Sunday, April 10, 2011

Perhatikanlah Aku!


Ia terperangah dengan SMS yang dibacanya. Entah bagai mendapatkan durian runtuh atau justru tertimpa runtuhan durian. “Akhi, ana akhwat.. umur 23 tahun.. tinggi.. ativitas.. Apakah antum berminat menikah dengan ana?” Sedang mimpikah ia? Padahal siang itu matahari sangat terik dan cuaca sedang panas-panasnya. Meskipun tidak sepanas di gurun, namun suhu ketika itu sangat mendukung bagi seseorang untuk sulit memejamkan mata.

Tanpa bersorak dan tanpa pula berjingkrak-jingkrak, ia balas SMS itu sekaligus menanyakan identitas si pengirim sms itu. Setelah berlalu beberapa waktu, entah berapa minggu atau bulan, usut punya usut, selidik punya selidik, akhirnya terkuaklah identitas si pengirim SMS yang sebenarnya. Ia ternyata istrinya sendiri! Ada apa dengan istrinya?

‘Makar’ apa yang ingin ia lakukan terhadap suaminya sendiri? Padahal suaminya seorang yang saleh, baik din dan akhlaknya (dan hanya Allahlah yang lebih berhak menilainya, saya tidak bermaksud mendahului Allah dalam memberikan tazkiyah terhadap seorang pun). Ia juga penuntut ilmu syar’i di suatu universitas dan seorang hafizh Al-Quran 30 Juz, meskipun saya tidak tahu berapa hafalannya yang tersisa setelah menikah.

Dengan kondisinya seperti itu, ditambah padatnya rutinitas dia sehari-hari antara belajar dan mengajar, sangat kecil-menurut saya- peluang baginya untuk ‘ngelirik-lirik’. Kalau begitu, apa yang mendorong si istri ‘merelakan’ suaminya untuk ‘menduakannya’?

Ia memang seorang mahasiswa, bukan PNS atau pengusaha atau orang yang memiliki profesi lain yang ‘menjanjikan’ dari segi finansial. Akan tetapi, bukan berarti ia suami yang tidak bertanggungjawab. Setiap bulan ia tetap memberi nafkah yang ia peroleh dari hasil mengajar kecil-kecilan dan tunjangan dari kampus kepada istri dan satu anaknya yang ada di kampung. Lantas, mengapa si istri ‘berharap’ suaminya ‘melirik’ kepada wanita lain?

Kalau diperhatikan dari hari-hari sebelumnya, selalu ada ‘peperangan’ sengit antara mereka berdua di HP. Kalau hari ini ‘gencatan senjata’, besoknya ada ‘pertempuran’ lagi. Demikianlah. Itu terjadi hampir setiap hari. Sampai-sampai ia bertanya kepada saya, “Apa ana cerain aja dia ya?” Saya sarankan ia agar berkonsultasi saja dengan ustadz.

Datanglah ia ke salah seorang ustadz. Ia ceritakan seluruh masalahnya. Setelah konsultasi, saya tanya apa yang dinasehatkan ustadz kepadanya. Ia menjawab, “Kata ustadz, intinya sih, itu karena dia kurang (maaf) dibelai aja.” Dibelai? Apa korelasinya antara cekcok dengan belaian? Saya tidak yakin dengan saran itu. Saya meragukannya!

Suatu hari ketika sedang membongkar isi lemari buku di rumah, saya menemukan sebuah buku berjudul Mars And Venus On A Date karya John Gray, Ph.D. Entah buku siapa itu, apakah milik orang tua atau kakak. Pandangan saya tiba-tiba melekat di hal. 396 pada judul Mengapa Wanita Membutuhkan Pria.

Di situ penulis menyebutkan perbedaan wanita di masa lalu dan zaman sekarang. Bila di masa lalu seorang wanita benar-benar membutuhkan perlindungan pria dan dukungan fisik darinya, sedangkan sekarang, wanita dapat mengurus dirinya sendiri (ini menurut penulis, mungkin berdasarkan kebiasaan wanita barat, seperti wanita karier), maka kebutuhannya pun berubah.

Penulis berkata, “Wanita tidak lagi membutuhkan pria terutama untuk kelangsungan hidup dan perlindungan, melainkan untuk kenyamanan emosional dan mengemong. Semakin wanita ‘tidak’ membutuhkan pria dalam arti tradisional, semakin butuhlah dia akan perhatian dan kasih sayang pria yang bersifat romantis…Seluruh pemikiran wanita dalam tiga puluh tahun terakhir ini telah berubah secara dramatis. Roman merupakan hal yang paling utama.”

Pikir saya, inikah korelasi antara “belaian” dengan percekcokan itu? Mungkin saja. Karena dari sisi finansial si istri tidak terlalu ‘bergantung’ dengan teman saya itu. Ia juga bekerja di kampungnya (tentunya di tempat yang tidak banyak percampurbauran antara pria dan wanita).

Lalu pandangan saya terpaku lagi di hal. 403 pada judul Penyebab Kemurungan Yang Berbeda. Penulis menyebutkan, “Penyebab utama kemurungan pada wanita adalah merasa terisolasi. Ketika seorang wanita sedang dalam keadaan paling tidak bahagia, itu adalah ketika wanita merasa bahwa ia harus mengerjakan segala-galanya sendiri dan tidak seorang pun yang mendampinginya. Perasaan dibebani tanggung jawab untuk diri sendiri dan untuk orang lain ini menjadi sumber kemurungan.”

Lalu di di halaman berikutnya penulis menyebutkan, “Ironisnya bagi pria adalah sebaliknya. Ketika seorang pria merasa bahwa ia bertanggungjawab untuk dirinya sendiri, ia merasa besar hati tentang dirinya. Ketika ia merasa dapat melayani orang lain, ia semakin merasa besar hati tentang dirinya…Pria senang bila bisa membantu dan ‘dimanfaatkan’ oleh wanita. Sebaliknya, wanita menjadi sedih bila dia terlalu banyak ‘dimanfaatkan’.”

Saya berpikir lagi, mungkinkah ini korelasi antara “belaian” dan percekcokan itu? Sangat mungkin. Si istri mungkin MERASA seluruh beban tanggung jawab rumah tangga di antaranya membesarkan buah hatinya, ditanggung dia sendiri, tanpa ada perhatian suami.

Dan kemungkinan itu makin mendekati kebenaran. Sebab, sebagaimana dikabarkan teman itu kepada saya, setelah ia menyelesaikan studinya lalu berkumpul kembali dengan istrinya, ‘dua faksi’ yang selama ini bertikai, ternyata bisa rukun dan hidup tentram lagi. Dan tentunya, tak ada lagi setelah itu ‘pertempuran’ sengit di HP dan tak ada pula “sms kejutan” yang menawarkan pernikahan.

Benarlah apa yang dikatakan ustadz tadi. Konflik yang menimpanya bermuara dari kurangnya “belaian”, kurangnya perhatian, atau merasa kurang diperhatikan!

Bisa jadi, -wallahu a’lam- sebab itu pulalah mengapa Nabi kita ??? ???? ???? ???? dengan padatnya aktivitas beliau dalam mengurus umat, bila usai shalat Ashr, meluangkan waktu untuk menemui istri-istrinya. Beliau menyempatkan diri untuk mengecup istrinya sebelum menunaikan shalat di masjid. Beliau juga berkumpul dengan para istrinya setiap malam di rumah istri tempat beliau bergilir. Semua itu agar mengharmoniskan hubungan beliau dengan mereka, agar mereka merasa diperhatikan dan tidak diacuhkan!

Mungkin itulah yang perlu dipahami oleh para suami. Sebab jika seorang istri merasa kurang mendapatkan perhatian dari suaminya, bisa saja muncul darinya sesuatu yang ‘aneh bin ajaib’ demi mewujudkan keinginannya: “perhatikanlah aku!”. Entah dengan mengirim “sms kejutan” atau seperti yang dialami salah satu kerabat saya.

Suatu hari istrinya mengeluh sakit perut. Ia muntah-muntah dan terkena semacam diare. Akhirnya si suami membawanya ke rumah sakit. Setelah diperiksa beberapa lama, ternyata tidak ditemukan penyakit apa pun, seluruh badannya normal. Padahal kelihatannya lemah lunglai istrinya itu.

Seorang suster bertanya dengan penuh keheranan kepada si suami, apakah ada masalah sebelumnya. Si suami menjawab bahwa tidak ada masalah apa-apa, hanya saja ia baru berkumpul bersama istri dan anaknya setelah beberapa bulan belakangan disibukkan dengan pekerjaan di luar kota. “Oh, itu mungkin masalahnya, Pak!” demikian komentar suster.

Walhasil, seorang suami memang harus tahu kebutuhan istrinya. Selalu memberikan perhatian serta sabar dalam meladeni tingkah lakunya yang mungkin saja bisa membuat manyun mulut, dahi berkerut, atau malah sakit perut. Itulah konsekuensi pernikahan. Bukan hanya “manis-manisnya” saja yang dirasakan, yang “pahit” pun perlu dicicipi. Makanya itulah ibadah, perlu pengorbanan dan kesabaran!

Oleh Anung Umar
Jakarta, 15 Rabi’ulawwal 1432/18 Februari 2011

Read More..

Tiga Bulan Tidak Mampu Memandang Wajah Suami


Perkawinan itu telah berjalan empat tahun, namun pasangan suami istri itu belum dikaruniai seorang anak. Dan mulailah kanan kiri berbisik-bisik: "kok belum punya anak juga ya, masalahnya di siapa ya? Suaminya atau istrinya ya?". Dari berbisik-bisik, akhirnya menjadi berisik.

Tanpa sepengetahuan siapa pun, suami istri itu pergi ke salah seorang dokter untuk konsultasi, dan melakukan pemeriksaaan. Hasil lab mengatakan bahwa sang istri adalah seorang wanita yang mandul, sementara sang suami tidak ada masalah apa pun dan tidak ada harapan bagi sang istri untuk sembuh dalam arti tidak peluang baginya untuk hamil dan mempunyai anak.Melihat hasil seperti itu, sang suami mengucapkan: inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, lalu menyambungnya
dengan ucapan: Alhamdulillah.

Sang suami seorang diri memasuki ruang dokter dengan membawa hasil lab dan sama sekali tidak memberitahu istrinya dan membiarkan sang istri menunggu di ruang tunggu perempuan yang terpisah dari kaum laki-laki.Sang suami berkata kepada sang dokter: "Saya akan panggil istri saya untuk masuk ruangan, akan tetapi, tolong, nanti anda jelaskan kepada istri saya bahwa masalahnya ada di saya, sementara dia tidak ada masalah apa-apa.Kontan saja sang dokter menolak dan terheran-heran.

Akan tetapi sang suami terus memaksa sang dokter, akhirnya sang dokter setuju untuk mengatakan kepada sang istri bahwa masalah tidak datangnya keturunan ada pada sang suami dan bukan ada pada sang istri.Sang suami memanggil sang istri yang telah lama menunggunya, dan tampak pada wajahnya kesedihan dan kemuraman. Lalu bersama sang istri ia memasuki ruang dokter. Maka sang dokter membuka amplop hasil lab, lalu membaca dan mentelaahnya, dan kemudian ia berkata: "… Oooh, kamu –wahai fulan- yang mandul, sementara istrimu tidak ada masalah, dan tidak ada harapan bagimu untuk sembuh.Mendengar pengumuman sang dokter, sang suami berkata: inna lillahi wa inna ilaihi raji'un, dan terlihat pada raut wajahnya wajah seseorang yang menyerah kepada qadha dan qadar Allah SWT.

Lalu pasangan suami istri itu pulang ke rumahnya, dan secara perlahan namun pasti, tersebarlah berita tentang rahasia tersebut ke para tetangga, kerabat dan sanak saudara.Lima (5) tahun berlalu dari peristiwa tersebut dan sepasang suami istri bersabar, sampai akhirnya datanglah detik-detik yang sangat menegangkan, di mana sang istri berkata kepada suaminya: "Wahai fulan, saya telah bersabar selama Sembilan (9) tahun, saya tahan-tahan untuk bersabar dan tidak meminta cerai darimu, dan selama ini semua orang berkata:" betapa baik dan shalihah-nya sang istri itu yang terus setia mendampingi suaminya selama Sembilan tahun, padahal dia tahu kalau dari suaminya, ia tidak akan memperoleh keturunan".

Namun, sekarang rasanya saya sudah tidak bisa bersabar lagi, saya ingin agar engkau segera menceraikan saya, agar saya bisa menikah dengan lelaki lain dan mempunyai keturunan darinya, sehingga saya bisa melihat anak-anakku, menimangnya dan mengasuhnya.Mendengar emosi sang istri yang memuncak, sang suami berkata: "istriku, ini cobaan dari Allah SWT, kita mesti bersabar, kita mesti …, mesti … dan mesti …". Singkatnya, bagi sang istri, suaminya malah berceramah dihadapannya.Akhirnya sang istri berkata: "OK, saya akan tahan kesabaranku satu tahun lagi, ingat, hanya satu tahun, tidak lebih".Sang suami setuju, dan dalam dirinya, dipenuhi harapan besar, semoga Allah SWT memberi jalan keluar yang terbaik bagi keduanya.

Beberapa hari kemudian, tiba-tiba sang istri jatuh sakit, dan hasil lab mengatakan bahwa sang istri mengalami gagal ginjal.Mendengar keterangan tersebut, jatuhnya psikologis sang istri, dan mulailah memuncak emosinya. Ia berkata kepada suaminya: "Semua ini gara-gara kamu, selama ini aku menahan kesabaranku, dan jadilah sekarang aku seperti ini, kenapa selama ini kamu tidak segera menceraikan saya, saya kan ingin punya anak, saya ingin memomong dan menimang bayi, saya kan … saya kan …".Sang istri pun bed rest di rumah sakit.

Di saat yang genting itu, tiba-tiba suaminya berkata: "Maaf, saya ada tugas
keluar negeri, dan saya berharap semoga engkau baik-baik saja"."Haah, pergi?". Kata sang istri."Ya, saya akan pergi karena tugas dan sekalian mencari donatur ginjal, semoga dapat". Kata sang suami.Sehari sebelum operasi, datanglah sang donatur ke tempat pembaringan sang istri.

Maka disepakatilah bahwa besok akan dilakukan operasi pemasangan ginjal dari sang donatur.Saat itu sang istri teringat suaminya yang pergi, ia berkata dalam dirinya: "Suami apa an dia itu, istrinya operasi, eh dia malah pergi meninggalkan diriku terkapar dalam ruang bedah operasi".Operasi berhasil dengan sangat baik. Setelah satu pekan, suaminya datang, dan tampaklah pada wajahnya tanda-tanda orang yang kelelahan.Ketahuilah bahwa sang donatur itu tidak ada lain orang melainkan sang suami itu sendiri. Ya, suaminya telah menghibahkan satu ginjalnya untuk istrinya, tanpa sepengetahuan sang istri, tetangga dan siapa pun selain dokter yang dipesannya agar menutup rapat rahasia tersebut.

Dan subhanallah …Setelah Sembilan (9) bulan dari operasi itu, sang istri
melahirkan anak. Maka bergembiralah suami istri tersebut, keluarga besar dan para tetangga.Suasana rumah tangga kembali normal, dan sang suami telah menyelesaikan studi S2 dan S3-nya di sebuah fakultas syari'ah dan telah bekerja sebagai seorang panitera di sebuah pengadilan di Jeddah. Ia pun telah menyelesaikan hafalan Al-Qur'an dan mendapatkan sanad dengan riwayat Hafs, dari `Ashim.Pada suatu hari, sang suami ada tugas dinas jauh, dan ia lupa menyimpan buku hariannya dari atas meja, buku harian yang selama ini ia sembunyikan.

Dan tanpa sengaja, sang istri mendapatkan buku harian tersebut, membuka-bukanya dan membacanya.Hamper saja ia terjatuh pingsan saat menemukan rahasia tentang diri dan rumah tangganya. Ia menangis meraung-raung. Setelah agak reda, ia menelpon suaminya, dan menangis sejadi-jadinya, ia berkali-kali mengulang permohonan maaf dari suaminya. Sang suami hanya dapat membalas suara telpon istrinya dengan menangis pula.

Dan setelah peristiwa tersebut, selama tiga bulanan, sang istri tidak berani
menatap wajah suaminya. Jika ada keperluan, ia berbicara dengan menundukkan mukanya, tidak ada kekuatan untuk memandangnya sama sekali.

(Diterjemahkan dari kisah yang dituturkan oleh teman tokoh cerita ini, yang kemudian ia tulis dalam email dan disebarkan kepada kawan-kawannya)


Read More..

Sekeping Masa Tua


Meskipun kita belum tentu tiba di usia senja, namun tetaplah harus optimis menjalani hari, misteri Sang Pencipta selalu ada, yang kemudian kita dapat menemukan jawaban-jawaban di keesokan hari atau saat di yaumil akhir, atau saat berada di kampung akhirat, Wallahu ‘alam.

Ibundaku yang tetap sering berbagi hikmah menjelaskan sekilas, biasanya beliau sering merindukan berkumpul bersama anak-anak dan para cucu, apalagi kalau sedang ‘termangu’ sendiri di rumah, sesekali berteman tilawah, lain waktu berteman acara berita televisi.

Sungguh masa muda saat merawat anak-anak adalah masa yang paling indah dikenang, bisik beliau di telepon. Beliau juga menasehatiku untuk berdisiplin hidup sehat, jangan terlalu banyak konsumsi gula, dan harus selalu teratur jadwal makan dan istirahat dengan cukup.

“Saat ini, mama gak boleh ngopi lagi nih….berat banget deh nak, namun harus tetap dijalani dengan penuh rasa syukur…”, kata ibu

Menikmati segelas kopi panas adalah hoby ibu yang sangat penting baginya. Dulu, kemanapun kami berlibur, Saya temani beliau memilih kopi-kopi sebagai oleh-oleh dan buat stok di dapurnya, kopi eropa, kopi arab, kopi melayu, kopi pulau penang, kopi sulawesi, kopi medan, dan dari ragam tempat lainnya sudah pernah dicoba.

Ibu tahu betul yang mana kopi asli dan yang mana kopi campuran bahan lain. Kopi favourite beliau adalah kopi khas dari kebun kakek di wilayah ogan ilir, sumatera, diolah secara tradisional dengan keharuman murni kopi asli, alami, tanpa bahan tambahan atau pengharum buatan.

Maka di usia yang sekarang harus menyadari diri akan fungsi jantung dan organ lain tak sekuat biasanya, perkara “tidak bisa minum kopi lagi” adalah ujian yang besar buat beliau.

“Jadi kamu juga gak usah ngikuti hoby doyan ngopi, deh… kalau minum susu atau teh panas juga, gulanya sedikit aja…”, saran ibu.

Diriku mengangguk setuju, memang kadang saya juga ikut terlena menghirup harumnya kopi, sekali dalam dua hari saya juga ke café buat ngopi di saat tidak sedang hamil.

Wah, ternyata harum si kopi yang melenakan itu, bisa menjerat para “fans”nya kepada banyak masalah kesehatan terutama di usia senja. Satu kalimat yang kupetik dari ibu, menikmati hidup dengan makanan, minuman atau benda-benda kesukaan kita adalah manusiawi, namun jangan berlebihan.

Yah, sebab berlebihan inilah yang menjadi penyebab utama segala penyakit. Berlebihan gula-kopi jadi lemah jantung, kolestrol tinggi. Berlebihan kerja malah jadi sakit magh dan cepat lelah.

Berlebihan makan-minum di resto cepat saji membuat CRP (bisa dilihat kadar lemak perut membuncit) tinggi, ujung-ujungnya banyak kaum muda yang sudah mengalami sakit jantung dan stroke. Malah di Amerika, isu fast-food telah menjadi permasalahan publik, sudah teramat jarang ditemukan sosok pria yang perutnya tidak gembul disana.

Sebut saja Paman Gembul, jangankan untuk gerakan rukuk dan sujud, berwudhu pun sungguh kepayahan, di penghujung masa tuanya, perutnya amat besar, lebih besar dari pada perut wanita hamil sembilan bulanan.

Beliau berbisik mengingatkan, “Waduuuh… jangan sering makan yang instant-instant kayak saya deh… Saya juga susah berhenti merokok dan minum soft-drink, beginilah hasil kumpulan lemak diperut saya…” keluhnya suatu kali.

Beberapa hari setelah menelepon ibu terkasih, ketika saya sedang pulang dari kunjungan ke dokterku, tiba-tiba di tangga rondo ada seseorang yang jatuh. Saya beristighfar dan meneriakkan Allahu Akbar!

Rondo adalah sebutan jalan yang banyak arah (seperti simpang empat, kira-kira seperti tengah-tengah daerah air mancur, di Jakarta). Di setiap rondo di Krakow dan kota-kota lain disini, ada jalan di bawah tanah, jalan yang banyak tangga, untuk menyeberang, untuk ke WC, juga ada pertokoan dan papan-papan arah jalan yang menjelaskan puluhan rute bus dan tram.

Kukira yang jatuh itu adalah anak kecil, karena bentuk tubuhnya memang gemuk pendek. Ternyata seorang nenek, sebut saja Pani Marta, dia jatuh dari sekitar lima anak tangga ke bawah, posisi tertelungkup tak berdaya, pipi kanannya membentur aspal.

Memang di Poland, tinggi badan orang-orang hampir sama dengan orang Indonesia, malah banyak populasi penduduk yang badannya kecil mungil, pendek seperti Pani Marta. Berbeda jika kalian pergi ke Swedia atau Jerman, badan orang-orang sana gede banget.

Pani Marta tak bisa segera bangun dalam hitungan detik, saat itu suamiku dan dua orang anak sekolahan yang kebetulan lewat, segera menolong beliau. Saya dan bayi kecil kami berada 3 meter dari posisi jatuhnya Pani Marta.

Kulihat telinganya mengeluarkan darah segar hingga warna merah itu menutupi warna putih syalnya, juga sedikit darah keluar dari hidungnya. Ya Allah… begitu mirisnya hati ini melihat sosok renta tersebut. Kalau anak-anak yang terjatuh, mungkin masih bisa sempat menghadangkan tangannya agar muka tak terkena aspal.

Namun sosok tua yang tertelungkup itu, menjerit pun ia tak lagi sanggup, berkata-kata hanya dengan desahan saja.

Kubuka pintu toko yang terletak pas di depanku, kutanyakan sebungkus tisu, lalu kuserahkan pada suami agar membantu Pani Marta mengelap darahnya, siang itu masih sangat dingin, darah yang mengalir cepat pula membeku.

Pani Marta berdiri perlahan-lahan, masih agak oleng, berpegangan pada suamiku dan anak-anak kecil itu, beliau berbahasa Poland, kira-kira berkata, “Saya tidak apa-apa, beginilah kalau sudah tua, tadi kaki saya sedikit tersandung dan saya kehilangan keseimbangan. Terima kasih yah semuanya…”, ungkapnya. Oh, bersua pelajaran lagi hari ini.

Seraya berjalan menuju appartement, masih saja terpikir akan kejadian tadi. Pani Marta, banyak para pensiunan disini menjalani masa tua sepertimu, seorang diri kemana-mana jika pasangan hidup sudah mendahului dipanggil-NYA.

Kebanyakan kakek-nenek di Krakow doyan olahraga pagi, jalan santai sambil membawa cucu, hewan peliharaan atau sambil berbelanja roti dan kentang. Kalaupun kaki mereka tak kuat berjalan, mereka gunakan tongkat, satu atau dua tongkat, atau kereta-jalan (seperti sepeda bayi kecil bentuknya, tapi digunakan seperti tongkat di depan).

Ada pula yang tetap rutin berjalan-jalan, menikmati hari-hari dengan berkursi roda, transportasi disini pun sangat mendukung kemudahan buat para pengguna kursi roda. Jika berjumpa dengan mereka yang sedang mengulas senyum ramah, maka kita akan menemukan guratan-guratan sisa kecantikan dan ketampanan kala usia muda mereka.

Nurani berbisik, Ya Allah berikan kami bimbingan setiap saat, serta kekuatan dalam menjalani setiap masa, termasuk menyambut masa tua yang membentang di hadapan.

Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam berwasiat, “Ambillah lima perkara sebelum lima perkara : (1) Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, (2) Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, (3) Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, (4) Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, (5) Masa Hidupmu sebelum datang kematianmu,” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadroknya)

Agama adalah nasehat, setiap detik kita berbagi dan beramal dengan nasehat, dan kita akan menemukan bahwa nasehat-nasehat merupakan kekayaan sejati, ilmu-Nya yang tak pernah habis untuk digali.

Proses pembelajaran diri ini adalah terus-menerus tanpa henti selama hembusan nafas memang belum berhenti. Insya Allah. Semoga tetap optimis.

(bidadari_Azzam, Krakow, 5 maret 2011)


Read More..

Sekali Lagi, Memaafkan


"Baik untuk memaafkan, lebih baik lagi untuk melupakan."
-- Robert Browning, penyair, 1812-1889

ANDA sudah menonton film 'Hotel Rwanda'? Film ini berdasarkan kisah nyata yang terjadi di Rwanda, negara di Afrika, tahun 1994, mengenai pembunuhan massal yang dilakukan suku Hutu terhadap suku Tutsi. Peristiwa pembantaian itu sendiri meletus beberapa jam setelah Presiden Rwanda, Juvenal Habyarimana, yang berasal dari suku Hutu, tewas dalam penembakan pesawat yang ditumpanginya, pada 6 April 1994.

Don Cheadle berperan sebagai Paul Rusesabagina, manager hotel. Ia mendapat nominasi Award atas aksinya di film ini. Paul, sang manager hotel, berasal dari suku Hutu, kebetulan menikah dengan Tatiana dari suku Tutsi. Mereka memiliki tiga orang anak. Dalam perjuangannya, Paul berhasil menyelamatkan lebih dari seribu nyawa dengan menggunakan hotelnya sebagai tempat sementara pengungsian suku Tutsi. Paul sendiri tak memedulikan bahaya yang harus dihadapinya pada saat genosida berlangsung dinegerinya. Paul memberikan uang suap kepada seorang jenderal dinegerinya untuk memberikan keamanan terhadap hotel yang diurusnya.

Film ini berisi kebencian manusia terhadap manusia lainnya. Bagaimana seorang yang telah dirasuki dendam karena perbedaan suku, melakukan pengkhianatan.
Ketika Paul keluar dari hotelnya dan mengendarai mobil, ia kaget ketika mobilnya terhambat di jalan. Ia berpikir pohon yang menghalangi laju kendaraannya. Ternyata mobilnya melindas mayat. Ketika turun, ia melihat ribuan mayat bergelimpangan di jalan.

Tak ada yang indah sedikitpun bila kita bicara soal kebencian. Bila kita menuruti ego, yang ada hanyalah marah dan dendam semata. Sejarah selalu mencatat, dalam perjalanan kehidupan peradaban manusia, bahwa semakin berhasil kita dalam mengendalikan ego, maka semakin kita dapat mengendalikan masa depan kita. Tengoklah negeri Afrika Selatan.

Anda tentu sudah mendengar Nelson Mandela. Karena politik apartheid, Mandela dijatuhi hukuman 27 tahun penjara di Pulau Robben. Ia dibebaskan Februari 1990 dan langsung melakukan proses rekonsiliasi dengan semua lawan politiknya. Sepenggal kisah hidupnya dituangkan ke dalam layar lebar.

Dalam film `Invictus', film drama biografi keluaran 2009, yang disutradarai oleh Clint Eastwood, aktor kawakan Morgan Freeman berperan sebagai Mandela.
Sedangkan aktor ganteng Matt Damon berperan sebagai Francois Pienaar, kapten tim rugby Afrika Selatan. Setelah berkuasa penuh, Mandela sebenarnya sanggup untuk membalas sakit hatinya pada lawan-lawan politiknya, tapi itu tidak ia lakukan. Mandela malah menggunakan rugby untuk mempersatukan semua orang di negaranya, baik kulit putih maupun hitam. Pada Piala Dunia Rugby 1995, tim rugby Afrika Selatan, yang dikapteni oleh Francois Pienaar yang berkulit putih, memenangi turnamen. Film ini sendiri berdasarkan kisah dari buku `Playing the Enemy: Nelson Mandela and the Game That Changed a Nation', karya pengarang John Carlin.

Kita bisa lihat sekarang. Afrika Selatan sukses mengadakan Piala Dunia di negaranya. Warga kulit putih dan hitam bahu membahu mensukseskan acara ini. Kita tak bisa mengesampingkan fakta bahwa Afrika Selatan seperti saat ini berkat kebesaran hati seorang Mandela. Bila Mandela tak memaafkan lawan-lawan politiknya, saat itu, tentu kisah akhir tak akan semanis seperti saat ini.

Mudah sepertinya untuk mengatakan: maafkan dan lupakan saja. Pada kenyataannya, hal itu nampaknya sulit dilakukan. Lantas, bagaimana caranya agar kita mudah memaafkan seseorang? Pertama, lupakanlah segala kebaikan yang telah Anda lakukan, dan ingatlah hanya kebaikan orang lain. Kita sering mengingat kebaikan diri kita sendiri, tapi lupa akan kebaikan orang lain terhadap kita. Justeru sebaliknyalah yang harus kita lakukan. Lebih sering bila kita mengingat orang-orang yang pernah kita bantu, malah justru membuat kita lebih sakit hati. Sekarang, paradigma berpikir itu harus dibalik.

Lalu, coba pikirkanlah sekali saja, apa untungnya bila kita tidak mau memaafkan. Saat kita membencinya, jangan-jangan ia saat itu tertawa bahagia dengan keluarganya. Dimanapun juga, orang yang memberi lebih tinggi derajatnya dibandingkan orang yang menerima. Berbagai penelitian membuktikan bahwa dengan memaafkan, membuat seseorang menjadi lebih bahagia.

Bagi umat muslim, sebentar lagi memasuki bulan Ramadhan, bulan yang penuh berkah. Inilah momentum yang tepat untuk saling membersihkan diri dari segala kilaf dan dosa. Namun momentum ini dapat digunakan oleh seluruh bangsa Indonesia untuk saling memaafkan dan menghormati. Sungguh, Indonesia akan semakin indah. Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankannya. Mohon maaf lahir dan batin.

*) Sonny Wibisono, penulis buku 'Message of Monday', PT Elex Media Komputindo,
2009

Read More..