberkan kebid’ahannya, kesesatan pemikirannya baik yang diucapkan maupun yang dituangkan dalam tulisan, mereka anggap orang yang menjelaskan kesesatan dan penyimpangan tersebut sebagai penghujat, zalim, mulutnya kotor dan sebagainya.
Sehingga di sini kita perlu mencermati lebih lanjut apa sesungguhnya pengertian nasehat dan bagaimana perbedaannya dengan ta’yiir (celaan, mencacati).
Pengertian Nasehat
Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah berkata dalam Jami’ul ‘Ulum wal Hikam hal. 99 dengan menukil perkataan Al-Imam Al-Khaththabi rahimahullah: “Nasehat ialah kalimat yang diucapkan kepada seseorang karena menginginkan kebaikan baginya.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan dalam hadits Tamim Ad-Dari radhiallahu ‘anhu, katanya: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْناَ لِمَنْ قاَلَ ِللهِ وَلِكِتاَبِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ
“Agama (Islam) ini adalah nasehat (diulangi tiga kali oleh beliau).” Kami bertanya: “Untuk siapa, wahai Rasulullah?” Kata beliau: “Untuk Allah, Kitab-Nya dan Rasul-Nya. Serta untuk para imam (pemimpin) kaum muslimin dan awam mereka.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim serta yang lainnya)
Hadits ini menerangkan bahwa nasehat itu meliputi seluruh sendi-sendi ajaran Islam, Iman dan Ihsan yang telah diuraikan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Jibril ‘alaihissalam (ketika menjawab pertanyaan Jibril tentang Islam, Iman dan Ihsan serta tanda-tanda hari kiamat), dan beliau menamakan semua itu sebagai Ad-Dien (agama).1
Adapun nasehat untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala, menuntut adanya pelaksanaan secara sempurna semua kewajiban yang Allah Subhanahu wa Ta’ala bebankan. Ini pulalah tingkatan al-ihsan. Dengan demikian, tidaklah sempurna nasehat untuk Allah itu tanpa kesempurnaan pelaksanaan kewajiban-kewajiban-Nya, lurusnya keyakinan (‘aqidah) tentang Wahdaniyah (keesaan) Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan mengikhlaskan niat dalam beribadah hanya kepada-Nya.
Kemudian, nasehat untuk Kitab-Nya artinya beriman kepada kitab tersebut, mengamalkan apa yang terkandung di dalamnya. Adapun nasehat untuk Rasul-Nya, maksudnya ialah meyakini kenabiannya, mencurahkan segenap ketaatan dalam menjalankan semua perintahnya dan menjauhi larangannya. Sedangkan nasehat untuk muslimin secara umum (bukan imam atau penguasa) artinya membimbing dan mengarahkan kaum muslimin kepada kemaslahatan mereka.
Ibnu Rajab rahimahullah menerangkan pula bahwa di antara bentuk-bentuk nasehat tersebut, terutama bagi kaum muslimin secara umum ialah menjauhkan gangguan dan hal-hal yang tidak disukai yang akan menimpa mereka, menyantuni orang-orang fakir di antara mereka, mengajari orang-orang yang jahil dari mereka, serta mengembalikan orang-orang yang menyimpang (sesat) dengan cara lemah lembut kepada kebenaran. Juga menjalankan amar ma’ruf nahi munkar terhadap mereka dengan cara yang baik dan rasa cinta, serta keinginan untuk menghilangkan kerusakan yang ada pada mereka. (Al-Jami’ hal 101)
Dengan keinginan seperti ini, sebagian salafus shalih menyatakan: “Alangkah senangnya aku jika seluruh manusia taat kepada Allah meskipun dagingku dikerat dengan alat pengerat (garpu atau lainnya).”
Inilah sebetulnya, salah satu bukti pelaksanaan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ ِلأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidaklah sempurna iman salah seorang dari kalian sampai dia mencintai untuk saudaranya, apa yang dia cintai untuk dirinya.” (Shahih, HR. Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu)
Sebetulnya, karena dasar inilah para imam kaum muslimin sejak zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai hari ini berdiri di hadapan umat, menghalau setiap bahaya kesesatan yang akan menimpa mereka. Alangkah tepatnya ucapan Al-Imam Ahmad rahimahullah ketika membalas sebuah risalah yang dikirimkan kepada beliau: “Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah menjadikan pada masa kekosongan dari para Rasul (fatrah) sisa-sisa ahli imu. Mereka mengajak orang-orang yang sesat (agar kembali) kepada petunjuk dan bersabar atas gangguan yang ditimpakan kepada mereka. Ahli ilmu itu ‘menghidupkan’ kembali orang-orang yang ‘mati’ dengan Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala (Al Qur`an). Mencerahkan kembali mata orang-orang yang buta dengan cahaya Allah Subhanahu wa Ta’ala. Betapa banyak korban iblis yang telah mereka hidupkan. Betapa banyak orang sesat kebingungan telah mereka bimbing. Alangkah indah pengaruh mereka pada manusia, (namun) alangkah buruknya perlakuan manusia terhadap mereka. Para ulama itu mengikis habis tahrif (penyelewengan) orang-orang yang melampaui batas dari dalam Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala (Al-Qur’an), ajaran (bid’ah) orang-orang sesat dan takwil orang-orang yang jahil yang telah mengibarkan bendera kebid’ahan, melepaskan tali-tali fitnah.
Ahli bid’ah itu (sebetulnya) berselisih dalam (memahami dan mengamalkan) Kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala (Al-Qur’an) sekaligus menentangnya. Namun mereka bersatu padu untuk meninggalkannya. Mereka berbicara atas nama Allah Subhanahu wa Ta’ala, tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tentang Kitab-Nya tanpa ilmu (syar’i). Dan berbicara dengan hal-hal yang mutasyabih2 dari firman Allah ini. Mereka menipu orang-orang yang bodoh dengan syubhat yang mereka sampaikan. Kita berlindung kepada Allah dari fitnah yang menyesatkan.” (I’lamul Muwaqqi’in)
Bahkan kita lihat pula para ulama yang lain tidak meninggalkan hal ini (kritikan, jarh) dan tidak pula menganggapnya sebagai hujatan atau kecaman apalagi celaan dari orang-orang yang membantah ucapan atau pendapat mereka secara ilmiah. Kecuali jika memang diketahui dia menulis kekeliruan tersebut dengan ucapan yang keji, dan tidak beradab. Namun walaupun demikian, yang ditentang hanyalah kekejian ucapan tersebut, bukan bantahan ilmiah yang dipaparkannya.
Ibnu Rajab rahimahullah menerangkan bahwa hal itu karena para ulama sepakat untuk menampakkan kebenaran ajaran Islam. Sehingga Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan tentang buku-bukunya sebagaimana dinukil oleh Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah: “Mesti ada di dalam buku-buku ini hal-hal yang bertentangan (menyelisihi) Al-Qur’an dan As-Sunnah. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman:
أَفَلاَ يَتَدَبَّرُوْنَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كاَنَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللهِ لَوَجَدُوْا فِيْهِ اخْتِلاَفاً كَثِيْرًا
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an? Jika sekiranya Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.” (An-Nisa: 82)
Jadi, semua yang datang bukan dari sisi Allah jelas akan banyak sekali perselisihan di dalamnya. Dan sebaliknya, Al-Qur’an yang mulia ini yang turun dari sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, sama sekali tidak ada perselisihan di dalamnya. (Lihat Tafsir As-Sa’di tentang ayat ini).
Maka, membantah pendapat atau pemikiran yang lemah (keliru), menjelaskan al-haq yang berbeda dengan pemikiran yang lemah tadi dengan dalil-dalil syar’i, bukanlah sesuatu yang dibenci oleh para ulama. Sebaliknya, mereka sangat menyukai hal demikian. Mereka juga tidak menganggapnya sebagai ghibah. Bahkan mereka memasukkannya sebagai bagian dari nasehat untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, dan untuk imam kaum muslimin serta awamnya. Para ulama bahkan sangat keras mengeluarkan bantahan terhadap pendapat-pendapat yang lemah dari seorang ulama.
Ibnu Rajab rahimahullah menukilkan dalam risalahnya Al-Farqu baina An-Nashihati wat Ta’yiir, adanya ulama yang membantah pendapat Sa’id bin Al-Musayyab rahimahullah yang membolehkan jatuhnya talak tiga sekaligus dalam satu akad. Juga terhadap Al-Hasan (Al-Bashri) rahimahullah yang menyatakan tidak ada ihdad (berkabung, tidak berhias dan keluar rumah sampai waktu yang ditentukan) bagi seorang wanita yang ditinggal mati suaminya. Begitu juga ulama lainnya yang memang disepakati oleh kaum muslimin mereka adalah imam-imam pembawa petunjuk.
Sama sekali mereka tidak menyatakan bahwa kritikan (al-jarh) terhadap pemikiran dan penyimpangan itu sebagai suatu hujatan atau kecaman terhadap mereka. Bahkan bukan pula aib.
Alangkah tepatnya perkataan Al-Imam Malik rahimahullah ketika menyatakan: “Setiap orang boleh diambil dan dibuang pendapatnya, kecuali pemilik (penghuni) kubur ini –sambil menunjuk ke arah makam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam–.”
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah mengatakan: “Kalau kalian dapati dalam kitabku bertentangan dengan Sunnah Nabi, maka ambillah Sunnah Nabi dan tinggalkanlah ucapanku.” (lihat Muqaddimah Shifat Shalatin Nabi, hal. 50, ed)
Kalimat-kalimat seperti ini menunjukkan betapa lapang dada para ulama kita untuk menerima kritikan atau al-jarh terhadap pendapat atau pemikirannya yang sempat terucap maupun yang tertulis. Dan alangkah terbaliknya keadaan mereka dengan kaum muslimin yang mengaku-aku bermadzhab dengan madzhab para imam tersebut tapi bangkit marah serta kebenciannya, bahkan sesak dadanya kalau imam-imam tersebut dikritik atau pendapatnya disalahkan.
Yang lebih parah lagi, sebagian mereka justru menganggap para tokoh mereka adalah manusia-manusia maksum, bebas dari kesalahan dan aib. Tidak ada cacatnya. Maka barangsiapa yang mengkritik tokoh-tokohnya, berarti menodai kemuliaan dan nama baik para imam tersebut.
Tentang hal ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah pernah mengalaminya. Ketika seorang ahli nahwu di masanya berdialog dengannya kemudian dibantah oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Ternyata tokoh tersebut (Abu Hayyan) menukil perkataan Al-Imam Sibawaih untuk mendukung pendapatnya. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah kemudian berkata kepadanya (Abu Hayyan): “Apakah Sibawaih itu nabinya nahwu sehingga harus ma’shum (bersih, terjaga dari aib dan kesalahan)? Sibawaih keliru tentang Al Qur`an dalam 40 tempat yang tidak kamu pahami, juga dia.” (Lihat Ar-Radd Al-Wafir hal 65)
Lebih lanjut lagi beliau rahimahullah menerangkan: “Jika nasehat itu adalah suatu hal yang wajib untuk kemaslahatan diniah (urusan agama) secara umum maupun khusus, seperti (menerangkan keadaaan) para rawi yang salah atau dusta, sebagaimana kata Yahya bin Sa’id Al-Qaththan: ‘Saya bertanya kepada (Al-Imam) Malik, Ats-Tsauri, Al-Laits bin Sa’d –saya kira juga– Al-Auza’i rahimahumullah, tentang rawi yang tertuduh berkaitan dengan sebuah hadits, atau tidak menghafalnya, (bagaimana tentang orang tersebut)?’ Kata mereka: ‘Terangkan keadaannya!’”
Sebagian ulama berkata kepada Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah: “Berat bagi saya untuk mengatakan si Fulan demikian, Si Anu demikian.”3 Maka Al-Imam Ahmad mengatakan: “Kalau engkau diam dan saya juga diam (tidak menerangkan keadaannya), kapan orang yang jahil (tidak berilmu) akan tahu mana hadits yang sahih dan mana yang cacat?”4
Juga seperti tokoh-tokoh ahli bid’ah, dengan berbagai pernyataan yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, atau ahli ibadah yang mengamalkan sesuatu yang menyelisihi Al-Qur’an dan As-Sunnah. Maka menerangkan keadaan mereka dan memberikan peringatan agar kaum muslimin menjauhi mereka (apalagi pemikiran mereka) adalah wajib menurut kesepakatan kaum muslimin. Sampai ditanyakan kepada Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah: “Seseorang berpuasa, shalat dan i’tikaf, itu lebih anda sukai atau orang yang berbicara menjelaskan kesesatan ahli bid’ah?”
Al-Imam Ahmad rahimahullah mengatakan: “Jika dia menegakkan shalat, i’tikaf (dan ibadah lainnya), maka itu (pahala, dan kemaslahatannya) hanya untuk dirinya sendiri. Sedangkan kalau dia berbicara (menjelaskan kesesatan ahli bid’ah) maka itu adalah untuk kepentingan kaum muslimin, maka ini lebih utama.”
Maka jelaslah bahwa manfaatnya lebih merata bagi kaum muslimin dan kedudukannya sama seperti jihad fi sabilillah. Karena membersihkan jalan Allah dan agama-Nya, manhaj serta syari’at-Nya serta menghalau kejahatan dan permusuhan mereka adalah wajib kifayah menurut kesepakatan kaum muslimin…”5
Hal-hal yang diuraikan ini sama sekali tidak bertentangan dengan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قاَلَ: أَتَدْرُوْنَ ماَ الْغِيْبَةُ؟ قَالُوْا: اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَعْلَمُ. قاَلَ: ذِكْرُكَ أَخاَكَ بِماَ يَكْرَهُ
Dari Abi Hurairah, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tahukah kamu apakah ghibah itu?” Mereka (para shahabat) menjawab: “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kamu menyebut-nyebut saudaramu dengan sesuatu yang tidak disukainya.” (HR. Muslim)
Seorang mukmin jika dia jujur dalam keimanannya, maka dia tidak akan benci kalau Anda mengatakan kebenaran yang (jelas) dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, meskipun hal itu memberatkannya… Namun apabila dia tidak suka dengan kebenaran tersebut, berarti imannya tidak sempurna, dan persaudaraan itupun berkurang senilai dengan kurangnya iman pada diri ‘saudara’ tersebut. Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَاللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَقُّ أَنْ يُرْضُوْهُ
“Padahal Allah dan Rasul-Nya itulah yang lebih patut mereka cari keridhaannya..” (At-Taubah: 62)
Maka jelaslah, bahwa menerangkan kepada kaum muslimin berbagai kesesatan bid’ah dan ahli bid’ah merupakan salah satu bentuk nasehat untuk kaum muslimin secara umum. Bahkan termasuk amar ma’ruf nahi munkar. Bukan ghibah atau ta’yiir (celaan) yang diharamkan.
Sudah masyhur dalam buku-buku yang membahas tentang As-Sunnah atau aqidah, melalui uraian-uraian para ulama sejak dahulu hingga saat ini bahwasanya tidak berlaku (hukum) ghibah bagi ahli bid’ah. Di mana mereka memaksudkan adanya pembolehan membicarakan dan membeberkan aib atau cacat, kejelekan, ataupun kesesatan ahli bid’ah.6
Dan dalil yang menerangkan hal ini cukup banyak. Namun dapat disimpulkan bahwa semuanya terbagi dua:
Yang pertama bersifat umum; berada di bawah keumuman dalil perintah melakukan amar ma’ruf nahi munkar yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, sebagaimana telah kita kemukakan pada pembahasan sebelumnya (pada artikel Hakekat Jarh wat Ta’dil).
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menerangkan: “Wajibnya melakukan amar ma’ruf nahi munkar, telah ditegaskan berdasarkan Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma’ umat ini. Bahkan amar ma’ruf nahi munkar ini adalah nasehat yang termasuk ajaran (agama) Islam.7
Dan termasuk dalam rangkaian amar ma’ruf nahi munkar ini ialah mengajak manusia untuk kembali kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menerapkannya dalam kehidupan sekaligus men-tahdzir dari bid’ah dan ahli bid’ah.
Adapun dalil khusus yang terkait dalam masalah ini; bolehnya mengecam, mengkritik, dan membeberkan kesesatan ahli bid’ah, di antaranya ialah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
لاَ يُحِبُّ اللهُ الْجَهْرَ بِالسُّوْءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلاَّ مَنْ ظُلِمَ
“Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terang kecuali oleh orang yang dianiaya.” (An-Nisa: 148)
Ayat ini meskipun berkaitan dengan hak tamu yang dilanggar (tidak dipenuhi) oleh tuan rumah, sehingga boleh bagi tamu untuk menyebutkan kejelekan tuan rumah dalam hal ini, lebih-lebih berlaku pula terhadap orang-orang yang menyebarkan kebid’ahan.8
Adapun di dalam As-Sunnah, banyak pula disebutkan hadits-hadits yang menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mencela orang-orang yang melakukan kerusakan, sebagai peringatan agar manusia menjauhinya. Di antaranya ialah hadits ‘Aisyah radhiallahu ‘anha:
أَنَّ عاَئِشَةَ رَضِي اللهُ عَنْهاَ أَخْبَرَتْهُ قاَلَتْ: اسْتَأْذَنَ رَجُلٌ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقاَلَ: ائْذَنُوْا لَهُ بِئْسَ أَخُو الْعَشِيْرَةِ أَوِ ابْنُ الْعَشِيْرَةِ فَلَمَّا دَخَلَ أَلاَنَ لَهُ الْكَلاَمَ. قُلْتُ: ياَ رَسُوْلَ اللهِ قُلْتَ الَّذِي قُلْتَ ثُمَّ أَلَنْتَ لَهُ الْكَلاَمَ؟ قَالَ: أَيْ عاَئِشَةُ، إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْ تَرَكَهُ النَّاسُ أَوْ وَدَعَهُ النَّاسُ اتِّقاَءَ فُحْشِهِ
‘Aisyah radhiallahu ‘anha mengatakan: Ada seseorang minta izin menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau berkata: “Izinkan dia! Seburuk-buruk saudara (putera) dalam kabilahnya.”
Ketika dia masuk, beliau melunakkan pembicaraannya terhadap orang tersebut. Saya (‘Aisyah) berkata: “Wahai Rasulullah, anda mengatakan sebelumnya demikian (tentang dia), kemudian anda melunakkan pembicaraan terhadapnya?” Beliau berkata: “Hai ‘Aisyah, sesungguhnya sejahat-jahat manusia ialah orang yang ditinggalkan oleh orang lain atau dibiarkan karena takut kekejiannya.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menerangkan pengertian hadits ini: “Di dalam hadits ini terdapat dalil bolehnya melakukan mudaaraah9, terhadap orang yang dikhawatirkan kekejiannya dan bolehnya meng-ghibah orang fasik yang terang-terangan melakukan kefasikan (kejahatan)-nya dan orang-orang yang memang perlu kaum muslimin jauhi.”10
Juga hadits Fathimah binti Qais radhiallahu ‘anha, ketika dia meminta nasehat kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan siapa dia sebaiknya menikah saat dilamar oleh Abu Jahm dan Mu’awiyah bin Abi Sufyan, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَمَّا أَبُوْ جَهْمٍ فَلاَ يَضَعُ عَصاَهُ عَنْ عاَتِقِهِ وَأَمَّا مُعاَوِيَةُ فَصُعْلُوْكٌ لاَ ماَلَ لَهُ انْكِحِي أُساَمَةَ بْنَ زَيْدٍ
“Adapun Abu Jahm, dia tidak pernah meletakkan tongkatnya (suka memukul) dari pundaknya. Adapun Mu’awiyah, dia miskin tidak punya harta. Menikahlah dengan Usamah bin Zaid.” (Shahih, HR. Muslim dan lainnya)
Bolehnya men¬jarh (meng-ghibah) ahli bid’ah tersirat dalam hadits ini. Kalau di sini diungkapkan bolehnya menyebut-nyebut kekurangan seseorang (dalam hal ini kedua sahabat) demi kepentingan urusan duniawi secara khusus, sebagai nasehat buat shahabiah tersebut, maka tentunya lebih jelas lagi bolehnya menyebutkan kekurangan bahkan kesesatan ahli bid’ah demi kemaslahatan kaum muslimin secara umum.11
Di samping itu, tidak pula ada keharusan untuk menyebutkan kebaikan mereka ketika membantah dan menerangkan adanya kesesatan nyata pada pemikiran atau pendapat mereka.
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz rahimahullah ketika ditanya tentang masalah ini mengatakan bahwa hal itu bukan satu keharusan. Para ulama menerangkan hal ini dalam buku-buku mereka adalah untuk menperingatkan dari kesesatan ahli bid’ah… kebaikan mereka tidak ada artinya dibandingkan dengan kekafiran, jika bid’ahnya itu sampai kepada kekafiran, gugur sudah kebaikannya. Adapun kalau bid’ahnya belum sampai pada tingkat kufur, maka dia dalam keadaan bahaya… 12
Asy-Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi hafizhahullah mengatakan: “Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengisahkan kepada kita bagaimana sikap orang-orang kafir yang mendustakan para Rasul Allah ‘alaihimussalam yang datang kepada mereka. Allah Subhanahu wa Ta’ala terangkan kekafiran, pendustaan dan penghinaan mereka terhadap para Rasul tersebut, kemudian bagaimana Dia membinasakan dan menghancurkan mereka. Semua itu tercantum dalam Al Qur`an dan sama sekali tidak ada penyebutan kebaikan mereka. Karena tujuan utama adalah agar kita mengambil pelajaran dan menjauhi apa yang mereka lakukan terhadap Rasul mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala mensifatkan orang-orang Yahudi dan Nashara dengan sifat yang sangat buruk, bahkan mengancam mereka dengan ancaman yang sangat hebat dan sama sekali tidak menyebutkan kebaikan mereka yang mereka runtuhkan karena kekufuran dan pendustaan mereka terhadap Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah pula men-tahdzir umatnya dari ahli ahwa` (bid’ah) tanpa memperhatikan kebaikan yang ada pada mereka. Karena kebaikan mereka sangat lemah, sedangkan bahaya mereka jauh lebih hebat dan lebih besar dibandingkan kemaslahatan yang diharapkan dari kebaikan mereka.”
Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat ini:
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتاَبَ مِنْهُ آياَتٌ مُحْكَماَتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتاَبِ وَأُخَرُ مُتَشاَبِهاَتٌ فَأَمَّا الَّذِيْنَ فِي قُلُوْبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُوْنَ ماَ تَشاَبَهَ مِنْهُ ابْتِغآءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغآءَ تَأْوِيْلِهِ وَماَ يَعْلَمُ تَأْوِيْلَهُ إِلاَّ اللهُ وَالرَّاسِخُوْنَ فِي الْعِلْمِ يَقُوْلُوْنَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّناَ وَماَ يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُو الأَلْباَبِ
“Dia-lah yang menurunkan Al-Kitab (Al Qur`an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamat (jelas) itulah pokok-pokok isi Al Qur`an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyabihat (samar). Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya. Padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Rabb kami.” Dan tidak dapat mengambil pelajaran (darinya) melainkan orang-orang yang berakal.” (Ali ‘Imran: 7)
Kata ‘Aisyah radhiallahu ‘anha: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Maka jika kamu melihat orang-orang yang mengikuti apa yang mutasyabih dari Al-Qur’an, merekalah yang disebut oleh Allah. Maka jauhilah mereka!” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dan kita maklum, bahwa ahli bid’ah itu tidak kosong dari kebaikan. Namun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak memperhatikannya dan tidak menyebut-nyebutnya. Dan kita ketahui pula bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membandingkan para shahabatnya dengan orang-orang Khawarij:
يَخْرُجُ فِيْكُمْ قَوْمٌ تَحْقِرُوْنَ صَلاَتَكُمْ مَعَ صَلاَتِهِمْ وَصِياَمَكُمْ مَعَ صِياَمِهِمْ وَعَمَلَكُمْ مَعَ عَمَلِهِمْ وَيَقْرَءُوْنَ الْقُرْآنَ لاَ يُجاَوِزُ حَناَجِرَهُمْ يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدِّيْنِ كَماَ يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ
“Akan keluar di tengah-tengah kalian satu kaum yang kalian meremehkan shalat kalian bila dibandingkan dengan shalat mereka, puasa kalian dengan puasa mereka, amalan kalian dengan amalan mereka. Mereka membaca Al-Qur’an tapi tidak melewati tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama ini seperti lepasnya anak panah dari sasaran13.” (HR. Al-Bukhari dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu)
Telah kita ketahui pula bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menamakan mereka sebagai anjing-anjing neraka14, seburuk-buruk bangkai yang terbunuh di kolong langit. Artinya, mereka (Khawarij) ini lebih berbahaya bagi kaum muslimin daripada selain mereka, baik itu dari kalangan Yahudi maupun Nashara. Mengapa demikian? Jawabnya jelas, karena mereka bersungguh-sungguh berusaha membantai kaum muslimin yang tidak sejalan dengan mereka. Mereka halalkan darah dan harta kaum muslimin lainnya, bahkan nyawa anak-anak kaum muslimin15. Mereka mengkafirkan kaum muslimin yang tidak sefaham dengan mereka, dalam keadaan mereka menganggap semua itu adalah ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, karena parahnya kebodohan dan kesesatan mereka…”
Terakhir, janganlah kita terjerumus dalam kepalsuan orang-orang Yahudi. Mereka berselisih dalam urusan kitab mereka dan menyelisihi kitab tersebut, namun mereka tampakkan kepada orang lain bahwa mereka seakan-akan bersatu padu. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membantah hal ini dalam firman-Nya:
تَحْسَبُهُمْ جَمِيْعاً وَقُلُوْبُهُمْ شَتَّى
“Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah.” (Al-Hasyr: 14)
Dan ingat, salah satu sebab mereka dilaknat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sebagaimana firman-Nya:
كَانُوْا لاَ يَتَناَهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوْهُ
“Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat.” (Al-Maidah: 79)
Oleh karena itu, apabila kita lihat ada orang yang membantah pendapat atau pemikiran yang menyimpang dari Al Qur`an dan As-Sunnah, baik dalam masalah fiqih, atau pernyataan-pernyataan bid’ah lainnya, maka syukurilah usaha yang dilakukannya sebatas kemampuannya itu.
Maka ambillah pelajaran, wahai orang-orang yang berakal. Wallahu a’lam.
1 Diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim rahimahullah dalam Kitab Al-Iman.
2 Hal-hal yang samar dan masih membutuhkan penjelasan melalui ayat lain atau Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Wallahu A’lam, red.
3 Kekurangannya, seperti kelemahan hafalan dan sebagainya. Wallahu A’lam.
4 Majmu’ Fatawa 28/231. Dan Mauqif Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Asy-Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili.
5 Majmu’ Fatawa 28/232. Dan lihat pembahasan Hakekat Jarh wat Ta’dil.
6 Lihat kitab Mauqif Ahlis Sunnah wal Jama’ah oleh Asy-Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili.
7 Syarh Shahih Muslim 2/22, secara ringkas.
8 Lihat Majmu’ Fatawa 28/230.
9 Ibnu Baththal berkata: “Al-Mudaaraah artinya berlemah lembut dengan orang yang jahil dalam mengajari, dan terkadang dengan orang yang fasiq dalam melarang dari perbuatan jeleknya dan tidak menyikapi keras… dan mengingkarinya dengan ucapan serta perbuatan yang lembut, lebih-lebih bila dibutuhkan untuk dilunakkan hatinya.” (Fathul Bari, 10/258 dinukil dari Tuhfatul Ahyar, hal. 96) (ed)
10 Syarh Shahih Muslim 16/144.
11 Lihat Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah (28/230-231) dan Mauqif Ahlus Sunnah wal Jama’ah oleh Asy-Syaikh Ibrahim Ar-Ruhaili.
12 Manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah fi naqdir Rijal, Asy-Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah hal. 9.
13 Yaitu sebagaimana anak panah yang tepat mengenai sasarannya kemudian menembusnya sampai lepas darinya. (ed)
14 Sebagaimana dalam hadits Abi Umamah Shudai bin ‘Ajlan yang dikeluarkan oleh Al-Imam At-Tirmidzi rahimahullah dan beliau mengatakan hasan. Juga dikeluarkan oleh Ibnu Majah rahimahullah dalam Sunan-nya dari Ibnu Abi Aufa. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah.
15 Sebagaimana dialami oleh Abdullah bin Khabbab bin Al-Art, ia dan isterinya yang hamil tua dibunuh oleh orang-orang Khawarij, kemudian anaknya yang ada di dalam perut isterinya dikorek dan dibunuh. Inna lillahi wa innaa ilaihi raji’un


Read More..